Konten dari Pengguna

Jokowi: L'état, C'est Moi

Arie Purnama
Alumni Magister Ilmu Komunikasi Universitas Lampung-Konsentrasi Komunikasi Politik-Alumni Int.Class Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
8 Agustus 2024 6:29 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arie Purnama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jokowi: "L'état, c'est moi" Negara adalah aku. Sumber. (pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi: "L'état, c'est moi" Negara adalah aku. Sumber. (pixabay)
ADVERTISEMENT
L'État, c'est moi (Negara adalah aku) yang dalam Bahasa Prancis adalah sebuah kutipan yang sering kali dikaitkan dengan Raja Louis XIV dari Prancis. Louis memerintah negara dengan kekuasaan yang absolut serta tersentralisasi di sekelilingnya. Ia menegaskan bahwa Raja adalah wakil Tuhan di bumi.
ADVERTISEMENT
Dalam hal inilah kekuasaannya bersifat mutlak, yang berarti bebas dari segala kekangan. Pada Zaman raja Louis inilah istana versailes di resmikan,setelah sebelumnya istana raja Prancis selalu berpindah-pindah. Istana ini menjadi sebuah simbol tangan besi raja yang akan ditinggalkan turun-temurun sampai dengan pecahnya revolusi Prancis.
Lantas apa hubungan yang terjadi di Prancis saat pemerintahan Louis XIV dengan kondisi Indonesia sekarang? Saat ini presiden Joko Widodo sedang menggeber proyek ambisiusnya di Ibu Kota Negara (IKN), yang nantinya akan menjadi Ibu kota baru Indonesia. Hal tersebut merupakan sebuah legacy harus diselesaikan dengan cara apa pun menurut Jokowi.
Salah satu yang menjamin keberlangsungan ambisi ini adalah dengan mendudukkan putra mahkotanya sebagai Wakil-Presiden mendampingi Prabowo. Sehingga Prabowo yang merupakan Presiden terpilih terbelenggu oleh janji kampanye dan kontrak politik dengan para pendukung Jokowi untuk melanjutkan ambisi tersebut.
ADVERTISEMENT
Residu pilpres 2024 terkait aturan batasan umur Kepala Daerah menjadi hal yang lumrah dan akhirnya di sahkan oleh MA, demi melanggengkan anak, mantu, dan kroni Jokowi menjadi kepala-kepala daerah. Efek Joko Widodo dinilai masih terasa dalam kontestasi politik di sejumlah daerah prioritas. Upaya Jokowi untuk membangun dinasti politik telah dimulai sejak bertahun-tahun lalu, bahkan sebelum gaung pemilihan presiden bergema.
Banyak partai politik mencari batu loncatan dengan mengusung anak presiden agar mendapatkan kemenangan mudah, seperti cerminan dari Pilpres 2024. Maka ungkapan L'État, c'est moi (Negara adalah aku) merupakan cerminan Jokowi dalam mengubah aturan-aturan sesuai dengan langkah dan keinginan politiknya.
Miris memang, ketika rakyat harusnya diberikan pendidikan politik yang baik malah sebaliknya. Yang dipertontontonkan oleh Jokowi dan kroninya merupakan sebuah kesewenang-wenangan dalam bernegara. Kenapa tidak dikembalikan saja Indonesia menganut sistem kerajaan, sehingga Jokowi mampu menguasai Indonesia sampai 7 keturunan setelahnya.
ADVERTISEMENT
Apakah Jokowi dan kroninya memikirkan dampak dari kebobrokan politik kekuasaan yang di lahirkan saat ini, menjadi sebuah contoh buruk untuk generasi masa depan? Dampak buruk akan sangat terasa ke depannya di mana partai politik semakin kehilangan identitas, ideologi, serta kaderisasi, di mana hal itu menjadi sebuah proses yang bertele-tele dalam meraih kekuasaan. Akhirnya Indonesia terjerumus dalam jurang kakistokrasi.
Istilah kakistokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani; kakistos (buruk) dan kratos (pemerintahan) di mana di dalamnya terdapat politik transaksional, nepotisme, senioritas, konflik kepentingan, penyalahgunaan kekuasaan, dan jaringan mafia. Saat ini kondisi geo-politik tidak sedang baik-baik saja, malah para politisi Indonesia mempertontonkan perebutan kekuasaan dengan cara yang licik dan culas dengan mengambil jalan pintas kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan golongan.
ADVERTISEMENT
Jangan pernah kita lupa, Indonesia pernah mengalami masa yang mencekam di tahun 1998. Krisis moneter, nepotisme,korupsi,serta kekuasaan mutlak oleh Presiden Soeharto selama 32 tahun menjadi sebuah pemantik gelombang reformasi yang berujung penggulingan kekuasaan.
Apakah hal ini bisa berulang ke depannya? Jawaban nya adalah iya, bukan tidak mungkin menjadi lebih buruk dari tahun 1998. Sedangkan pada tahun 2030 nanti kita akan mendapati bonus demografi yang di proyeksikan menjadi Indonesia emas di tahun 2045.Cita-cita ini menjadi sebuah pepesan kosong, seandainya rakyat tidak segera bangun dari nina bobo penguasa. Rakyat harus segera sadar, bahwa keburukan para elite serta Jokowi dan kroninya harus segera di pangkas.
Mari bersama-sama kita putus mata rantai kakistokrasi Jokowi dalam pilkada 2024 yang akan segera berlangsung, agar kita dapat kembali ke tujuan awal Reformasi 1998. Jangan sampai ketika kita terbangun dari kondisi ini, malah memilih jalan pintas revolusi. Seperti yang terjadi di Prancis Abad Ke 18, pendorong dari revolusi Prancis adalah krisis sosial dan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penyebab dari revolusi Prancis adalah ambisi yang berkembang dan dipengaruhi oleh kaum borjuis serta rakyat yang merasa disakiti oleh penguasa. Indonesia merupakan negara Republik yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945. Bukan Negara yang menganut sistem Kerajaan yang bersifat Mutlak.