Konten dari Pengguna

Algoritma Media Sosial Menjebak Kita dalam Siklus Brain Rot

Annisa Rahma Lila
Mahasiswi - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta- Komunikasi dan Penyiaran Islam
28 Januari 2025 15:15 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa Rahma Lila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Algoritma Sosial Media Penyebab Brain Rot, Sumber: Unsplash/Annisa Rahma Lila
zoom-in-whitePerbesar
Algoritma Sosial Media Penyebab Brain Rot, Sumber: Unsplash/Annisa Rahma Lila

Dalam era digital yang semakin berkembang pesat, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dari bangun tidur hingga kembali ke peraduan, banyak orang menghabiskan waktu mereka dengan menggulir layar ponsel, terjebak dalam lautan konten yang seolah tak ada habisnya. Namun, di balik kenyamanan dan hiburan yang ditawarkan, ada fenomena brain rot yang semakin mengkhawatirkan

ADVERTISEMENT
Istilah brain rot mengacu pada kondisi di mana seseorang mengalami penurunan kemampuan berpikir kritis dan konsentrasi akibat konsumsi konten dangkal secara berlebihan. Fenomena ini tidak terjadi begitu saja, melainkan dipicu oleh algoritma media sosial yang secara cerdik menyajikan konten yang semakin mengurung pengguna dalam siklus tanpa akhir. Lalu, bagaimana sebenarnya algoritma media sosial bekerja, dan mengapa kita sulit keluar dari jeratannya?
ADVERTISEMENT

Cara Algoritma Media Sosial Bekerja

Media sosial seperti TikTok, Instagram, YouTube, Twitter (X), dan Facebook memiliki algoritma yang berfungsi untuk memahami preferensi pengguna. Algoritma ini bekerja dengan cara menganalisis perilaku digital seseorang, termasuk konten yang disukai, dibagikan, dikomentari, dan berapa lama seseorang menghabiskan waktu pada suatu postingan.
Algoritma kemudian mempelajari pola ini dan menyajikan lebih banyak konten serupa, menciptakan pengalaman yang dipersonalisasi untuk setiap pengguna. Meskipun tujuan awalnya adalah meningkatkan pengalaman pengguna, hasil akhirnya sering kali membuat seseorang terjebak dalam “echo chamber”—lingkaran informasi yang sempit dan berulang-ulang.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks brain rot, elemen-elemen ini berperan besar dalam membentuk pola konsumsi pengguna. Algoritma yang terus menyajikan konten viral dan cepat konsumsi cenderung menekan minat pada konten yang lebih mendalam dan edukatif. Hal itu juga mengakibatkan pola konsumsi pengguna jadi terbiasa dengan informasi instan yang tidak memerlukan analisis mendalam sehingga memperparah siklus brain rot.
Salah satu strategi utama yang membuat kita sulit keluar dari siklus brainrot adalah konsep “For You Page” (FYP) pada TikTok dan fitur ‘Endless Scroll’ di berbagai platform lainnya.
Dengan FYP, pengguna tidak perlu mencari konten yang ingin ditonton karena konten akan datang dengan sendirinya berdasarkan analisis algoritma. Hal ini membuat pengguna menghabiskan lebih banyak waktu di platform tanpa sadar, karena selalu ada video baru yang menarik perhatian mereka.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, fitur Endless Scroll memastikan tidak ada titik akhir dalam pengalaman menjelajah media sosial. Pengguna terus aktif di media sosial tanpa henti karena selalu ada konten baru yang muncul, menciptakan ilusi bahwa ada sesuatu yang lebih menarik menunggu di layar ponsel kita. Hal ini memperparah fenomena brain rot, di mana pengguna tanpa sadar terus mengonsumsi konten tanpa refleksi mendalam, mengurangi kemampuan otak dalam berpikir kritis dan menganalisis informasi secara kompleks.

Brainrot: Dampak Buruk dari Konsumsi Konten Instan

Mengutip dari laman California Prime Recovery “Situs jejaring sosial dapat memiliki efek langsung dan tidak langsung pada kesehatan otak bahkan kejiwaan. Stimulasi konstan dan respons emosional yang dipicu oleh media sosial dapat memperburuk gejala penurunan kognitif atau gangguan emosional yang terkait dengan brain rot”
ADVERTISEMENT
Brain rot dapat berdampak luas pada berbagai aspek kehidupan, di antaranya:
Pengaruh ini menyebabkan berkontribusi terhadap penurunan fungsi otak secara bertahap, yang menyebabkan gejala-gejala seperti kehilangan ingatan, kebingungan, dan perubahan perilaku.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain Oxford University Press mendefinisikan “Brain rot” mengacu pada kemerosotan kondisi mental atau intelektual seseorang, terutama akibat dari konsumsi materi yang berlebihan, seperti saat ini konten online yang dianggap sepele atau tidak menantang. Fenomena ini memiliki hubungan yang signifikan bagi kehidupan sehari-hari, memengaruhi berbagai aspek kesejahteraan sosial dan produktivitas individu. Terdapat kekhawatiran utama adalah dampak pada fungsi kognitif dan membuat penurunan fungsi otak menjadi sulit untuk terlibat dengan ide-ide kompleks dan diskusi intelektual.
Fenomena brain rot bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sepele. Media sosial yang awalnya diciptakan untuk memudahkan akses informasi dan interaksi sosial kini justru menjadi alat yang membuat kita semakin terjebak dalam pola pikir dangkal. Algoritma yang bekerja untuk mempertahankan perhatian pengguna secara tidak langsung menciptakan kondisi di mana kita sulit melepaskan diri dari konsumsi konten yang dangkal dan repetitif. Mari menjadi pengguna media yang aktif bukan pasif yang dapat mengendalikan media, bukan sebaliknya.
ADVERTISEMENT