Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pengaruh Feminisme dan Ketidakadaan Kesetaraan Gender dalam Hak Perempuan
26 Agustus 2022 14:53 WIB
Tulisan dari Dimas Rahmat Naufal Wardhana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ibaratkan peran yang sering dilakukan manusia yang di mana laki-laki selalu didepan perempuan, sehingga banyak keraguan yang dilalui oleh para perempuan. Tentu hingga saat ini banyak kejadian terhadap kesetaraan gender. Berbicara mengenai kesetaraan gender pada zaman dulu hak-hak perempuan sudah diperjuangkan pada abad 18 dimulai dengan merumuskan “feminisme” oleh seorang feminis asal Inggris yaitu Mary Wollstonecraft (1759-1799). Pada rumusan Wollstonecraft tersebut hak perempuan dianalisis dan hak perempuan dibatasi pada hukum dan adat (budaya) yang berkaitan dengan sistem ketatanegaraan suatu negara.
ADVERTISEMENT
Kupasan feminisme menurut Wollstonecraft mengarah kepada kurangnya pendidikan pada perempuan, sehingga mereka tidak mampu untuk melaksanakan hak-haknya yang tertinggal dari kaum laki-laki. Kiprah perempuan dalam keluarga pada masa itu dalam melaksanakan hak-haknya, baik sebagai individu (sebagai warga negara), sebagai ibu, sebagai istri, wajib dilaksanakan.
Hak-hak perempuan dibatasi oleh masalah reproduksi (kehamilan, kelahiran dan pengasuhan anak/seksualitas). Inilah yang menjadi ketertinggalan para perempuan dibandingkan dari laki-laki. Kemajuan perempuan untuk keikutsertaan dalam pembangunan baik sebagai pelaku maupun sebagai penikmat pembangunan perlu dianalisis dan difokuskan pada pekerjaan perempuan.
Bahwasannya penulis memberitahu kepada para perempuan yang di mana sejak zaman dulu sudah adanya permasalahan kesetaraan gender dan berupaya untuk memperbaiki kembali. Jadi penulis memberitahu kita dalam memperjuangkan diskriminasi perempuan pada saat ini harus berani menunjukkan bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin. Contoh seperti dalam lingkup kecil yaitu pada keluarga. Ketika suami sedang bekerja atau "Sudah meninggal dunia." Tentu sebagai seorang istri harus bisa mengelola dan mengatur layaknya seorang pemimpin atau kepala keluarga pengganti suami.
ADVERTISEMENT
Mungkin lunturnya kesetaraan gender telah terjadi, karena hawa nafsu dan berpakaian yang tidak wajar pada perempuannya sendiri. Kemudian peran penting perempuan dalam kehidupan sehari-hari.
Contohnya yang sudah berkeluarga, meski istrinya memiliki pendidikan yang tinggi tetap harus kembali lagi terhadap peran dia dalam menyusui, mengurus dapur, mengurus anak mereka yang masih bayi dan tidak bekerja, karena dilarang oleh suaminya.
Lalu ada contoh ketika perempuan belum berkeluarga dan masih mengejar jenjang pendidikan untuk membahagiakan keluarganya seperti dalam beroganisasi, peran perempuan disana kembali lagi kepada memasak atau di bagian organisasi disebut divisi konsumsi.
Kebanyakan para perempuan paling cepat mengikuti tren yang baru, karena mereka pasti memiliki teman sebaya dan disana terjadi yang namanya insecure antar teman, justru ini malah tidak baik. Pastinya setiap manusia, baik perempuan atau laki-laki punya haknya masing-masing, akan tetapi setiap hak yang dimiliki tentu memiliki batasan. Contoh hak perempuan mengikuti tren dengan mengadu kecantikan hingga aurat terbuka kemana-mana dan hal inilah yang membuat para buaya darat menggangu wanita bahkan hingga terjadi diskriminasi.
ADVERTISEMENT
Diskriminasi bukan hanya dari laki-laki kepada perempuan, tapi bisa saja dengan teman sebayanya yang sama-sama perempuan, karena masalah cinta monyet atau cinta segitiga yang tidak akan ada ujungnya. Dari sini perempuan perlu memiliki pendidikan, agar mereka ini memiliki pandangan yang bisa mengatasi dan membentuk kembali kesetaraan gender ini. Dengan perempuan memiliki martabat, dan kharisma layaknya seorang pemimpin maka lawan jenisnya yaitu laki-laki tidak akan macam-macam.
