Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tertawa dalam Terjemahan: Tantangan dan Strategi Menerjemahkan Humor
16 Desember 2024 16:20 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari anissatrisna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernah ga, kalian ngalamin kayak apa yang di atas? Atau pernah ga, kalian nemu celotehan netizen di sosmed yang isi komennya pada ngakak tapi kalian ga paham sama apa yang diketawain karena kalian ga ngerti bahasanya? Kan ga seru ya kalau begini?! Jadi garing. Kalau kata Taylor Swift mah, “Maybe we got lost in translation.”
ADVERTISEMENT
Nah, itu tandanya kamu baru aja nemuin salah satu tantangan terbesar dalam dunia penerjemahan: menerjemahkan humor.
Seringkali pekerjaan penerjemah dianggap remeh. Padahal menjadi penerjemah bukanlah pekerjaan yang mudah. Apalagi dalam menerjemahkan humor. Dalam De Gruyter Handbook of Humor Studies (2024, h. 207) disebutkan hal ini disebabkan karena humor ga cuma memanfaatkan ambiguitas makna kata dalam satu bahasa (permainan kata) tetapi juga referensi budaya yang hanya dimengerti kelompok masyarakat tertentu.
Humor seringkali memanfaatkan permainan kata (pun) sebagai upaya memancing gelak tawa. Pun sendiri artinya adalah lelucon dari permainan kata yang bunyinya mirip tapi memiliki makna yang berbeda. Hal ini bisa menimbulkan ambigu Contohnya ada di bawah ini:
ADVERTISEMENT
Jokes di atas memanfaatkan homofon dari kata ‘ambil’ dan ‘komputer’. Pertama kata ‘ambil’ dan ‘komputer’ dalam kalimat tersebut bermakna memilih program studi ilmu komputer untuk kuliah. Kedua, ini lah letak kelucuannya, kata ‘ambil’ dan ‘komputer’ tersebut memiliki makna literal sesuai kamus ‘pegang lalu angkat atau bawa’ dan ‘perangkat elektronik komputer’. Di sini lah letak punchline-nya, di mana kalimat tersebut berubah makna menjadi larangan mengambil perangkat elektronik komputer sembarangan karena bisa kena pukul orang-orang!
Selanjutnya, humor juga sering mengandung unsur budaya masyarakat tertentu yang ga dipahami sama kelompok masyarakat lainnya. Misal, jokes viral di Tiktok yang memakai referensi budaya masyarakat jawa seperti “Umpomo Nyi Roro Kidul tak critani kisahku opo ora pindah ngalor” yang artinya “Misal Nyi Roro Kidul (selatan) aku ceritain kisah ku, apa ga pindah ke utara”.
ADVERTISEMENT
Jokes ini ngegambarin kalau berat banget masalah yang pembicara alami sampai nyebabin Nyi Roro Kidul, yang dikenal sebagai penunggu pantai selatan dan kata kidul dalam bahasa Jawa yang berarti selatan, berpindah posisi ke utara (ngalor dalam bahasa Jawa berarti ke utara). Humor kayak gini bakal sulit dimengerti dan bisa saja kehilangan esensi kelucuannya kalau yang diajak ngomong ga paham bahasa Jawa dan ga ngerti siapa itu Nyi Roro Kidul. Maka dari itu, referensi budaya menjadi salah satu tantangan yang pe-er banget bagi para penerjemah dalam menerjemahkan humor.
Nah, bisa dikira-kira kan gimana rumitnya menerjemahkan jokes di atas? Gimana caranya si penerjemah tetap bisa ‘mentransfer’ lawakan tersebut ke bahasa lain tanpa harus mengurangi esensi kelucuannya?
ADVERTISEMENT
Eits, jangan khawatir. Thanks to para ilmuan yang sudah melakukan research di bidang Humor Translation! Berkat mereka, ditemukan beberapa strategi biar pengalihbahasaan sebuah humor bisa tetap menggelitik perut. Fuentes Luque (1998) dalam buku The Linguistics of Humor; An Introduction (2020, h. 349) menyebutkan ada empat teknik penerjemahan humor. Pertama, Addition or compensation (tambahan atau kompensasi). Teknik ini nambahin jokes di bagian yang awalnya ga ada buat gantiin jokes lain yang ga diterjemahin. Kedua, Substitution atau nerjemahin humor dengan cara gantiin jokes dalam bahasa asal dengan jokes lain yang mudah dimasukkin ke dalam bahasa terjemahan. Ketiga, Metalinguistic commentary. Teknik ini dilakuin dengan cara ngasih penjelasan lebih lanjut tentang jokes-nya. Bisa juga dilakuin dengan parafrase dan ngasih catatan kaki. Emang, sih, jadi kurang lucu jokes-nya, tapi mau gimana lagi? Tapi setidaknya dengan begini audiens bisa tetap ngerti maksud jokes-nya. Terakhir, omission atau ada jokes yang sengaja diilangin karena jokes-nya terlalu rumit buat diterjemahin. Tapi, kalau teknik ini dipilih, efek humor dari teks asli bisa jadi hilang total dan audiens jadi ga ngerti apa konteks humornya.
ADVERTISEMENT
Yap begitulah. Menerjemahkan humor adalah seni tersendiri yang membutuhkan kreativitas dan pemahaman mendalam tentang kedua budaya, sumber, dan target agar rasa asli lelucon ga hilang dan jadi garing. Nah, sekarang coba terjemahin “Rugi dong! Yang bener aja!” dan “Gigi lu rontok!” ke bahasa Inggris tanpa ngurangin esensi lucunya!
Anissa Trisna Ayu T., penulis dari Universitas Brawijaya & pemagang di Institut Humor Indonesia Kini / ihik3.com, lembaga kajian yang serius mengelola humor secara profesional.