Menengok Peternakan Sapi Potong Bercermin Dari Aksi Mogok Pedagang Daging Sapi

Anthony Thaufan M
Calon Perencana di Biro perencanaan Kementerian Pertanian
Konten dari Pengguna
31 Januari 2021 21:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anthony Thaufan M tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu di Jabodetabek sempat terjadi pemogokan pedagang daging sapi. Hampir seminggu pedagang melakukan mogok berjualan. Hal tersebut tentunya cukup merepotkan masyarakat yang membutuhkan daging sapi.
ADVERTISEMENT
Untungnya, mogok memang tidak terjadi terlalu lama. Sehingga masyarakat dapat kembali menikmati daging sapi segar.
Di Indonesia, protes dari pelaku usaha komoditas pertanian dan peternakan sering terjadi. Hampir setiap bulan selalu saja ada pelaku komoditas pangan yang tidak puas dengan harga dan melakukan protes. Dan kesemuanya dilandasi oleh persoalan sama yaitu mengenai harga.
Memang sangat sulit mengatur harga komoditas pangan. Kecuali pemerintah menentukan harga batas pada komoditas pangan di tingkat pedagang dan petani dengan sanksi yang tegas.
Kebijakan harga tersebut tentunya akan menimbulkan beberapa resiko. Jika harga atas atau bawah tidak sesuai dengan biaya yg dikeluarkan. Maka ditakutkan petani tidak mau bertani lagi atau pedagang yang enggan berjualan kembali. Meski begitu, kebijakan harga tersebut pantas dicoba di beberapa komoditas pangan penting di masyarakat.
Foto oleh Raul Corrado dari Pexels

Penyebab Mogok Pedagang Daging Sapi Jabodetabek

Asal mula mogok pedagang terjadi dikarenakan harga daging sapi segar yang naik dari 110 ribuan menjadi 120-130 ribuan per kg. Karena hal tersebut pedagang kemudian melakukan aksi berhenti menjual daging sapi selama hampir seminggu.
ADVERTISEMENT
Pedagang beranggapan kenaikan harga yang terjadi akan mengurangi jumlah permintaan masyarakat. Namun sebenarnya hal tersebut belum memberikan alasan kuat mogok para pedagang.
Pertama, di Indonesia daging segar masih lebih diminati pembeli rumah tangga dibanding daging beku. Maka permintaan daging sapi segar akan tetap ada, meski daging beku lebih murah. Kedua, pedagang pasar juga tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk merubah struktur harga yang terjadi.
Ketiga, kerugian sendiri bagi pedagang dan masyarakat. Pedagang pasar tentunya yang akan kehilangan pemasukan selama beberapa hari dan masyarakat yang membutuhkan kesulitan mencari daging segar di pasaran.
Meski pemogokan merupakan tindakan yang kurang tepat dalam menghadapi perubahan harga ini. Harga tinggi dari daging sapi tetap perlu menjadi perhatian bersama bagi pemerintah dan pelaku usaha di komoditas daging sapi.
ADVERTISEMENT

Menengok Peternakan Sapi Potong Nasional

Alasan yang diberikan asosiasi pengusaha sapi akan tingginya harga adalah faktor naiknya harga bakalan sapi. Perlu diketahui komponen biaya terbesar dari usaha ternak sapi adalah bakalan sapi.
Bahkan di beberapa penelitian, hampir 80% biaya dihabiskan di komponen ini. Berbeda dengan ternak unggas, dimana pakan menjadi komponen biaya yang lebih besar. Sedangkan di industri sapi persentase biaya pakan tidak sebesar biaya pengadaan bakalan sapi.
Saat ini Indonesia masih mengandalkan bakalan sapi dari luar negeri, yaitu dari Australia. Industri bakalan di Indonesia masih belum cukup untuk mensuplai industri penggemukan sapi yang ada.
Kemudian, faktor penyebab mahalnya daging sapi berikutnya adalah biaya distribusi yang mahal. Dengan pertimbangan Indonesia sebagai negara kepulauan, maka mengirimkan komoditas sapi dari pulau ke pulau menjadi sebuah tantangan tersendiri.
ADVERTISEMENT
Mungkin perlu ada inovasi dalam distribusi sapi saat ini. Misalnya pengiriman dari kawasan penghasil sapi dapat dilakukan bukan dalam bentuk sapi hidup melainkan daging beku .
Hal tersebut tentunya akan sedikit mengurangi faktor biaya pengiriman. Tinggal bagaimana nantinya edukasi ke masyarakat untuk menggeser preferensi daging segar menjadi daging beku.

Kebijakan Pemerintah di Sektor Hulu

Kementerian Pertanian berbagi peran dengan Kementerian Perdagangan dalam menjaga ketahanan pangan di masyarakat. Kementerian perdagangan di sisi permintaan, menjaga distribusi dan harga agar semua lapisan masyarakat dapat mengakses komoditas pangan.
Sedangkan Kementerian Pertanian di sisi penawaran, menjaga pasokan dan harga di tingkat petani/peternak agar komoditas pangan dapat didapatkan oleh masyarakat dengan tetap melindungi petani/peternak. Mari kita tilik kebijakan pemerintah saat ini diambil dari sisi penawaran.
ADVERTISEMENT
Kembali ke komoditas sapi, saat ini kebutuhan konsumsi di Indonesia menurut BPS di tahun 2019 adalah sebesar 686.270 ton/tahun. Sedangkan produksi hanya sebesar 490.420,8 ton. Indonesia masih cukup jauh untuk menjadi negara swasembada daging sapi.
Melihat masih kurangnya produksi sapi maka perlu adanya kebijakan peningkatan produksi. Di Kementerian Pertanian dalam rakernas 2021, telah dicanangkan Program Super Prioritas berupa Implementasi Pengembangan 1.000 Desa Sapi. Yang dalam arahan Menteri Pertanian nantinya akan dikembangkan sebanyak 10.000 Desa Sapi. Program ini ditujukan untuk peningkatan produksi daging sekaligus mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Program berikutnya adalah meningkatkan jumlah sapi indukan sehingga bisa meningkatkan produksi bakalan sapi. Sudah ada Permentan mengenai hal ini, mulai dari larangan memotong ternak betina produktif hingga kewajiban eksportir menyertakan satu sapi indukan dari lima sapi bakalan yang diimpor. Namun perlu usaha lebih gigih dari pemerintah untuk menegakan peraturan yang ada.
ADVERTISEMENT
Selain program-program peningkatan produksi sapi, juga perlu direncanakan pengembangan di hilir. Kegiatan hilirisasi produk diharapkan masih bisa berada pada kawasan sentra. Hal tersebut akan memberikan efisiensi biaya pada rantai tata niaga. Dan juga akan ikut menggerakan ekonomi di kawasan.
Sehubungan dengan hal tersebut, program pengembangan Korporasi petani/peternak yang diinisiasi oleh Presiden dan ditugaskan kepada Kementerian Pertanian perlu segera dilaksanakan. Korporasi petani/peternak ini akan membangun pertanian/peternakan dari hulu hingga hilir dengan melakukan perubahan manajemen petani/peternak.
Berbagai program diatas perlu dilaksanakan dengan banyak kerja keras dari Kementerian Pertanian. Melihat kondisi saat ini yang masih jauh dari ideal, maka perlu kerja lebih keras oleh pemerintah dalam menjaga akses daging sapi bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT