Konten dari Pengguna

Tradisi Berbalut Iman: Akulturasi Islam di Komunitas Adat

Ari Rohimah
Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam '22 Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
12 November 2024 18:48 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ari Rohimah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Acara Tasmiyah biasanya terdapat Tradisi Berudot. Sumber : dokumen pribadi (Rifky Rudiansyah)
zoom-in-whitePerbesar
Acara Tasmiyah biasanya terdapat Tradisi Berudot. Sumber : dokumen pribadi (Rifky Rudiansyah)
ADVERTISEMENT
Perkembangan Islam di Kalimantan Utara
Kalimantan Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan. Provinsi ini merupakan hasil pemekaran dari provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2012. Kalimantan Utara memiliki luas wilayah sekitar 72.275 km2 dan berpenduduk sekitar 738.163 jiwa (BPS, 2020). Mayoritas penduduk Kalimantan Utara beragama Islam, yaitu sekitar 77,8% (BPS, 2018).
ADVERTISEMENT
Islam merupakan agama yang pertama kali masuk ke Nusantara melalui jalur perdagangan maritim. Islam masuk ke Kalimantan dari dua arah, yaitu dari barat melalui Malaka dan dari selatan melalui Jawa. Proses Islamisasi di pulau Kalimantan secara efektif baru dimulai pada sekitar abad ke-15 dan ke-16 MasehI. Namun, ada indikasi bahwa Islam telah masuk ke wilayah Kalimantan sebelum abad ke-15, dibuktikan dengan adanya komunitas Muslim dan makam-makam Islam di sana.
Kalimantan Utara merupakan bagian dari wilayah kerajaan Kutai yang berdiri sejak abad ke-4 Masehi. Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Nusantara yang berpusat di Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai mengalami kemunduran pada abad ke-13 Masehi akibat serangan kerajaan Singasari dari Jawa. Pada abad ke-14 Masehi, muncul kerajaan-kerajaan baru di wilayah Kalimantan Timur dan Utara, seperti kerajaan Berau, Bulungan, Tidung, Tarakan, dan Gunung Tabur.
ADVERTISEMENT
Proses Masuknya Islam
Proses masuknya Islam di Kalimantan Utara tidak terlepas dari peranan kerajaan-kerajaan Islam yang ada di pulau Kalimantan, seperti kerajaan Banjar, Sukadana, Sambas, dan Pontianak. Kerajaan-kerajaan ini menjadi pusat penyebaran agama Islam di wilayah sekitarnya melalui jalur perdagangan, perkawinan, dakwah, dan perang.
Kerajaan Banjar merupakan kerajaan Islam pertama di pulau Kalimantan yang berdiri pada abad ke-15 Masehi. Kerajaan Banjar berada di bawah pengaruh kerajaan Demak dari Jawa yang meminta Raden Samudra untuk memeluk Islam dan menjadikan Banjar sebagai daerah bawahannya. Kerajaan Banjar kemudian menaklukkan beberapa kerajaan di sekitarnya dan menyebarkan agama Islam di sana. Salah satu daerah yang dikuasai oleh Banjar adalah Bulungan yang terletak di Kalimantan Utara saat ini.
ADVERTISEMENT
Kerajaan Sukadana berdiri pada awal abad ke-17 Masehi oleh Muhammad Safiuddin, seorang keturunan Arab dari Hadramaut. Kerajaan Sukadana terletak di bagian barat daya pulau Kalimantan dan memiliki hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Islam dari luar negeri. Kerajaan Sukadana juga melakukan dakwah Islam di daerah-daerah pedalaman Kalimantan melalui ulama-ulama yang dikirimnya. Salah satu daerah yang mendapat pengaruh Sukadana adalah Berau yang terletak di Kalimantan Utara saat ini.
