Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Polemik Impor Beras, Bagaimana Nasib Petani?
16 April 2021 20:21 WIB
Tulisan dari Annisa Ghita Az'zahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kronologi Rencana Impor Beras
ADVERTISEMENT
Awal mula dari rencana impor beras sebesar 1 juta ton berasal dari bahan paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada tanggal 4 Maret 2021. Rencana impor beras tersebut dilakukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga komoditas pangan dalam negeri di tengah pandemi. Untuk itu perlu dilakukan upaya impor beras hingga 1 juta ton yang dibagi menjadi dua, yaitu 500 ribu ton beras digunakan sebagai cadangan beras pemerintah (CBP) dan 500 ribu ton beras lainnya digunakan sesuai dengan kebutuhan Bulog.
ADVERTISEMENT
Airlangga Hartarto juga menyebutkan bahwa rencana impor beras tersebut juga dikarenakan oleh stok beras di Bulog harus terjaga pada kisaran 1 hingga 1,5 juta ton beras setiap tahunnya, dan penyerapan gabah di Bulog belum tentu bisa mencapai targetnya walaupun saat ini memasuki masa panen raya. Oleh karena itu, perlu adanya tambahan impor beras. Adapun target Bulog dalam penyerapan gabah yaitu setara dengan 900 ribu ton beras pada saat panen raya Maret sampai Mei 2021 dan 500 ribu ton beras pada Juni sampai September 2021.
Hal yang serupa juga dipaparkan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, yaitu Rencana Impor beras tersebut akan digunakan sebagai iron stock atau barang yang disimpan di Bulog sebagai cadangan dan selalu ada.
ADVERTISEMENT
Kemudian beberapa hari setelahnya, tepatnya pada tanggal 8 Maret 2021, pengusaha beras dalam negeri mulai memberikan suara atau tanggapannya. Menurut Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso, masa panen raya tahun ini bisa membuat stok beras melimpah hingga sebesar 14 juta ton, maka apabila ditambah dengan impor beras, harga gabah dan beras di daerah bisa menurun sejalan dengan masa panen raya.
Untuk itu, ia mengharapkan pemerintah melakukan penyerapan gabah dan beras yang saat ini sedang melimpah, sehingga pasarnya dapat terjamin. Karena, saat ini pun di beberapa daerah, harga gabah dan beras lokal sudah ditawar di bawah harga Rp 4.000, Sehingga berdampak pada para petani, yang tidak dapat menikmati hasil.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 15 Maret 2021, Komisi IV DPR RI langsung mengundang Kementerian Pertanian bersama Perum Bulog untuk membahas mengenai masalah stok pangan menjelang Ramadan dan Lebaran 2021. Salah satunya yaitu terkait dengan stok beras.
Dalam rapat tersebut, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyampaikan bahwa pihaknya kemungkinan besar tidak perlu mengimpor 1 juta ton beras yang sebelumnya ditugaskan oleh pemerintah. Karena, sejalan dengan pengusaha beras lokal, masa panen raya tahun ini diyakini dapat mencukupi stok beras dalam negeri selama setahun, karena tahun ini, tidak terjadi kemunduran masa panen raya seperti tahun lalu. Masa panen tahun ini terjadi pada Maret-April, sehingga estimasinya, Bulog dapat menyerap sebanyak 390.800 ton beras CBP.
Sejauh ini pun, stok beras di Bulog sudah mencapai hingga 883.585 ton yang terdiri dari beras CBP sebanyak 859.877 ton dan beras komersial sebanyak 23.708 ton. Artinya, setelah masa panen raya, stok CBP Bulog pada akhir April di atas 1 juta ton beras dan jumlah itu sudah memenuhi CBP per tahun, sehingga tidak diperlukan lagi impor beras.
ADVERTISEMENT
Budi Waseso juga menyebutkan, Bulog masih memiliki stok beras impor dari 2018. Adapun dari total pengadaan sebanyak 1.785.450 ton beras, masih tersisa 275.811 ton beras belum tersalurkan. Dari jumlah tersebut, 106.642 ton di antaranya merupakan beras turun mutu.