Perempuan juga manusia seperti halnya lawan jenisnya. Jadi hak perempuan adalah hak asasi manusia. Kita mengetahui HAM berlaku secara universal artinya semua orang berhak atas perindungan hak asasi dan kebebasannya. Pemenuhan setiap hak kita juga harus setara untuk semua orang dan bebas dari diskriminasi. Meski banyak kasus kekerasan berbasis gender yang di mana dapat membahayakan penyakit fisik, seksual, dan mental.
ADVERTISEMENT
Seringkali mendapatkan diskriminasi pada di tempat kerja, tempat umum. Menurut data dari artikel amnesty.id "rata-rata perempuan di seluruh dunia hanya memperoleh sekitar 77% dari penghasilan laki-laki untuk pekerjaan yang sama." Hal ini bisa menyebabkan kesenjangan ekonomi bagi perempuan, karena bisa menghambat perempuan untuk mandiri secara utuh, bahkan meningkatkan risiko kemiskinan di kemudian hari.
Kemudian menurut data Komnas Perempuan, dalam 12 tahun terakhir, kekerasan terhadap perempuan meningkat hingga 79,2%. Kasus kekerasan terhadap perempuan juga meningkat 63%. Sehingga selama pandemi COVID-19, dengan mayoritas korbannya perempuan dewasa terdapat korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebesar 59,82 persen.
Selain itu, menurut catatan tahunan Komnas Perempuan 2021, angka perkawinan anak meningkat sebesar 3 kali lipat, dari 23.126 kasus di tahun 2019, naik menjadi 64.211 kasus pada 2020. Kasus kekerasan berbasis gender siber (ruang online/daring) atau disingkat KBGO yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan juga meningkat dari 241 kasus pada tahun 2019 menjadi 940 kasus di tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Dari sekian data yang ada menandakan kesetaraan gender tidak baik-baik saja. Justru itu perlu adanya tindakan dari pemerintah terutama di bidang pendidikan. Dan sudah dari dulu banyak kegiatan yang diadakan sekolah maupun universitas di Indonesia, tinggal dari para pelajar perempuan mau bagaimana, akan tetapi kalo berdasar pada kesadaran diri butuh waktu lama, sehingga kita sebagai sesama manusia harus memberitahu dan mengingatkan. Tugas kita hanya seperti itu dan sisanya diserahkan pada diri sendiri oleh para perempuan.
Untuk melatih layaknya menjadi seorang pemimpin, maka di setiap sekolah hingga kuliah mengadakan acara khusus perempuan. Salah satunya ialah diksuswati nasional dan muslimah leadership camp (MLC). Yang di mana kedua acara ini diselenggarakan di salah satu organisasi mahasiswa UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta) yaitu IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah). Acara ini sendiri berperan penting memberi edukasi kepada perempuan bahwasannya ada hak yang dimiliki perempuan agar kesetaraan gender kembali pulih.
ADVERTISEMENT
Disana tidak ada yang namanya kesenjangan antar perempuan, semuanya sama memiliki kesempatan untuk berdiri dengan teguh. Hingga diri mereka masing-masing yang mau seperti apa kedepannya. Acara yang diadakan di IMM FISIP UMJ ini pasti banyak juga di universitas lain maupun tingkat sekolah. Diperlukan acara-acara seperti ini agar para perempuan bisa seperti Najwa Shihab, Maudy Ayunda yang di mana mereka menjadi idola untuk menggerakan hati para perempuan yang masih aktif sebagai pelajar maupun mahasiswi.
Kita bersama-sama memilki tujuan bahwa perempuan tidak boleh dipandang rendah, karena lingkungan terdekat penulis pun para perempuan saat berorganisasi sudah ada bahkan sering menjadi MC (Master of Ceremony), terus ada yang menjadi ketua pelaksana atau pemimpin pada acara organisasi itu. Jelas hal diatas tadi membuktikkan bahwa pandangan mengenai perempuan yang selalu begitu saja perannya, sudah memiliki perubahan dan perlu digaris bawahi perempuan memiliki peran yang sama pentingnya dengan lawan jenis.
ADVERTISEMENT
Dimas Rahmat Naufal W
Mahasiswa Administrasi Publik
Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Universitas Muhammadiyah Jakarta