Konten dari Pengguna

Kesehatan Mental ASN: Tanggung Jawab Siapa?

Anggraeni
Analis Kepegawaian. ASN Kementerian Perindustrian. Mahasiswa Pasca Sarjana, Magister Ilmu Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
27 Maret 2022 13:00 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anggraeni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi (Foto:pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi (Foto:pixabay.com)
ADVERTISEMENT
"Saya ingin menyelamatkan anak saya, supaya enggak hidup susah," pelan Kanti mengungkapkan alasannya melukai anak-anaknya kepada petugas.
ADVERTISEMENT
***
Tertegun saya setelah membaca berita dari salah satu media massa tanah air. Seorang ibu yang tega menggorok leher ketiga buah hatinya, satu anak tewas, beruntung dua anak yang lain selamat. Entah apa yang ada dipikiran wanita tersebut sehingga nekat melakukan perbuatan di luar nalar manusia normal.
Menurut berita yang beredar, sang ibu memiliki masalah kejiwaan. Alasan untuk menyelamatkan ketiga anaknya dari kesedihan dengan cara tragis tentu saja tidak masuk akal. Ditambah raut wajah yang tidak menampakkan rasa bersalah ketika pihak berwenang mengintogerasinya lantas menjadi teka-teki mengapa wanita paruh baya tersebut melakukan hal keji.
Pandemi membawa Luka
Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama dua tahun memang menyisakan berbagai persoalan, terutama bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah. Tuntutan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dari sekolah tentu saja akan kalah dengan urusan perut. Lesunya perekonomian membuat beberapa perusahaan memilih gulung tikar daripada melanjutkan usahanya. Banyak kepala keluarga yang akhirnya harus banting setir berwirausaha seadanya untuk menutupi kebutuhan keluarga. Bahkan tak jarang yang kemudian berpisah dengan anggota keluarganya, bekerja ke luar daerah atau luar negeri untuk menutupi kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Kemiskinan dan kesehatan mental adalah dua isu yang saling beririsan. Bukan hal mudah menyelesaikan isu kesehatan mental masyarakat menengah kebawah. Diperlukan pendampingan khusus dari pihak terkait karena masyarakat dengan kondisi ini memiliki sumberdaya yang terbatas untuk memulihkan diri. Terlebih kemiskinanlah yang menjadi sumber penyebab adanya gangguan kesehatan mental tersebut.
Upaya menjaga Kesehatan Mental
Berdasarkan data yang didapat dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Indonesia, setidaknya ada 450.000 keluarga di Indonesia yang menderita skizofrenia (gangguan mental jangka panjang). Pada level keluarga, kemiskinan kerap menyebabkan lingkungan keluarga menjadi tak menyenangkan akibat dari orangtua yang stress, minimnya rasa aman dan kehangatan, rendahnya stimulasi, pengasuhan yang tidak konsisten bahkan kekerasan dan pengabaian terhadap anak (Simon, Beder dan Manseau, 2018).
ADVERTISEMENT
Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan mental. Mengatur pola hidup (melakukan aktivitas fisik dan tetap aktif secara fisik) dan memelihara pola pikiran agar tetap positif adalah kunci utama menjaga kesehatan mental. Namun jika terdapat indikasi gangguan kesehatan mental, segera berkonsultasi kepada profesional merupakan solusi terbaik.
ASN dan Kesehatan Mental
Ilustrasi (Foto: pixabay.com)
Sebagai seorang praktisi dibidang SDM, saya sering menerima curhatan dari pegawai, masalah pekerjaan maupun masalah pribadi. Memberikan konseling ataupun semacamnya, bukanlah kapasitas saya, terlebih latar belakang pendidikan yang tidak berasal dari psikologi. Namun dengan menyodorkan telinga dan hati serta memberikan saran sebatas kemampuan yang saya miliki, terkadang itulah yang mereka cari.
Sebagai abdi negara, Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki beban moral yaitu sebagai “Role Model” bagi masyarakat. Perilaku yang menyimpang tentu akan mudah menjadi sorotan. ASN harus pintar-pintar menjaga sikap dan perkataan agar tidak mudah terjerumus dalam perbuatan tidak terpuji.
ADVERTISEMENT
Namun semenjak pandemi, agaknya banyak ASN yang kemudian merasa tertekan. Entah karena pekerjaan kantor ataupun masalah keluarga/ pribadi. Dampak kebijakan pemberlakuan Work from Home yang terlihat menyenangkan, sejatinya malah membuat jam kerja berjalan tidak normal. Sedikit banyak hal ini tentu berpengaruh terhadap kesehatan jiwa, apalagi jika tidak diimbangi dengan pola hidup dan asupan yang ala kadarnya saja.
Gangguan kesehatan mental pegawai tidak boleh dianggap remeh karena secara tidak langsung akan berpengaruh pada produktifitas unit kerja secara menyeluruh. Tersedianya layanan konseling gratis dari profesional merupakan salah satu solusi yang ditawarkan oleh stakeholder untuk mengatasi hal tersebut. Walaupun demikian, pegawai tidak boleh hanya kemudian berpangku tangan, perlu ada tindakan preventif untuk mencegah gangguan kesehatan mental pegawai. Melakukan hobi yang disukai, bergabung dalam komunitas baru yang dapat meningkatkan softskill atau sekedar beristirahat dengan cukup, merupakan upaya yang dapat dilakukan guna mencegah gangguan kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Menjaga kesehatan mental ASN adalah tanggung jawab bersama, baik itu pegawai maupun stakeholder/ pemangku kebijakan. Dengan kesehatan mental yang baik, ASN dapat bekerja secara produktif. Masalah merupakan hal yang tidak dapat dihindari, namun dengan memelihara pola pikir agar tetap positif adalah cara kita dalam menjaga kesehatan mental. Tak lupa untuk selalu berserah diri kepada Tuhan jika persoalan datang menyapa. Dengan keseimbangan tersebut, niscaya akan terwujud abdi negara yang bermental kuat dan sehat serta siap menghadapi tantangan era global yang semakin kompleks.