Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
"Ucapan yang Sepele" Namun Sebenarnya Mengandung Racun
6 Oktober 2024 9:48 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ari Reski Sashari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ucapan yang sepele, namun sebenarnya mengandung racun, kerap kali muncul dalam percakapan sehari-hari tanpa disadari. Pertanyaan atau komentar yang tampaknya tak berarti, ternyata mampu menimbulkan dampak besar dalam kehidupan seseorang.
ADVERTISEMENT
Seperti benih yang disebar sembarangan, kata-kata ini bisa tumbuh menjadi ketidakpuasan yang menghancurkan kenyamanan hidup orang lain. Tidak jarang, komentar-komentar ini menjadi pemicu perubahan perilaku, merusak hubungan, bahkan memicu tindakan yang jauh dari logika sehat.
Misalnya seorang teman lama datang berkunjung dan bertanya dengan ringan, "Kok motor kamu masih yang lama? Bukannya sekarang sudah banyak yang ganti ke motor matic yang lebih baru?"
Awalnya, temanmu tak pernah merasa masalah dengan motornya yang sudah dipakai bertahun-tahun. Tapi setelah pertanyaan itu, dia mulai merasa motornya ketinggalan zaman. Dalam upaya mengejar gengsi, dia pun mengambil cicilan untuk motor baru. Tak disangka, cicilan tersebut memberatkan hingga akhirnya dia terpaksa menjual barang-barang lainnya untuk membayar hutang.
ADVERTISEMENT
Seorang tetangga bertanya pada seorang ibu muda yang sedang sibuk mengurus bayi, "Suamimu kok jarang terlihat pulang cepat? Bukannya seharusnya dia membantu lebih banyak di rumah?"
Sebelumnya, ibu muda ini sudah merasa cukup dengan apa yang suaminya lakukan, tapi setelah pertanyaan itu, dia mulai merasa suaminya tidak peduli. Setiap kali suaminya terlambat pulang, dia mulai mengeluh dan akhirnya hubungan mereka menjadi tegang. Dalam waktu singkat, keduanya sering bertengkar, dan rasa cinta yang dulu ada perlahan-lahan terkikis.
Di sebuah pertemuan keluarga, seorang paman bertanya kepada keponakannya yang baru lulus kuliah, "Sudah dapat kerja di mana? Apa gajinya layak?"
Keponakannya yang semula bahagia dengan pekerjaan pertamanya kini mulai merasa gajinya tidak cukup. Dia pun mendesak atasan untuk menaikkan gaji, namun permintaannya ditolak. Akhirnya, dia memutuskan untuk berhenti dan sekarang justru kesulitan mencari pekerjaan baru.
ADVERTISEMENT
Fenomena lain yang sering terjadi adalah pertanyaan berulang seperti, "Kapang menikah?" yang sering kali dilontarkan oleh kerabat atau teman. Meskipun dimaksudkan sebagai candaan atau perhatian, pertanyaan ini dapat menambah tekanan emosional. Dalam kasus ekstrem, seseorang yang terus-menerus ditanya kapan akan menikah bisa merasa tertekan hingga mengalami ledakan kemarahan yang merusak hubungan dan menyebabkan kekacauan emosional. Bahkan, ada kasus tragis di mana kemarahan ini berujung pada tindakan kekerasan ekstrem, termasuk pembunuhan terhadap orang yang dianggap sebagai penyebab tekanan tersebut.
Dari mana semua masalah ini berawal?
Dari kata-kata yang terlihat biasa, namun sebenarnya mengandung racun. Pertanyaan yang seolah-olah tak berbahaya ini menanamkan ketidakpuasan dalam hati orang lain. Mereka mulai mempertanyakan kehidupan yang tadinya mereka syukuri, memunculkan perasaan tidak rela dengan apa yang mereka miliki.
ADVERTISEMENT
Mari berhati-hati dengan setiap kata yang kita ucapkan. Jangan sampai kita tanpa sadar merusak kebahagiaan orang lain dengan komentar atau pertanyaan yang tidak perlu. Kadang, diam adalah cara terbaik untuk menjaga kedamaian hati sesama.