Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Alasan Mengapa Kecelakaan Dahsyat Japan Airlines Hanya Menelan Sedikit Korban
5 Januari 2024 14:18 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
Statistik National Transportation Safety Board menunjukkan hampir 80 persen dari seluruh kecelakaan penerbangan disebabkan oleh kesalahan manusia (human error). Boeing dan Airbus sepakat dengan data mereka, bahwa dalam 20 tahun terakhir, momen yang paling berbahaya dalam penerbangan adalah saat pesawat berada dalam fase pendekatan hingga mendarat di landasan. Sedangkan kesalahan pilot diperkirakan menyebabkan 53% kecelakaan pesawat , diikuti oleh kegagalan mekanis (21%) dan kondisi cuaca (11%).
ADVERTISEMENT
Benar saja! Nyaris semua penyebab itu terulang saat tahun kalender 2024 baru berusia dua hari. Itu terjadi ketika pesawat Japan Airlines JL 516 yang mengangkut 379 penumpang plus kru bertabrakan dengan pesawat Japan Coast Guard berisi 6 kru di Bandara Haneda, Tokyo, pada Selasa, 2 Januari 2024 sekira pukul 17:40-an waktu setempat.
Menurut pernyataan Menteri Transportasi Jepang Tetsuo Saito yang dikutip NHK, human error pada pengendalian komunikasi pesawat Penjaga Pantai Jepang dengan ATC Bandara Haneda dan masalah teknis tidak berfungsinya lampu di taxiway C1 hingga C14 menjadi penyebab kecelakaan penerbangan ini yang cuma menyebabkan 5 dari 6 krunya meninggal dunia, menyisakan pilot yang selamat dengan luka serius.
Mengapa dibilang cuma? Mengapa korban jiwa hanya berada di pesawat Penjaga Pantai Jepang, tidak di JL 516? Padahal kalau Anda tengok foto dan video pesawat JL 516 pascakecelakaan, kondisinya hancur lebur dari hidung hingga bagian ekor, itu karena badan pesawat JL 516 sudah mengeluarkan api di bagian bawah sesaat usai benturan dengan pesawat Penjaga Pantai Jepang.
ADVERTISEMENT
Lalu ke mana 379 penumpang plus kru JL 516? Ternyata, hanya sekitar 14 penumpang mereka yang mengalami luka, itu pun cuma mengalami luka memar hingga merasa nyeri pada tubuh mereka usai alami insiden tersebut. Fantastis!
Terbilang fantastis mengingat mengevakuasi 379 penumpang dari sebuah pesawat yang sedang terbakar dengan hanya tiga pintu seluncur darurat terbuka, bisa dibilang bukan pekerjaan mudah. Melihat kondisi pesawat JL 516 pasca-insiden yang hancur total di bagian kabin, tentu saja kecepatan proses evakuasi yang dilakukan kru JL 516 patut mendapat pujian, pun kepada para penumpangnya yang mayoritas warga negara Jepang yang terkenal dengan kedisiplinannya.
Karena menurut aturan evakuasi, kru pesawat hanya memiliki waktu 90 detik untuk mengevakuasi penumpang saat keadaan darurat, sebab jika lebih dari itu, pesawat diperkirakan akan tenggelam (bila kecelakaan di atas air) atau meledak saat kecelakaan di darat.
ADVERTISEMENT
Dalam kondisi nyata, upaya awak kabin meyakinkan penumpang untuk tidak panik adalah sesuatu hal yang sulit. Apalagi ditambah dengan instruksi keamanan agar saat evakuasi tidak membawa bagasi kabin atau menggunakan sepatu ber-hak. Faktanya seperti dalam text book, kru JL 516 mereka berhasil menyelamatkan semua penumpang dan ini adalah hasil dari koordinasi yang baik antara awak kabin dan para penumpang mayoritas warga Jepang yang mengikuti instruksi keselamatan penerbangan dengan turun dari pesawat tanpa membawa barang/tas dari bagasi kabin, plus melepas alas kaki mereka.
Apakah ini berkat pelatihan ketat yang dilakoni selama tiga minggu oleh kru penerbangan sebelum mereka terjun melayani penumpang? Tentu saja! Namun ada yang perlu diketahui, Japan Airlines pernah merasakan peristiwa nahas pada 12 Agustus 1985 ketika JL 123 tujuan Osaka menabrak gunung tak lama usai lepas landas dari Bandara Haneda yang menyebabkan 505 penumpang dan 15 kru tewas (4 sempat selamat, tapi 1 orang kemudian meninggal). Walau kecelakaan itu akibat kesalahan mekanis pada pesawat Boeing 747, pada 2006, Japan Airlines membuka sejenis museum yang menunjukkan puing-puing insiden tersebut sebagai pengingat kepada seluruh pekerja mereka agar senantiasa mengedepankan keselamatan.
