Konten dari Pengguna

Menghirup Bahaya: Efek Polusi Udara Terhadap Kualitas Kesehatan di Tangsel

Ardanti Restinanda Primaningtyas
Mahasiswa Psikologi Universitas Pembangunan Jaya
20 Oktober 2024 15:36 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ardanti Restinanda Primaningtyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
Polusi udara dianggap sebagai salah satu situasi kritis yang harus diatasi di Indonesia, pada tahun 2024 (Sabki, 2024) menyatakan bahwa “Indonesia menempati posisi kelima di antara negara-negara dengan kualitas udara terburuk”. Polusi udara di berbagai kota besar di Indonesia, termasuk Tangerang Selatan, semakin parah akibat berbagai aktivitas antropogenik yang mengeluarkan polutan. Tangerang Selatan menjadi salah satu lokasi yang ditemukan memiliki polusi udara terburuk dengan kontribusi yang cukup signifikan dalam meningkatkan polutan yang ditolak oleh udara. IQAir menunjukkan nilai indeks kualitas udara di Tangerang Selatan mencapai rata-rata 234 AQ US yang berarti kondisi udara di Tangerang tidak sehat. (IQAir, 2024).
ADVERTISEMENT
Polusi udara memiliki berbagai faktor penyebab, tetapi yang paling besar adalah perkembangan teknologi yang menyebabkan banyak terbentuknya pabrik – pabrik industri, pembangkit listrik, dan kendaraan bermotor. Hal ini menyebabkan makin banyaknya emisi polutan ke udara, yang makin memburukkan kondisi udara maupun kualitas lingkungan sekitar (Abidin & Hasibuan, 2019). Di Kota Tangerang Selatan, polusi udara buruk dalam sejumlah faktor penyebab. Faktor penyebab pertama adalah jumlah kegiatan industri yang ada di seantero Tangerang Selatan yang telah menyebar ke Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Setu, dan sebagian wilayah Kecamatan Serpong telah menyebabkan pertumbuhan terhadap emisi pencemaran udara berkembang seiring dengan bertambahnya jumlah pabrik dan perusahaan. Penyebab kedua adalah dikuranginya Ruang Terbuka Hijau berakibat pada berkurangnya kapasitas kota untuk menyerap polutan. Ketiga, pertambahan jumlah penduduk yang signifikan dari tahun ke tahun telah mengakibatkan peningkatan penggunaan kendaraan bermotor pribadi, yang pada gilirannya meningkatkan emisi gas buang dan memperburuk kualitas udara. Kombinasi dari ketiga faktor ini telah berkontribusi secara signifikan terhadap memburuknya kualitas udara di Kota Tangerang Selatan (Izzatuljannah & Zakiah, 2021).
ADVERTISEMENT
Polusi udara tentu memiliki dampak yang dapat memberikan efek negatif bagi kesehatan masyarakat, pencemaran lingkungan ekosistem, dan hujan asam. Akibat udara yang tercemar ini dapat memberikan efek kepada kesehatan manusia yang bisa menyebabkan munculnya penyakit seperti gangguan saluran pernapasan, paru-paru, jantung dan juga sebagai penyebab timbulnya kanker (Abidin & Hasibuan, 2019). Puskesmas Tangerang Selatan mencatat sebanyak 29.699 pasien terserang penyakit infeksi saluran pernafasan (ISPA) selama periode bulan Januari - Agustus 2023, lonjakan ini terjadi akibat kualitas udara yang kotor karena penyakit ISPA terjadi akibat bakteri atau virus yang menjalar melalui droplet dan udara bebas (Halim & Sari, 2023).
Polusi udara adalah salah satu environmental stressor yang paling berdampak terhadap kesehatan masyarakat di kawasan perkotaan. Environmental stressor dapat dipahami sebagai faktor lingkungan yang dapat menyebabkan stress pada individu. Terdapat beberapa macam atau penyebab environmental stressor, yaitu kebisingan, suhu, polusi, ketinggian, cahaya, ruang terbatas, radiasi, kualitas air, dan bahan kimia (Bechtel & Churchman, 2022). Dalam environmental psychology, environmental stressor sering dicatat sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik individu. Selain itu, faktor-faktor tersebut juga dapat menyebabkan gangguan perilaku dan kualitas hidup (Bechtel & Churchman, 2022). Tangerang Selatan merupakan sebuah kota yang mengalami urbanisasi pesat, kini menghadapi peningkatan polusi udara yang berkontribusi signifikan terhadap gangguan kesehatan warganya. Berdasarkan teori environmental stressor, polusi udara merupakan faktor stres lingkungan kronis yang sulit dihindari oleh masyarakat, terutama yang berkediaman di daerah dengan kualitas udara yang kotor. Sumber utama polusi udara di Tangerang Selatan berasal dari kendaraan bermotor, aktivitas industri, dan pembakaran sampah. Data dari Dinas Lingkungan Hidup Tangerang Selatan menunjukkan bahwa tingkat polusi udara seringkali melebihi ambang batas aman, terutama di jalanan yang padat lalu lintas. Selain itu, tingginya aktivitas konstruksi juga berkontribusi pada peningkatan partikel debu. Ini membuat udara yang kita hirup menjadi kotor, yang bisa menyebabkan masalah kesehatan (Ertiana, 2022).
