Konten dari Pengguna

Jarang Didengar : Belanja Perpajakan dan Fakta Menariknya

Apple Louisa Liu
A PKN STAN student that has a special interest in state treasury.
9 Februari 2025 15:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Apple Louisa Liu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Meta AI
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Meta AI
ADVERTISEMENT
Kata ‘perpajakan’ tentu sudah familiar di telinga banyak orang, namun ‘belanja perpajakan’ merupakan suatu hal yang berbeda dan masih terkesan asing. Artikel ini akan membahas definisi belanja perpajakan, contoh-contohnya dan bagaimana dampaknya terhadap rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Definisi belanja perpajakan
The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) menyebutkan belanja perpajakan merupakan transfer sumber daya kepada publik yang dilakukan bukan dengan memberikan bantuan secara fisik atau belanja langsung seperti pada APBN, namun melalui pemberian insentif berupa pengurangan kewajiban pajak dengan mengacu pada standar perpajakan yang berlaku. Menurut IMF, biasanya belanja perpajakan atau tax expenditure melibatkan pembebasan pajak, pengurangan, penyeimbangan ataupun penangguhan kewajiban pajak. Secara ringkas, belanja perpajakan dapat dipahami sebagai penerimaan pajak yang berkurang akibat dibentuknya ketentuan khusus yang berdeviasi dari sistem pemajakan secara umum. Pemerintah menggunakan metode Revenue Forgone untuk menghitung estimasi nominal belanja perpajakan, yaitu melalui selisih potensi penerimaan pajak normal dengan potensi penerimaan perpajakan yang sudah dikurangi akibat dari ketentuan belanja perpajakan.
ADVERTISEMENT
Contoh belanja perpajakan di Indonesia
Menariknya, berdasarkan data yang telah dikumpul dan diolah oleh BKF setiap tahunnya, ditemukan bahwa belanja perpajakan Indonesia menunjukkan tren yang meningkat setiap tahunnya. Pada 2019 jumlahnya sebesar 272,1 triliun, sedikit turun menjadi 241,6 triliun di 2020, meningkat drastis menjadi 310 triliun di 2021, 341,1 triliun di 2022, dan 365,2 triliun di 2023. Sekarang, apa saja contoh implementasi insentif ini? Salah satunya adalah PMK Nomor 128/PMK.010/2019 yang berisi tentang insentif pajak di bidang kegiatan praktik kerja, pemagangan maupun pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu. Pada pasal 2 ayat 1, disebutkan bahwa Wajib Pajak dapat diberi pengurangan penghitungan penghasilan bruto (yang menjadi dasar pengenaan pajak) hingga 200% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan atau pembelajaran. Dalam PMK Nomor 128/PMK.010/2019 disebutkan juga keterangan dan syarat agar kita dapat memanfaatkan kebijakan ini. Tujuan diadakannya insentif pajak dalam bidang ketenagakerjaan ini adalah untuk mempermudah dan mendorong masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, supaya dapat mengurangi pengangguran, meningkatkan kesejahteraan dan manusianya mampu bersaing di pasar global. Selain itu, ada juga belanja perpajakan yang berbentuk pengecualian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada barang dan jasa tertentu, terutama kebutuhan pokok dan obat obatan, serta tax holiday dan tax allowance untuk perusahaan yang melakukan investasi di sektor industri tertentu, seperti industri manufaktur, pertanian, atau teknologi. Tax holiday sendiri adalah pembebasan pajak untuk suatu jangka waktu, dapat berupa pengurangan penghasilan bersih (neto), penyusutan dan amortisasi yang lebih cepat maupun jangka waktu klaim kompensasi diperpanjang hingga 10 tahun.
ADVERTISEMENT
Implikasinya bagi masyarakat
Pajak sendiri adalah sumber penerimaan terbesar bagi negara untuk dapat melaksanakan pembangunan dan memperbaiki fasilitas bagi rakyatnya, sehingga jika hanya dilihat dari sisi pemerintah, belanja perpajakan akan mengakibatkan hilangnya sebagian penerimaan dari pajak. Sebagai contoh, pada tahun 2022 pemerintah harus ‘merelakan’ 341,1 triliun yang seharusnya menjadi penerimaan pajak. Angka itu bahkan lebih besar dari gabungan anggaran untuk pendidikan (169.2 triliun) dengan kesehatan (139.5 triliun). Namun dalam menjalankan suatu negara, tentu saja penilaian suatu kebijakan harus dipertimbangkan dari seluruh perspektif, termasuk dari sisi rakyat dan ekonomi makro. Pertama, bagi rakyat, pelaksanaan belanja perpajakan telah diproyeksikan oleh BKF untuk dapat meningkatkan kesejahteraan umum, melindungi UMKM, mendukung dunia bisnis dan mendorong kenaikan investasi. Pembebasan atau pengurangan pajak pada sektor pendidikan, kesehatan, dan sektor publik lainnya akan membantu masyarakat untuk mengakses layanan dengan biaya yang lebih terjangkau sehingga dapat mendorong peningkatan kualitas hidup, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang sering kali terhambat oleh biaya layanan dasar. Pengurangan atau pembebasan PPN pada barang-barang dan jasa kebutuhan pokok juga akan membuat harga kebutuhan pokok lebih terjangkau, sehingga meningkatkan daya beli masyarakat. Kedua, dari sisi ekonomi makro, belanja perpajakan sejenis tax holiday untuk industri manufaktur dan teknologi akan meningkatkan investasi, yaitu kegiatan pembelian aset untuk proses produktif. Namun, pemerintah juga harus berhati-hati dalam menentukan kebijakan serta melakukan pengawasan agar pihak yang tidak seharusnya mendapat ketimpangan pajak dapat menyalahgunakan kebijakan ini dan justru memicu ketidakadilan sosial dan ketimpangan ekonomi. Jika belanja perpajakan ini terlaksana dengan baik, naiknya investasi akan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, dan pada gilirannya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini akan tercermin dalam naiknya PDB Indonesia, yang memiliki makna bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Jadi, kesimpulannya..
Belanja perpajakan memainkan peran penting dalam kebijakan fiskal dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan memberikan insentif pajak pada sektor tertentu, pemerintah berharap dapat meningkatkan investasi, menciptakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan akses terhadap layanan publik yang esensial. Namun, jika tidak berhati-hati, pelaksanaan kebijakan ini juga dapat membawa dampak negatif seperti ketidakadilan sosial. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengelola belanja perpajakan dengan ketat, transparan, merencanakannya semaksimal mungkin dan memastikan bahwa kebijakan ini dapat berjalan efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa mengancam kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Sumber dan referensi:
Laporan Belanja Perpajakan BKF tahun 2019-2023
website pajak.go.id dan pbtaxand.com
PMK Nomor 128/PMK.010/2019
Informasi APBN 2022
ADVERTISEMENT
pbtaxand.com