Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Mengenang Bali 1970-an: Surga Peselancar Dunia
17 April 2017 8:34 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
![Peselancar di Kuta Bali (Foto: Flickr)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1492392209/dn4nk9payv3e9jbtvowu.jpg)
Tak ada yang menampik reputasi indahnya pantai Bali. Di samping tradisi dan budaya Bali yang mendunia sejak tahun 1920-an, ombak pesisir pulau itu jadi salah satu ciri khas yang melekat. Hingga akhirnya Bali dinobatkan sebagai kiblat peselancar di dunia.
ADVERTISEMENT
Label itu mulai disandang Bali pada tahun 1970-an. Film berjudul Morning of The Earth yang dirilis tahun 1972, yang menggambarkan gulungan ombak Pantai Uluwatu, menggemparkan dunia peselancar.
Waktu itu, orang-orang di dunia tak membayangkan ada ombak menggulung bisa seperti itu. Mulailah Bali kedatangan turis-turis mancanegara yang ingin membuktikan kedahsyatan ombak yang menjadi impian tiap peselancar.
Sontak, Bali ditahbiskan sebagai “kiblat baru selancar dunia”.
Salah satu potret cerita itu terpampang di galeri foto milik fotografer asal Australia, Clifford White. Foto-foto tersebut merupakan dokumentasi perjalanannya di Bali pada 1977.
![Peselancar di pantai Uluwatu, Bali, tahun 1977 (Foto: Dok. Pribadi Clifford White)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1492392489/zkpss2x4jrguttiu8tv6.jpg)
White bercerita, Bali dulu sangat berbeda dari sekarang. Saat itu, White yang ikut dilanda penasaran akan kisah tentang ombak Bali, ikut bertualang bersama para peselancar menuju Bali.
ADVERTISEMENT
“Perlu perjalanan jauh dan trek berlumpur untuk menuju tempat berselancar,” kata fotografer profesional itu ketika berbincang dengan kumparan (kumparan.com), Rabu (12/4).
![Perjuangan mencapai Uluwat tahun 1977 (Foto: Dok. Pribadi Clifford White)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1492392489/npkyfkgy9mg9xxgczzjz.jpg)
Untuk menuju titik pantai Uluwatu, White dan turis lainnya harus menyusuri padang rumput dan jalanan naik-turun guna menyingkap keindahan Uluwatu yang terletak di balik bukit.
“Setelah kami naik bemo dari hotel, kami berhenti di titik parkir yang lebih mirip ujung jalan aspal yang bertemu padang rumput. Kami kemudian menyusuri padang rumput yang jalannya berlumpur,” kenang White.
Setelah mencapai Uluwatu, lelah dan derita White dan kawan-kawannya terbayar tuntas.
ADVERTISEMENT
“Pantainya benar-benar indah dan bersih. Kami juga berjumpa dengan warga yang ramah,” kata White.
![Para peselancar di Bali tahun 1977 (Foto: Dok. Pribadi Clifford White)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1492392489/feqh5idz6gdxk4t75loq.jpg)
Saat ini, untuk menuju Uluwatu tak perlu merangsek di semak-semak. Semua fasilitas sudah tersedia, tidak perlu capai-capai berjalan jauh.
White mengatakan, jjauh lebih mudah untuk berselancar di Bali saat ini. Infrastruktur berdiri kokoh, dan akomodasi berlimpah memanjakan para wisatawan.
Bali kini, di mata White, memang lebih tertata. Berbeda dengan Bali pada tahun 1977 yang amat sederhana dan bersahaja.
“Saya melihat Bali saat itu masih otentik. Oke, sekarang kita bisa tinggal di hotel yang bagus dengan pelayanan ramah. Tapi begitu keluar hotel, anda akan jenuh dengan sesaknya Kuta. Perjalanan anda juga terganggu dengan banyaknya turis dan pedagang yang tidak lagi ramah,” keluhnya.
![Kondisi Pantai Bali yang penuh sesak (Foto: Reuters/Beawiharta)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1492392121/epqkmdeiksok375u3qmg.jpg)
ADVERTISEMENT
Bukan White saja yang menggerutu. Ada banyak peselancar dunia yang sedih melihat Bali masa kini. Stephen Palmer, peselancar yang punya andil besar dalam mengembangkan dunia selancar Bali, bahkan merasa berdosa melihat Bali hari ini.
Plamer menyelenggarakan acara selancar internasional bernama Om Bali Pro pada 1980. Acara yang digelar di Uluwatu tersebut sukses digelar dan berhasil membangun reputasi Bali di mata turis.
Dalam buku berjudul Bali: Heaven and Hell yang ditulis Paul Jarrat, Palmer mengaku menyesal karena telah ikut andil membentuk Bali modern.
“Setahun berikutnya mereka membuat jalan. Padahal, lebih menyenangkan jalan kaki di antara kaktus lalu mendaki bukit. Saya menyesal telah ikut andil dalam pembangunan tersebut.”
Pembangunan dan modernisasi, tentu saja, selalu memiliki dua sisi. Ada yang datang, ada yang hilang.
ADVERTISEMENT
Namun semoga Bali tak kehilangan intisarinya hingga berabad mendatang.
![Pemandangan pantai di Bali saat ini. (Foto: Anggi Kusumadewi/kumparan)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1491785599/axhn7num0udnp3z28fwm.jpg)