ADVERTISEMENT
Menurut sebuah penelitian, paparan polusi udara yang terus menerus dalam jangka waktu yang lama ini dapat memicu berbagai masalah kesehatan, termasuk penyakit dalam seperti paru-paru, masalah jantung, dan turunnya fungsi imun tubuh (Steg & Groot, 2019). Tangerang Selatan telah terpapar oleh polusi udara yang tergolong tinggi dan hal ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat, namun dampaknya sangat nyata dalam jangka panjang. Persepsi risiko masyarakat juga dapat terpengaruh karena hal ini, dan persepsi risiko ini juga berdasarkan beberapa aspek seperti pengalaman pribadi, informasi yang tersedia, nilai-nilai budaya, dan latar belakang sosial ekonomi. Contohnya, orang yang tinggal di tempat dengan polusi tinggi mungkin melihat risiko kesehatan berbeda dibandingkan dengan orang yang tinggal di tempat yang lebih bersih (Bechtel & Churchman, 2022).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap beberapa masyarakat yang tinggal maupun beraktivitas di Tangerang Selatan, beberapa dari mereka mengatakan bahwa sangat terganggu dengan polusi udara akhir-akhir ini terlebih beberapa minggu kebelakang ini banyaknya konstruksi penggalian dan perbaikan jalan yang tentunya selain membuat kemacetan itu juga berdampak pada polusi udara. Mereka mengeluh karena debu dan asap di jalanan itu sangat mengganggu pernafasannya, sehingga ketika sedang diperjalanan mereka menggunakan masker atau penutup hidung lainnya agar pernafasannya tidak langsung terpapar oleh asap dan debu dari polusi udara tersebut. Maka dari itu, akibat adanya polusi udara yang semakin parah dan tidak sehat ini dapat mengubah perilaku masyarakat, yaitu mereka mulai memperhatikan tentang kesehatannya dengan mengenakan masker agar meminimalisir udara yang sudah tercemar dengan debu dan asap yang akan mereka hirup. Hal ini sejalan dengan himbauan dari (Kemenkes, 2023) yang menyarankan masyarakat agar mengenakan masker sebagai bentuk perlindungan terhadap diri sendiri dari paparan polusi udara yang tergolong sangat tidak sehat.
ADVERTISEMENT
Penting bagi pemerintah untuk menerapkan peraturan ketat mengenai emisi dari kendaraan dan industri sebagai langkah utama dalam mengatasi polusi udara. Selain itu, membuat sistem transportasi yang lebih ramah lingkungan, seperti mempromosikan penggunaan bus dan kereta, serta mobil listrik, dan menggunakan teknologi yang lebih baik untuk lingkungan, sangat penting untuk mengurangi polusi udara yang berbahaya (Bechtel & Churchman, 2022). Selain itu, (Steg & Groot, 2019) juga menekankan perlunya meningkatkan pemahaman masyarakat tentang dampak polusi dan cara-cara untuk menguranginya melalui pendidikan. Keterlibatan aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait lingkungan, pemantauan kualitas udara, serta penanaman pohon dan pengembangan area hijau akan memperkuat upaya ini. Semua langkah ini, termasuk kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam mengatasi masalah polusi udara secara efektif (Steg & Groot, 2019).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa polusi udara di Tangerang Selatan merupakan masalah serius yang berdampak signifikan terhadap kesehatan dan kualitas hidup masyarakat. Penyebab utama polusi udara di wilayah ini meliputi peningkatan kegiatan industri, kurangnya ruang terbuka hijau, dan pertambahan jumlah kendaraan bermotor. Dampak negatif polusi udara terhadap kesehatan masyarakat telah terlihat jelas, dengan meningkatnya kasus penyakit pernapasan. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya terpadu yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Langkah-langkah yang disarankan mencakup penerapan regulasi yang lebih ketat terhadap emisi, pengembangan sistem transportasi berkelanjutan, peningkatan kesadaran masyarakat melalui pendidikan, serta penanaman pohon dan pengembangan ruang hijau. Dengan kerjasama yang erat antara semua pihak, diharapkan dapat tercipta perubahan positif dalam mengatasi polusi udara dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Tangerang Selatan.
ADVERTISEMENT