Alur Liku Kehidupan Minyak Goreng

Annisa Sabila
Perkenalkan saya Annisa, saat ini saya masih menjabat sebagai mahasiswa di Universitas Brawijaya, Indonesia. Jika ingin mengetahui lebih lanjut, dipersilahkan untuk melihat di media sosial yang saya punya. Terima kasih :)
Konten dari Pengguna
5 Juni 2022 21:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa Sabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi minyak goreng, Sumber gambar: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi minyak goreng, Sumber gambar: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kasus kelangkaan minyak dan lonjaknya harga minyak goreng sawit pada awal 2022 lalu yang membuat masyarakat menjerit adalah kasus yang sangat rumit. Yang awalnya muncul sebuah rumor bahwa ada dalang dibalik semua ini, ternyata terjadi. Kejaksaan Agung telah menetapkan 4 orang tersangka yang salah satunya adalah orang dari pemerintahan itu sendiri.
Seperti apa kronologi dari kasus minyak ini? mari kita coba untuk menjabarkannya!
Masalah adalah sebuah batu loncatan supaya bisa menjadi lebih baik kedepannya. Diawali pada kenaikan harga minyak goreng sawit pada akhir 2021. Pastilah kita bertanya-tanya, mengapa bisa harga minyak goreng sawit harganya naik hingga 100%? Disini memang sudah diperkirakan harga minyak akan melambung naik. Melambungnya harga minyak disebabkan oleh faktor utama yakni, kenaikan harga CPO (crude palm oil) Internasional. Apa itu Crude Palm Oil? atau yang biasa disingkat CPO adalah minyak yang dihasilkan dari kelapa sawit. Mengapa bisa naik? Ini disebabkan karena terjadinya produksi CPO di negara produsen akibat pandemi Covid-19 serta gangguan cuaca, permintaan CPO mengalami kenaikan di pasar domestik maupun pasar ekspor, kenaikan harga komoditas energi seperti minyak mentah; gas; dan batu bara, dan yang terakhir ada gejala commodity super cycle di masa pandemi Covid-19 dimana ini melahirkan fenomena spekulasi di pasar komoditas termasuk pasa pasar CPO yang menyebabkan bertambahnya uang beredar sehingga memicu inflasi.
ADVERTISEMENT
Setelah membahas mengenai mengapa harga minyak goreng sawit meroket tinggi di Indonesia, pasti kita bertanya-tanya, lantas apa yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng sawit? Padahal jika kita melihat saat itu, rak-rak minyak goreng sawit kosong melompong. Mari kita jabarkan!
Tidak ada yang sempurna dari diri kita, hanya milih Tuhan lah kesempurnaan itu. Akibat dari kenaikan harga minyak goreng sawit di pasar internasional, tentunya menggiurkan banyak pihak yang lebih melakukan ekspor ke luar daripada mencukupi kebutuhan minyak goreng sawit dalam negeri. Alhasil, kelangkaan minyak dimana-mana. merespon hal tersebut, pemerintah menerapkan kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) dan DPO (Domestic Price Obligation). Kebijakan DMO ada supaya eksportir mempunyai kewajiban untuk memasok minyak goreng terlebih dahulu ke dalam negeri sebesar 20% dari total ekspor masing-masing. Kemudian untuk DPO adalah penetapan harga yakni Rp 9.300/kg.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag I. G. Ketut Astawa mengatakan jika melihat pada sisi produsen, harusnya produksi minyak goreng yang berjalan saat ini dapat mencukupi kebutuhan domestic. Asumsinya, perhitungan produksi seluruh pabrik minyak goreng dan kebutuhan minyak goreng di masyarakat, seharusnya minyak goreng itu membanjiri pasar dalam negeri dalam waktu dekat. Namun kenyataannya, bukannya banjir minyak goreng yang ada melainkan minyak goreng semakin langka dan semakin menghilang di pasaran. Hmmm… mengapa ya?
