Konten dari Pengguna

Politik Lokal Sumatera Barat : Apa Dampak Dari Klientelisme?

Annisa Fauzi
Penulis adalah Mahasiswa Pengantar Ilmu Politik, Prodi Kom, FISIP UNTIRTA
22 November 2024 18:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa Fauzi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Beli Suara Politik (paxels.com / Element5 Digital)
zoom-in-whitePerbesar
Beli Suara Politik (paxels.com / Element5 Digital)
ADVERTISEMENT
"Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah" adalah falsafah hidup yang diyakini oleh masyarakat Minangkabau. Falsafah ini memiliki arti bahwa adat Minangkabau didasarkan pada agama Islam, dan agama Islam sendiri didasarkan pada Al-Qur'an (kitabullah).
ADVERTISEMENT
Namun pada kasus Teori Klientelisme di Sumatera Barat, dimana elite politik menawarkan manfaat kepada pendukungnya dalam berbagai bentuk seperti, memberikan janji-janji demi ditukarkan dengan dukungan, menawarkan program bantuan, memberikan pekerjaan atau sebuah proyek pembangunan pada para pendukung, Ringkasnya antara kandidat dengan pemilih telah melakukan sebuah praktek “pertukaran” dimana pendukung akan memberikan hak suaranya pada saat pemilihan dan kandidat akan menukarkan dengan janji-janji kepada pendukungnya tadi. Ini bukti bahwa telah terjadi “transaksi politik” yang menguntungkan dua belah pihak tersebut dan tentunya hal ini sangat bertentangan dengan falsafah adat yang ada di Minangkabau. Didalam fenomena politik, ‘Praktek Pertukaran” yang sifatnya Klientalisme sudah sangat umum terjadi. Sayangnya banyak orang-orang ataupun perusahaan yang bahkan ikut andil didalam permasalahan ini.
ADVERTISEMENT
Adanya praktek Klientelisme ini dapat melukai demokrasi dan mencederai pilkada di daerah Sumatera Barat, Seperti :
1. Melahirkan Kepala Daerah Yang Bermasalah
membuat masyarakat memilih pilihannya dan mengeluarkan hak suaranya dengan bukan mempertimbangkan rekam jejak dan kualitas serta integritas kandidat, dan malah mempertimbangkan praktik dan pragmatis seperti diberikan uang “serangan Fajar” dan janji-janji politik. Yang pada akhirnya memunculkan pemimpin yang bermasalah dari sisi kualitas,kapasitas,dan integritas.
2. Mempermudah akses korupsi kepala daerah
dimana dengan adanya Klientalisme ini akan membuat pilkada menjadi tetap mahal dan berbiaya tinggi bagi kandidat,tentunya hal ini merupakan akibat dari banyaknya keperluan uang dan barang yang harus dipenuhi kepada para pendukung terhadap janji-janji yang sebelumnya telah diberikan.dan pada akhirnya membuat praktek korupsi makin merajalela,karena kandidat tentu harus memenuhi tuntutan yang harus kandidat kembalikan sebagai modal politik yang telah diberikan untuk membeli suara para pendukungnya
ADVERTISEMENT
3. Terbentuknya polarisasi sosial dimasyarakat
Dengan adanya perbedaan antara kelompok yang merasa mendapatkan dukungan prioritas dari kepala daerah (tim sukses) dan kelompok yang akan merasa terabaikan (bukan tim sukses), Kelompok yang terabaikan ini merasa terpinggirkan, yang dapat memperkuat identitas mereka dan memilih untuk memisahkan diri dari kelompok dominan. Dan juga pengaruh fokus Kepala Daerah hanya kepada para kelompok pendukungnya akan berdampak pada terjadinya kebijakan yang tidak responsif,sehingga kebijakan dari Kepala Daerah tersebut tidak lagi mencerminkan kebutuhan atau aspirasi-aspirasi masyarakat didaerahnya yang mana membuat pemenuhan kebutuhan masyarakat tidak merata contohnya dapat dilihat dari insfraktruktur yang tidak merata di Sumatera Barat
4. Muncul krisis identitas masyarakat
Dalam konteks Sumatera Barat, krisis identitas sering kali dipicu oleh perpecahan dan ketegangan antar kelompok. dimana ketika individu merasa terdiskriminasi, mereka aan berjuang untuk memahami identitas mereka dalam konteks yang lebih luas, yang mengarah pada krisis identitas yang mendalam, Individu merasa kehilangan identitas mereka dalam masyarakat yang tidak melibatkan mereka, ketidakpastian tentang identitasnya didalam masyarakat mengakibatkan individu merasa tidak aman dalam interaksi sosial, yang mengarah pada perilaku defensive atau agresif terhadap kelompok lain. Dan krisis identitas kolektif ini dapat menghambat upaya untuk mencapai tujuan bersama dalam masyarakat Sumatera barat
ADVERTISEMENT
5. Muncul ideologi ekstrem di masyarakat
Perasaan terasing dan ancaman terhadap identitas dapat mendorong kelompok untuk terlibat dalam ideologi ekstrem atau radikal. Ketika kelompok merasa bahwa satu-satunya cara untuk melindungi identitas mereka adalah melalui tindakan agresif, akibat kurangnya perhatian pemerintah, mereka mungkin mencari kelompok yang lebih ekstrem sebagai cara untuk mendapatkan dukungan dan validasi. Radikalisasi ini bisa berujung pada tindakan kekerasan sebagai cara untuk mempertahankan identitas atau membalas apa yang mereka anggap sebagai penindasan.
Klientalisme politik dibeberapa daerah di Sumatera Barat ini masih akan tetap terus terjadi dan belum bisa terkikis habis sepenuhnya.Meskipun telah melakukan antisipasi terjadinya money politic dan vote buying selama kampanye,namun ada beberapa upaya untuk meminimalisir masalah klientelisme, seperti peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan, dengan memperkuat pengawasan terhadap distribusi anggaran dan bantuan publik agar tidak disalahgunakan untuk keuntungan politik sempit dan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan politik yang mendorong kesadaran hak-hak warga negara juga menjadi kunci, sehingga mereka tidak tergantung pada janji politik dalam bentuk bantuan yang bersifat temporer.
ADVERTISEMENT