ADVERTISEMENT
“Di tengah rasa perih dan duka dari keluarga yang ditinggalkan dan juga ketidakpercayaan publik atas keamanan pesawat (setelah insiden 1985), kami bersumpah bahwa kami tidak akan pernah membiarkan tragedi serupa kembali terjadi,” tulis Japan Airlines di situs mereka sebagai motivasi.
Apakah ini berkat karakter dan disiplin warga Jepang? Jawabannya iya! Itu terbukti penumpang mematuhi semua instruksi dari kru yang disampaikan dengan berteriak karena alat pengeras suara mati pada saat kecelakaan, mereka juga saling membantu pada saat evakuasi dan berkumpul di lokasi yang diarahkan untuk mempercepat penghitungan jumlah penumpang.
Sedikit membandingkan, bagaimana kira-kira jika kecelakaan JL 516 terjadi pada maskapai di Indonesia, ya? Apakah kru dan para penumpang pesawat di Tanah Air sudah siap dengan situasi darurat tersebut? Seharusnya sih sudah siap. Pertama maskapai wajib melatih awak mereka. Pasal 78 Ayat (1) dan (2) PP No.3 Tahun 2001 menyebutkan bahwa personel penerbangan wajib memiliki sertifikat kecakapan dengan memperhatikan salah satunya lulus ujian kecakapan dan keterampilan. Kedua, di setiap bangku penumpang, maskapai di Indonesia sudah ada kartu petunjuk keselamatan dan di beberapa maskapai menampilkan video keselamatan penerbangan dan proses evakuasi dalam keadaan darurat.
ADVERTISEMENT
Namun lagi-lagi kembali ke karakter dan disiplin warga Indonesia saat terbang, yang dirasa masih kurang oke dalam hal melihat pemutaran video keselamatan yang terbilang krusial. Penelitian Lidya Sari Simanjuntak dalam Analisis Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Keselamatan Penerbangan Penumpang Pesawat di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II 2018, mengungkapkan hanya 53,3% responden memiliki perilaku keselamatan penerbangan yang baik terutama dalam memperhatikan demonstrasi, mendengarkan pengumuman, juga dalam menggunakan sarana keselamatan yang disediakan.
Bila Anda perhatikan dalam kabin pesawat saat video keselamatan penerbangan diputar, terlihat penumpang Indonesia banyak yang asyik bercengkrama, memasang bluetooth earphone/earbuds atau mengirim teks pesan, foto-foto di balik jendela, hingga update foto di media sosial. Padahal patut diketahui bahwa penumpang adalah satu satu dari lima pihak yang berperan dalam menjaga keselamatan penerbangan selain produsen pesawat, pengelola bandara, maskapai, serta pilot dan awak kabin.
ADVERTISEMENT
Mungkin masih banyak yang belum tahu bagaimana peran penumpang dalam menjaga keselamatan penerbangan?
Sejatinya, itu sudah dimulai sejak proses check in, harus patuh dengan tidak membawa barang-barang berbahaya seperti barang yang mudah terbakar (flammable), dan lain-lain. Sepele tapi penting. Kemudian saat proses in-flight, penumpang wajib mematuhi petunjuk dari awak kabin yaitu: tidak membuka pintu darurat tanpa perintah awak kabin, tidak menyalakan telepon genggam selama berada di pesawat, dan tidak membuat keributan. Hal yang beberapa kali terjadi di negara kita. Selain membawa barang-barang penting seperti KTP, HP, dan paspor selalu bersama Anda, saran penting lainnya saat terbang adalah ikuti instruksi awak kabin demi keselamatan Anda. Patut diingat bahwa awak kabin melayani dan yang terpenting ada di sana demi keselamatan Anda.
ADVERTISEMENT
Juga perhatikan video keselamatan yang diputar setiap kali akan terbang agar Anda tahu apa yang harus dilakukan dalam keadaan darurat. Harap ingat buka semua penutup jendela saat mendarat, agar saat kecelakaan ketika mendarat darurat, Anda dapat melihat ke luar pesawat dan memutuskan pintu keluar mana yang akan dibuka. Plus Anda mesti menegakkan sandaran kursi dan meletakkan barang kabin di bawah kursi, karena ketika Anda menyandarkan kursi, Anda sebenarnya membuat jalan keluar menjadi lebih kecil bagi orang-orang di belakang Anda apabila terjadi kondisi bahaya.
Jika Anda disiplin mengikuti instruksi dan prosedur, Anda sebenarnya telah membantu orang lain untuk bertahan hidup dengan lebih baik! It save lives.