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi bersama pasukannya terjun ke lapangan untuk mencari tahu, apa sih sumber dari langkanya minyak ini. Satgas Pangan di sumatera Utara termasuk juga Kalimantan menemukan bahwa ada oknum-oknum yang memang sengaja menimbun minyak goreng. Masalah kelangkaan ini di data ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor pertama adalah karena pemilik kebun kelapa sawit ketika berinteraksi dengan pabrik kelapa sawit dan juga berinteraksi dengan perusahaan minyak goreng. Masalahnya adalah pabrik kelapa sawit tidak memiliki kewajiban untuk menjalankan DMO, jika dia tidak ekspor. Akhirnya banyak pabrik kelapa sawit menahan ekspor sehingga tidak wajib untuk melaksanaakan kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Faktor kedua, menurut seorang ekonom Faisal Basri, Ia melihat adanya pergeseran konsumsi CPO. Pergeseran konsumsi? Iya pergeseran konsumsi yang mulanya industri pangan menjadi industri biodiesel. Ini mulai terjadi sejak pemerintah menetapkan program B-20 di tahun 2020. Program ini ternyata mewajibkan pencampuran 20% biodiesel dengan bahan bakar minyak jenis solar. Untuk memberikan pengetahuan mengenai biodiesel, adalah bahan bakar alternatif yang berasal dari bahan alami yang terbarukan seperti minyak nabati dan hewani. Biodiesel dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk kendaraan bermesin. Perlu diketahui juga, biodiesel ini diproduksi dengan bahan baku seperti pohon jarak, kelapa sawit, pohon randu, kelapa, kecipir, kelor, akar kepayang, ketiau, randu, bintaro, sirsak, srikaya serta potensi minyak nabati dan lemak hewani lain di Indonesia. Namun, bahan bakar biodiesel utama yang digunakan di Indonesia adalah minyak kelapa sawit (CPO).
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi menegaskan supaya meninggalkan ketergantungan terhadap energi fosil dengan menggunakan energi terbarukan yang dengan salah satu caranya adalah mendorong produksi biodiesel. Oleh karena produksi minyak kelapa sawit di Indonesia dibilang sangat besar, adanya program B-20 ini membuat CPO untuk biodiesel semakin meningkat. Dari 5,83 juta ton pada tahun 2019 menjadi 7,23 juta ton pada tahun 2020. Sebaliknya, konsumsi industri pangan turun menjadi 9,86 juta ton pada tahun 2019 menjadi 8,42 juta ton pada tahun 2020. Kenaikan porsi biodiesel ini diperkirakan akan naik seiring dengan peningkatan campuran CPO dalam biodiesel melalui program B-30 yang mengandung biodiesel 30%.
Faktor ketiga adalah karena memang ada hambatan di jalur pendistribusian. Banyak produsen kelapa sawit ternyata tidak memasok bahan bakunya (CPO) atau tidak berbisnis minyak goreng. Alasan selanjutnya adalah banyak produsen minyak goreng yang tidak memiliki kebun kelapa sawit sendiri kesulitan mendapatkan bahan baku. Kemudian alasan lain yang menjadi penyebab tersendatnya pendistribusian minyak goreng adalah karena eksportir kelapa sait umunya berada di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan, sedangkan Pulau jawa adalah pasar terbesar minyak goreng.
ADVERTISEMENT
Faktor keempat adalah karena kondisi diatas diperparah dengan adanya kecurangan di bagian hili. Kecurangan ini maksudnya adalah ketika minyak goreng masuk di pasaran, masyarakat langsung memborong lalu disimpan dan dijual ketempat lain dengan membawa keuntungan pribadi. Inilah hal yang juga perlu dikontrol oleh pemerintah selain mengontrol dibagian hulu.
Faktor kelima adalah karena kebijakan HET minyak goreng sawit yang dikeluarkan pemerintah. Perlu diketahui bahwa HET minyak goreng sawit tercantum harga minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, harga minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter dan harga kemasan premium Rp 14.000 per liter. Inilah yang menyebabkan pedagang yang masih memiliki stok minyak dengan harga lama sebelum adanya kebijakan HET, tidak berani menjual stok minyak karena selisih harga yang sangat besar.
ADVERTISEMENT
Manusia adalah makhluk Tuhan yang menjadi aktor dalam lika-liku kehidupannya. Jadi, wajar jika aktor tersebut memilih untuk menjadi protagonist atau antagonist. Perlu kita ketahui bahwa ketiga kebijakan untuk minyak goreng sawit sudah dicabut. Pada kebijakan DMO dan DPO, respon pemerintah malah membuat kekacauan pasokan komoditas minyak goreng. Saat itulah produk minyak goreng mulai menjadi lebih langka di pasaran. Pada saat HET, bukannya malah membanjiri, malah menjadi semakin langka. Mengapa bisa begini? Para Pengusaha diduga mencari celah agar bisa mengekspor tanpa mengindahkan ketentuan wajib pasok dan wajib harga CPO. Yang pada akhirnya, regulasi ini berbuntut penetapan tersangka Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan oleh Kejaksaan Agung. Kemudian dengan 3 tersangka lainnya merupakan petinggi produsen/eksportir minyak sawit.