Kerajaan Sambas berdiri pada akhir abad ke-16 Masehi oleh Raden Sulaiman, seorang putra Sultan Suriansyah dari Banjar. Kerajaan Sambas terletak di bagian barat laut pulau Kalimantan dan berbatasan dengan kerajaan Brunei. Kerajaan Sambas memiliki hubungan baik dengan kerajaan Brunei yang juga beragama Islam. Kerajaan Sambas juga melakukan perluasan wilayah dan penyebaran agama Islam di daerah-daerah sekitarnya. Salah satu daerah yang dikuasai oleh Sambas adalah Tidung yang terletak di Kalimantan Utara saat ini.
ADVERTISEMENT
Kerajaan Pontianak berdiri pada pertengahan abad ke-18 Masehi oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie, seorang keturunan Arab dari Hadramaut. Kerajaan Pontianak terletak di bagian barat pulau Kalimantan dan berhadapan dengan laut Cina Selatan. Kerajaan Pontianak memiliki hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Islam dari luar negeri, terutama dari Tiongkok. Kerajaan Pontianak juga melakukan perluasan wilayah dan penyebaran agama Islam di daerah-daerah sekitarnya. Salah satu daerah yang dikuasai oleh Pontianak adalah Tarakan yang terletak di Kalimantan Utara saat ini.
Perkembangan Islam
Perkembangan Islam di Kalimantan Utara dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor geografis, sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Faktor geografis mempengaruhi aksesibilitas dan mobilitas masyarakat dalam berinteraksi dengan masyarakat lain. Faktor sosial mempengaruhi tingkat keterbukaan dan toleransi masyarakat terhadap agama baru. Faktor budaya mempengaruhi cara masyarakat memahami dan mengamalkan ajaran agama. Faktor politik mempengaruhi peran pemerintah dan elite dalam mendukung atau menentang agama tertentu. Faktor ekonomi mempengaruhi motivasi masyarakat dalam memeluk atau meninggalkan agama tertentu.
ADVERTISEMENT
Islam di Kalimantan Utara berkembang secara beragam sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Ada daerah yang menerima Islam secara utuh dan ada yang masih mempertahankan tradisi lama. Ada daerah yang mengikuti aliran Sunni dan ada yang mengikuti aliran Syiah. Ada daerah yang mengamalkan Islam secara ortodoks dan ada yang mengamalkan Islam secara sinkretis. Ada daerah yang memiliki organisasi Islam formal dan ada yang memiliki organisasi Islam informal.
Islam di Kalimantan Utara juga berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Ada periode keemasan dan ada periode kemunduran. Ada periode konflik dan ada periode damai. Ada periode isolasi dan ada periode globalisasi. Islam di Kalimantan Utara terus beradaptasi dengan dinamika sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang terjadi di dalam maupun di luar daerahnya.
ADVERTISEMENT
Suku Tidung Mayoritas beragama Muslim
Suku Tidung menjadi mayoritas beragama Islam melalui proses historis yang melibatkan interaksi budaya, politik, dan ekonomi. Berikut beberapa alasan utamanya:
ADVERTISEMENT
Seiring waktu, Islam menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas suku Tidung, membentuk cara hidup mereka dalam berbagai aspek, baik sosial, budaya, maupun spiritual.
Kulturasi Islam dan Budaya Lokal
Tradisi ini kemungkinan besar telah diwariskan turun-temurun dan tetap dipertahankan sebagai bagian dari identitas suku Tidung, meskipun kini mungkin lebih jarang dilakukan dalam kehidupan modern.
