Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mengidap Tumor Payudara, Pelajaran bagi Saya
7 Desember 2019 7:54 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Anggi Jenie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tahun 2015, saya merasakan nyeri yang luar biasa di payudara suatu hari setelah pulang kantor. Setelah melakukan pemeriksaan payudara sendiri, saya menemukan benjolan.
Waktu itu saya sangat khawatir karena nenek saya meninggal tahun 1992 dari kanker payudara yang menyebar ke otak. Berarti ada sejarah kanker ganas di keluarga saya. Banyak orang berpikir bahwa mengidap kanker payudara seakan mendapatkan hukuman mati. Itulah yang saya rasakan saat menemukan tumor tersebut, tetapi tidak harus selalu seperti itu. Pengalaman itu membuat saya menyadari beberapa hal.
ADVERTISEMENT
Pertama, saya tidak perlu malu dan saya harus tetap tenang. Saya fokus pada diri sendiri dan mencari informasi sebaik mungkin agar tidak stres dan dapat sembuh. Saya juga memastikan untuk memberi tahu keluarga terdekat tentang rasa takut dan kecemasan saya, sehingga mereka mengerti keadaan saya saat itu.
Hal kedua adalah deteksi dini selalu lebih baik. Untungnya tumor di payudara saya terdeteksi dini. Saya lakukan konsultasi dengan spesialis, dan setelah melakukan beberapa kali pemeriksaan, dokter menyimpulkan bahwa tumor tersebut bersifat jinak (fibroadenoma) dan dapat diangkat. Saya akhirnya menjalani operasi untuk mengangkat tumor. Saya termasuk yang beruntung.
Deteksi juga dapat dilakukan di rumah sendiri dengan meraba bagian payudara dan sekitarnya. Ini sebaiknya dilakukan secara rutin. Banyak website yang mengajarkan caranya. Namun, deteksi terbaik dan paling akurat tentunya dilakukan oleh dokter anda. Karena saya sudah berusia 40 tahun saat ini, saya juga melakukan mammografi setiap tahun.
ADVERTISEMENT
Ketiga, yang saya pelajari adalah saya perlu memprioritaskan diri saya sendiri. Saya adalah seseorang yang biasanya sering bekerja lembur untuk menyelesaikan pekerjaan. Pengalaman ini sungguh membuka mata saya bahwa istirahat itu penting untuk meningkatkan stamina tubuh.
Sekarang, ketika pekerjaan atau stres terlalu berat, saya menyeimbangkannya dengan beristirahat, bersenang-senang dengan teman dan keluarga, atau melakukan hobi favorit.
Keempat, yang saya pelajari adalah olahraga sangat membantu dalam mengatasi stres dan kegelisahan.
Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa aktivitas fisik secara teratur dapat dikaitkan dengan peningkatan harapan hidup (life expectancy) setelah diagnosis kanker dan mengurangi risiko kambuh kanker.
Sejumlah penelitian juga menunjukkan bahwa olahraga ringan dapat meningkatkan kesehatan fisik, mental, dan emosi. Olahraga dapat membantu mengontrol berat badan, tidur lebih baik, dan meningkatkan suasana hati untuk mengatasi perasaan sedih yang dapat menyertai diagnosis.
ADVERTISEMENT
Saya mulai mengikuti program lari sebulan setelah operasi yang saya lalui tahun 2015. Saya sekarang lari tiga kali seminggu, dan melakukan strength training pada hari-hari ketika tidak berlari. Saya mencoba jalan 10.000 langkah dalam satu hari meskipun itu sulit dilakukan di Jakarta.
Dan terakhir, saya harus memperbaiki pola makan. Ini sejujurnya adalah hal tersulit bagi saya dan saya belum secara maksimal melakukannya.
Dokter menyarankan agar saya tidak lagi makan makanan olahan dan gorengan, jadi saya telah mengucapkan bye bye pada mie instan favorit saya. Saya telah mengurangi konsumsi daging berlemak dan gorengan, dan menambah porsi sayur.
Untuk saat ini, saya akan sangat berhati-hati dengan kesehatan saya dan terus menjalani pemeriksaan rutin. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi saya berdoa kesehatan akan selalu mendampingi saya seiring bertambahnya usia.
ADVERTISEMENT