ADVERTISEMENT
Awal masalah terjadi saat harga minyak goreng melambung tinggi. Dari Data Informasi Pangan Jakarta, harga minyak goreng curah, pada titik Rp 18.711 per kilogram, dan harga tertinggi berada pada titik Rp 20.000 per kilogram. Sementara minyak goreng premium ada pada Rp 25.000 pe kilogram. Upaya mengatasi hal tersebut, pemerintah mengelurakan kebijakan HET yang sudah dijelaskan sebelumnya. Namun, kebijakan ini tidak berjalan dengan mulus karena harga minyak goreng tetap mahal dan semakin langka.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengumumankan kebijakan DMO dan DPO untuk CPO. Selain itu mulai 1 Februari 2022 berlaku HET untuk berbagai jenis minyak goreng. Namun, kebijakan ini tidak pastinya menemui rintangan karena saat HET diterapkan, Ibu-Ibu rumah tangga mulai panik dan menyerbu pasar modern maupun tradisional. Ibu-Ibu ini panik karena pembelian minyak goreng dibatasi seorang hanya boleh membeli 2 liter minyak goreng saja. Tidak hanya itu, antrean sepanjang tol cikampek terjadi hanya untuk membeli 1 liter minyak goreng. Tak heran jika minyak goreng di pasaran sering kehabisan stok. Kala itu juga, ada isu mengenai mafia minyak goreng. Hingga akhirnya Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyampaikan resmi mencabut HET minyak kemasan yang ada di Peraturan Menteri Dagang sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Tak hanya HET yang dicabut, kebijakan wajib pasok kebutuhan dalam negeri (DPO) dan penetapan harga minyak sawit atau CPO juga dicabut. Semenjak dicabut, Lutfi mengakui ada mafia minyak goreng. Hal ini Ia sampaikan saat rapat dengan Komisi VI DPR RI pada 17 Maret 2022. Lutfi mulai mencium adanya mafia minyak goreng di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, dan Surabaya. Kecurigaan ini karena adanya perbedaan pasokan minyak goreng di data Kemendag dengan di lapangan. Distribusi minyak goreng sebenarnya melimpah namun ternyata di pasaran langka. Lutfi mengendus adanya oknum yang mengambil kesempatan. Apalagi 3 kota tersebut merupakan pusat industri dan pelabuhan.
Dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Lutfi mengatakan pihaknya dan kepolisian telah menggenggam calon-calon tersangka mafia minyak goreng yang berjanji akan diumumkan Senin pekan depan pada tangga 21 Maret 2022. Lutfi juga mengungkap modus dari mafia minyak goreng.
ADVERTISEMENT
1) Minyak goreng curah subsidi dialirkan ke industri menengah ke atas
2) Minyak goreng curah subsidi di-repacking menjadi minyak goreng premium
3) Minyak goreng subsidi dialirkan ke luar negeri
Namun, saat akan diumumkan, tidak ada satupun pihak dari Kemendag hingga Kepolisian yang bisa memberikan penjelasan terkait calon-calon tersangka itu. Hingga akhirnya tidak ada pengumuman untuk mengungkap siapa dalang dibalik masalah minyak goreng.
Pihak Kemendag mengungkapkan masih sedikit bukti untuk menetapkan siapa pelaku mafia minyak goreng. Selang beberapa hari kemudian, Kejaksaan Agung yang mengumumkan siapa dalang dibalik masalah kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Ini langsung disampaikan oleh Jaksa Agung Burhanuddin yang mengungkap bahwa Dirjen Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana telah menerbitkan kepada sejumlah perusahaan, yakni Permata Hijau Croup, Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas atas persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya.
ADVERTISEMENT
Memang benar ini adalah kasus yang rumit. Penyebab masalah kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng yang terjadi di Indonesia tidak hanya bersumber pada hulu saja, tapi juga bermasalah pada hilirnya. Kemudian terkuaknya dalang dibalik kelangkaan minyak goreng yang dipelopori anggota dari pemerintahan sendiri yang telah mengeluarkan persetujuan ekspor kepada 4 perusahaan besar. Maka dari itu, penting untuk dilakukan perbaikan-perbaikan karena Indonesia sendiri adalah negara hukum dimana penyelenggaraan negara bertumpu pada hukum yang berlaku di negara tersebut.
Pertama, implementasi penyelenggaraan negara harus dilaksanakan dengan semangat Pancasila. Dimana dari Pancasila sendiri kita perlu memahami nilai-nilai dasar Pancasila sebagai pedoman hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kedua, masyarakat juga diajak dalam mengawasi kinerja dan program-program pemerintahan
ADVERTISEMENT
Dengan dilakukannya hal-hal diatas dengan baik, maka perwujudan cita-cita negara Indonesia dan tujuan utama negara akan terwujud.