Akulturasi budaya suku Tidung, termasuk tradisi Berudot, dengan Islam menunjukkan bagaimana budaya lokal dapat berintegrasi dengan ajaran agama, menciptakan harmoni antara adat dan keyakinan. Berikut adalah gambaran bagaimana akulturasi ini terjadi:
Pengaruh Islam dalam Kehidupan Sosial
Suku Tidung mayoritas beragama Islam, dan ajaran Islam memiliki peran penting dalam membentuk norma dan nilai dalam masyarakat. Tradisi Berudot, yang awalnya mungkin lebih berfungsi sebagai kebiasaan sosial, bisa mendapatkan makna baru dalam konteks Islami:
ADVERTISEMENT
Ritual Adat Bernuansa Islam
Dalam beberapa upacara adat Tidung, seperti pernikahan, syukuran panen, atau kelahiran, tradisi lokal seperti berudot dapat berpadu dengan ritual Islami. Misalnya:
Nilai Kesederhanaan dan Kerendahan Hati dalam Islam
Islam mengajarkan kesederhanaan, kerendahan hati, dan persaudaraan. Posisi berudot secara simbolis mencerminkan nilai-nilai ini:
ADVERTISEMENT
Pembelajaran Islam melalui Budaya Lokal
Akulturasi ini juga mempermudah penerimaan Islam di kalangan masyarakat Tidung. Islam tidak menggantikan budaya lokal tetapi memperkaya tradisi seperti berudot dengan makna spiritual. Hal ini membuat masyarakat lebih mudah menerima ajaran Islam tanpa harus meninggalkan identitas budayanya.
Peran Pemimpin Adat dan Agama
Pemimpin adat sekaligus tokoh agama sering berperan dalam mengintegrasikan tradisi berudot dengan nilai-nilai Islami. Mereka memastikan bahwa kegiatan adat tetap selaras dengan syariat Islam, menciptakan keseimbangan antara adat dan agama.
Akulturasi ini adalah contoh bagaimana Islam mampu merangkul budaya lokal tanpa menghilangkan esensinya, melainkan memperkaya dan memberikan makna baru yang lebih dalam.
ADVERTISEMENT
Filosofi Kesederhanaan.
Berudot mencerminkan kesederhanaan dan kerendahhatian dalam budaya suku Tidung. Mereka menghargai posisi duduk yang rendah karena melambangkan sikap rendah hati dan rasa hormat terhadap sesama, terutama dalam konteks kebersamaan atau diskusi kelompok.
Pengaruh Interaksi Antar Suku
Tradisi ini mungkin juga berkembang melalui interaksi dengan suku-suku lain di Kalimantan yang memiliki kebiasaan serupa, seperti Dayak atau suku pesisir lainnya. Berudot menjadi simbol universal di wilayah tersebut untuk menciptakan suasana akrab dan setara tanpa batas sosial.
Nilai Kebersamaan dan Komunal
Dalam masyarakat Tidung, banyak kegiatan dilakukan secara kolektif, seperti makan bersama, musyawarah, atau ritual adat. Duduk Berudot memungkinkan semua orang berada dalam posisi yang sama, menciptakan rasa kesetaraan dan kebersamaan.
ADVERTISEMENT
Artikel ini membahas perkembangan Islam di Kalimantan Utara, menyoroti bagaimana agama ini masuk dan berakulturasi dengan budaya lokal, khususnya pada suku Tidung. Islam pertama kali tiba melalui jalur perdagangan dan interaksi dengan kerajaan-kerajaan Islam seperti Banjar, Sukadana, Sambas, dan Pontianak, yang menyebarkan agama melalui perdagangan, perkawinan, dan dakwah.
Proses Islamisasi di Kalimantan Utara diperkuat oleh peran ulama dan pemimpin lokal yang mengintegrasikan ajaran Islam ke dalam adat istiadat, menciptakan harmoni antara tradisi dan agama. Tradisi lokal seperti Berudot diadopsi dalam konteks Islami, misalnya dalam pengajian dan musyawarah, yang menonjolkan nilai kesederhanaan dan kebersamaan.
Artikel ini menunjukkan bahwa Islam di Kalimantan Utara berkembang secara beragam, dipengaruhi oleh kondisi sosial, politik, dan budaya di tiap wilayah. Akulturasi ini mencerminkan bagaimana Islam memperkaya tradisi lokal tanpa menghilangkan esensi budayanya, membentuk identitas unik yang terus beradaptasi sepanjang waktu.
ADVERTISEMENT
Oleh : Rifky Rudiansyah dan Ari Rohimah
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta