Konten dari Pengguna

Berebut Dukungan Banteng : Politisi Pemarah Atau Anak Muda Tidak Berpengalaman

13 Maret 2020 13:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anwar Saragih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto : Tribun Medan

zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto : Tribun Medan

ADVERTISEMENT
"Keputusannya ada pada Ketua Umum Megawati Soekarnoputri". --Bahasa itu jamak keluar dari ucapan fungsionaris partai PDI Perjuangan pelbagai tingkatan dari cabang (kota), daerah (provinsi) hingga DPP (pusat) ketika diajukan pertanyaan : Siapa yang akan diusung PDI Perjuangan di Pilkada Kota Medan ?
ADVERTISEMENT
Sejak Walikota Dzulmi Eldin mendeklarasikan diri (selanjutnya tersangka KPK) tidak maju di Pilkada Kota Medan. Nama Akhyar Nasution populer dilingkaran internal PDI Perjuangan. Alasannya selain berstatus petahan, Akhyar merupakan bagian dari koalisi besar 7 (tujuh) partai politik : PDI Perjuangan, Partai Golkar, PKS, PPP, PKPI, PAN, PBB di Pilkada Kota Medan 2015 mendampingi Dzulmi Eldin.

Pasangan Eldin-Akhyar, kala itu meraih 71,72% suara, memenangi pertarungan head to head melawan pasangan calon Ramadhan Pohan-Eddie Kusuma yang diusung Partai Demokrat, Partai Gerindra dan Hanura, yang meraih 28,28% suara.
ADVERTISEMENT

Artinya nama Akhyar Nasution adalah primadona perpolitikan Kota Medan,setidaknya untuk mengemban perubahan status dari bakal calon ke calon kepalda daerah di Pilkada Medan 2020. Sampai nama Bobby Nasution, menantu Presiden Jokowi benar-benar meruak di pelbagai pemberitaan bahwa dirinya berniat maju di Pilkada Kota Medan dari PDI Perjuangan.

Jelas nama Bobby Nasution adalah sebuah masalah besar secara politik bagi Akhyar Nasution. Alasannya selain ingin menumpangi perahu yang sama yaitu PDI Perjuangan, keduanya sama-sama bermarga Nasution yang membuat secara elektoral kedua nama ini mustahil untuk disandingkan menjadi pasangan calon walikota/wakil walikota.

Pertanyaanya bagaimana diferensiasi antara : Akhyar Nasution atau Bobby Nasution dalam branding personalnya ?
ADVERTISEMENT

Akhyar secara personal dikenal sebagai salah satu tokoh nasionalis di Kota Medan. Selain menghabiskan masa mudanya di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)--Sebuah organisasi mahasiswa yang berideologi Marhaenisme Bung Karno. Akhyar sejak lama sudah menjadi kader PDI Perjuangan dan terpilih menjadi anggota DPRD Kota Medan 1999-2004.

Sebaliknya Bobby, tidak banyak bisa dijadikan referensi soal pengalaman organisasinya sewaktu mahasiswa. Meski begitu, keterikatan Bobby dengan partai politik secara keluarga cukup meluas. Kakak Bobby, Inge Nasution adalah anggota terpilih Partai Nasdem 2014-2019. Sementara dua pamannya : Doli Sinomba Siregar di Partai Golkar dan Herry Lontung Siregar di Partai Hanura.

Pada titik ini, keterikatan Bobby Nasution dengan PDI Perjuangan, sebelum akhirnya dirinya mendaftar sebagai anggota partai adalah bapak mertuanya Joko Widodo yang merupakan kader senior sekaligus Presiden Terpilih dua periode dari PDI Perjuangan.
ADVERTISEMENT

Meski begitu, catatan lain amat penting yang bisa menjadi kekuatan sekaligus kelemahan adalah keterikatan Akhyar dalam sistem pemerintahan dan bagian dari bobroknya pemerintahan Kota Medan 2015-2020.

Alasan logisnya meski tidak terlibat korupsi seperti Eldin, Akhyar adalah wakil walikota yang bawahannya 21 Kadis dan Direksi kini hilir mudik ke KPK atas saksi kasus suap Eldin.

Fakta politik Akhyar tidak terlibat suap/korupsi adalah kekuatan baginya. Fakta politik bahwa lingkarannya di Pemko Medan banyak terjerat suap/korupsi jelas adalah kelemahan. Karena bagaimanapun, pada pendekatan sistem antara walikota, wakil walikota dan kadis (SKPD) tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya.

Sementara, Bobby Nasution murni lepas dari isu korupsi di Kota Medan. Alasannya dirinya bukan pejabat pemerintah Kota Medan diperiode 2015-2020. Artinya pada konsep/tagline : Perubahan atau Medan Berkah, Bobby lebih siap menggunakannya.
ADVERTISEMENT

Diluar ragam persoalan di Kota Medan selama ini, seperti : sampah, banjir, kemacetan hingga birokrasi yang korup.

Catatan diferensiasi antara Akhyar dan Bobby terletak pada gestur dalam menghadapi situasi, baik di media konvensional atau media sosial.

Akhyar terkonstruksi sebagai sosok yang pemarah. Hal ini terlihat dari beberapa sikap reaksionernya pada media yang kerap meluapkan kemarahan pada wartawan ketika sedang wawancara. Selain itu, pada postingan media sosial melalui akun pribadinya di facebook, Akhyar kerap melontarkan bahasa-bahasa yang mengkonstruksikan dirinya mudah tersulut emosi. Citra Akhyar sebagai sosok pemarah terlihat otentik.

Sementara, Bobby lebih kalem di media konvensional dan media sosial. Entah karena minim pengalaman dan belum terlalu lama muncul dalam politik praktis, Ia terlihat sangat santai. Atau karena sikap pribadinya memang sangat ramah masih belum terlihat secara mendalam di masyarakat. Konstruksi citranya sampai hari ini, masih pada fakta politik bahwa Bobby Nasution adalah menantu Presiden Jokowi yang ramah.
ADVERTISEMENT

Rasanya pilihan PDI Perjuangan, antara Akhyar dan Bobby tidak seberat pilihan Gibran (anak Jokowi) atau Achmad Purnomo (Wakil Walikota Surakarta) di Pilwalkot Surakarta. Alasannya pertarungan Gibran dan Purnomo tidak hanya pada tataran lobby ke DPP PDI Perjuangan, tapi juga pada sosial media sebagai bagian dari pressure group (kelompok penekan) dalam opini pembanding pilihan akhir.

Meski begitu, beban Bobby untuk memenangkan Pilkada Medan lebih berat dibanding Akhyar. Alasannya Bobby belum punya pengaruh di pemko Medan, sementara Akhyar jika direkomendasikan partai memiliki kelebihan penguasaan terhadap birokrasi dengan potensi "merapikan" struktur SKPD, sebagai bagian yang amat penting dalam memenangkan Pilkada.

Artinya, masalah besar bagi Bobby jika Akhyar tidak mendukungnya. Sebaliknya, Akhyar tanpa beban jika Bobby menolak mendukungnya karena tidak terlalu punya pengaruh elektoral yang mengakar.
ADVERTISEMENT