Kemudian pada tanggal 18 Maret 2021, dalam rapat kerja yang berbeda dengan Komisi IV DPR RI, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengeluarkan pernyataan yang membingungkan bagi masyarakat, Syahrul menyebut dengan tegas bahwa impor 1 juta ton beras tersebut baru berupa wacana.
Namun, Syahrul menyebutkan bahwa Kementeriannya tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk menolak rencana impor beras. Ia hanya menegaskan bahwa pihaknya menyarankan agar mengutamakan penyerapan gabah petani. Karena menurutnya, hal tersebut yang harus didahulukan untuk mencukupi kebutuhan beras nasional.
ADVERTISEMENT
Sehari setelahnya pada tanggal 19 Maret 2021, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi giliran membuka suara, Lutfi memastikan rencana impor beras tidak akan dilaksanakan selama masih ada masa panen raya.
Namun, setelah itu tetap dilaksanakan rencana impor beras. Karena, menurutnya selama masa panen raya ini, banyak gabah yang basah sehingga tidak bisa dijadikan stok beras di gudang Bulog. Hal itu menyebabkan target stok beras yang sudah ditetapkan sulit tercapai. Sampai saat ini, menurut Lutfi, Bulog baru bisa menyerap 85 ribu gabah petani dari target yang seharusnya 1 hingga 1,5 juta ton beras.
Meskipun ditambah dengan sisa stok beras tahun lalu dan sisa beras impor yang turun mutu, stok beras di Bulog tak mencapai 500.000 ton beras. Hal ini menurut Lutfi merupakan stok yang terendah dalam sejarah.
ADVERTISEMENT
Lalu pada tanggal 22 Maret 2021, para petani pun menolak dengan keras rencana impor beras yang akan dilakukan oleh pemerintah. Para petani tersebut meminta pemerintah untuk menyerap hasil panen petani dibandingkan dengan impor beras. Apalagi dengan harga gabah kering di tingkat petani yang terus menurun sejak memasuki masa panen raya.
Riswanto, salah satu petani menyebutkan bahwa harga gabah kering yang sebelumnya seharga Rp 500 ribu per kuintal, sekarang turun menjadi Rp 350 ribu. Meski harga sudah turun, hasil panen ini juga jarang ada pembelinya. Untuk itu petani meminta agar pemerintah membeli gabah dari petani ini.
Karena dikhawatirkan harga gabah akan semakin merosot jika pemerintah tidak segera turun tangan. Hasil panen yang tidak terserap pasar jika terus disimpan maka akan membuat stok meningkat dan otomatis membuat harga turun.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, pada tanggal 26 Maret 2021, Presiden Jokowi menanggapi mengenai masalah impor beras. Jokowi memastikan tidak ada beras impor yang masuk ke RI sampai Juni 2021.
Diketahui kemudian, upaya impor beras itu berasal dari MoU soal impor beras dengan Thailand dan Vietnam. Namun, menurut Jokowi MoU itu dibuat hanya untuk berjaga-jaga. Mengingat situasi pandemi yang penuh dengan ketidakpastian.
Akibat Munculnya Rencana Impor Beras
Rencana pemerintah untuk mengimpor 1 juta ton beras di tengah surplus beras tahun ini dan saat akan panen raya sekitar bulan Maret dan April menuai polemik dan perdebatan panjang. Menurut Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, keputusan impor beras ini sudah diperhitungkan dengan matang dan bertujuan untuk memenuhi cadangan stok beras Bulog. Mendag mengatakan bahwa ia siap mundur apabila kebijakan impor beras tahun ini terbukti salah. Kebijakan impor beras ini menuai kontra, salah satunya berasal dari Direktur Utama Perusahaan Umum Bulog, Budi Waseso yang kerap disapa Buwas.
