Konten dari Pengguna

Strategi Menjalani Kegiatan Mahasiswa Selama Pandemi

Anggita Hutami
Mahasiswi Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta
16 Juli 2021 16:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggita Hutami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Panitia Self Development Program PNJ 2021. Kredit foto: Anggita Hutami Ratnaningsih
zoom-in-whitePerbesar
Panitia Self Development Program PNJ 2021. Kredit foto: Anggita Hutami Ratnaningsih
ADVERTISEMENT
Jakarta—Pagebluk tak hanya menyulitkan mahasiswa dan dosen untuk melakukan transfer ilmu. Tapi, ruang aktualisasi diri seperti organisasi internal kampus juga terkungkung keterbatasan, terutama aspek finansial.
ADVERTISEMENT
Pada kondisi normal, kampus tidak sembarangan memberikan dana untuk kegiatan mahasiswa. Terlebih lagi pada kondisi sulit, petinggi kampus semakin memutar otak anggaran tetap irit. Akibatnya, banyak kegiatan mahasiswa yang tidak dapat didanai kampus.
Supriyadi, seorang mahasiswa Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta angkatan 2019. Remaja kelahiran Bogor ini diamanahkan sebagai ketua pelaksana sebuah webinar sebanyak 5 series yang membahas mengenai soft skills.
“Sejak diberlakukan kuliah daring, banyak mahasiswa kehilangan sarana pengembangan diri. Kami memberikan wadah bagi masyarakat umum agar dapat memperkaya diri dengan kemampuan yang mendukung di dunia kerja,” ujar Supriyadi.
Untuk menyelenggarakan webinar dengan 12 orang pembicara, Supriyadi dan tim kepanitiaan membutuhkan dana sebesar Rp3.500.000 hanya untuk pembicara saja. Hal itu belum termasuk dengan kebutuhan mencetak proposal, sertifikat panitia, sertifikat peserta, merchandise, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Di kondisi seperti ini, kegiatan mahasiswa tak bisa hanya mengandalkan bantuan dari kampus. Supriyadi melihat peluang bisnis dari media sosial yang dimiliki masing-masing anggota panitia untuk menghasilkan dana tambahan kegiatan.
Kredit foto: Freepik.com
Peluang bisnis media sosial cukup menggiurkan, mulai dari paid promote, menjadi penonton bayaran hingga menjual merchandise unik. Tentunya, sebagai kalangan terpelajar, Supriyadi dan tim kepanitiaan melakukan seleksi terhadap konten yang akan dipromosikan yaitu tidak boleh mengandung unsur SARA dan pornografi.
Paket harga paid promote ditentukan dari jumlah dan frekuensi upload konten. Konten tersebut akan dipromosikan ke 52.000 akun Instagram.
Peluang bisnis selanjutnya adalah menjadi penonton bayaran secara daring, baik itu menonton Youtube maupun sebuah webinar. Harga tergantung durasi acara.
ADVERTISEMENT
Selain itu, panitia juga menjual merchandise berupa kaus, buku catatan hingga botol minum yang telah didesain khusus. Panitia bekerja sama dengan pihak percetakan untuk mendapat harga yang lebih murah. Supriyadi mengaku tak sedikit percetakan yang menawarkan kerja sama, tetapi implementasinya harus menggunakan proposal dan MoU agar kesepakatan tertulis jelas.
Selain berbisnis melalui media sosial, Supriyadi dan tim kepanitiaan juga menerima bantuan donatur dan mengirimkan proposal sponsor kepada sejumlah perusahaan. Mencari sponsor di masa pandemi bukanlah hal mudah. Tak sedikit perusahaan yang sedang mengalami panceklik. Oleh karena itu, Supriyadi menyiasatinya dengan membuka program sponsor tak hanya terbatas dengan bantuan uang melainkan pemberian narasumber.
Penulis:
Anggita Hutami R.
Politeknik Negeri Jakarta