ADVERTISEMENT
Buwas meminta agar pemerintah tidak terburu-buru untuk melakukan kebijakan impor beras pada perusahaan yang dipimpinnya karena saat ini petani akan memasuki masa panen raya dan hingga 25 Maret 2021, Bulog masih memiliki stok beras sebanyak 923 ton. Buwas mengatakan kita harus membuktikan bahwa produksi dalam negeri cukup karena Bulog sampai saat ini terus menyerap beras hasil petani.
Dirut Bulog Budi Waseso mengatakan bahwa sampai tahun depan Indonesia sebenarnya tak membutuhkan impor beras. Sampai saat ini, klaim Buwas, stok beras yang berada di gudang Bulog mencapai 2,4 juta ton. Jumlah itu berasal dari produksi lokal ditambah kiriman impor dari kebijakan lama yang baru direalisasikan. Apa pun alasan pemerintah untuk melakukan impor beras menjelang masa panen dinilai tidak masuk akal. Selama ini penentuan harga penjualan beras terus merugikan pihak petani karena harga gabah kering yang tidak menutup ongkos produksi. Saat ini di pasaran, harga jual gabah dan beras di tingkat petani terus mengalami penurunan yang berarti menunjukkan terjadinya surplus di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kita tidak mengetahui apa yang ada pada pikiran pemerintah saat ini. Apa pun alasan pemerintah untuk melakukan impor beras menjelang masa panen dinilai tidak masuk akal. Selama ini penentuan harga penjualan beras terus merugikan pihak petani karena harga gabah kering yang tidak menutup ongkos produksi. Saat ini di pasaran, harga jual gabah dan beras di tingkat petani terus mengalami penurunan yang berarti menunjukkan terjadinya surplus di masyarakat.
Masuknya beras impor akan merugikan bagi petani dan juga pemerintah. Bagi petani akan dirugikan jika hasil panen tidak terserap oleh pemerintah serta terjadinya penurunan harga secara drastis di tingkat petani. Keputusan tersebut tentunya akan membuat petani menjadi sengsara, karena nantinya beras yang ada akan meningkat sehingga membuat harga beras menjadi rendah. Kebijakan ini akan mendorong spekulan dan pedagang gabah menurunkan harga pembelian gabah petani. Stok beras di gudang Bulog masih melimpah dan Indonesia sedang menghadapi musim panen. Untuk itu diberharapkan pemerintah menunda impor beras yang pelaksanaannya hampir bersamaan dengan waktu panen raya.
ADVERTISEMENT
Namun, Perum Bulog juga harus memaksimalkan penyerapan beras di tingkat petani terutama di panen raya Maret-April ini. Pemerintah pun harus menjamin petani bisa menikmati keuntungan dalam menanam padi serta memastikan petani menerima harga pembelian gabah yang layak. Jika kondisi ini terwujud maka petani akan tetap antusias dalam menanam padi. Sedangkan, bagi pemerintah tentunya akan dirugikan saat stok Bulog melimpah, karena selain harus menyerap hasil petani ditambah juga dengan impor beras, maka nantinya beras tersebut tidak akan mampu terserap oleh pasar yang mengakibatkan rusaknya cadangan beras pemerintah. Pemerintah berdalih keputusan impor beras untuk antisipasi jika sewaktu-waktu masyarakat kekurangan beras. Akan tetapi, keputusan tersebut dinilai sangat kurang bijak karena mengorbankan dan mengabaikan kesejahteraan rakyat kecil seperti petani yang mendapat penghasilan hanya 6 bulan sekali. Ada apa dengan pemerintah?
ADVERTISEMENT
Namun rencana kebijakan impor beras akhirnya ditunda hingga bulan Juli oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Padahal sebelum-sebelumnya, presiden juga kukuh dalam menyetujui kebijakan tersebut. Ternyata kebijakan tersebut akhirnya ditunda, Presiden Jokowi memastikan bahwa sampai bulan Juni 2021 tidak akan ada beras impor yang masuk ke Indonesia. Pernyataan Presiden Jokowi tersebut mengakhiri polemik rencana impor beras setelah Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyebut impor beras perlu dilakukan untuk menjaga stok beras nasional dan menstabilkan harga.