Meritokrasi Politik Indonesia: Tantangan dan Kontroversi Menuju Negara Maju

Arie Purnama
Alumni Magister Ilmu Komunikasi Universitas Lampung-Konsentrasi Komunikasi Politik-Alumni Int.Class Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
9 Februari 2024 16:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arie Purnama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi meritokrasi dalam politik. Sumber (Pixabay).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi meritokrasi dalam politik. Sumber (Pixabay).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Istilah meritokrasi sering digaungkan akhir-akhir ini di media oleh pengamat politik. Kalimat ini digaungkan bukan tanpa sebab, hal ini didasari cacatnya pencalonan Gibran sebagai calon Wakil Presiden dengan menggunakan keputusan Mahkamah Konstitusi. Istilah meritokrasi ini sendiri disebut oleh Anies Baswedan satu paslon peserta Pilpres 2024.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, fenomena “orang dalam” yang terjadi di segala lini di Indonesia dapat diselesaikan dengan menerapkan sistem meritokrasi. Istilah ini pertama kali di populerkan oleh Michael Young dalam The Rise of the Meritocracy (1958). Meritokrasi dapat juga diartikan sebagai satu pandangan atau memberi peluang kepada orang untuk maju berdasarkan merit, yakni berdasarkan kelayakan dan kecakapannya atau kecemerlangan.
Istilah meritokrasi kemudian banyak diderivasikan ke dalam istilah merit system. Merit-system merupakan suatu sistem penarikan atau promosi yang tidak didasarkan pada hubungan kekerabatan, patrimonial (anak, keponakan, famili, alumni, daerah, golongan, dan lain-lain) tetapi didasarkan pada pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh orang yang bersangkutan.
Lalu bagaimana dengan merit-system dalam Politik Indonesia?
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya meritokrasi adalah sistem politik yang mengutamakan kompetensi dan pencapaian seseorang dibandingkan dengan latar belakang sosial, dan kekayaan sosial untuk mencapai suatu jabatan atau posisi tertentu. Hasil dari pemimpin Melalui merit sytem pernah terjadi di 4 pemilu langsung yang dilakukan sejak jatuhnya Orde baru, mereka adalah Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Menarik bila kita membahas tentang Joko Widodo,dimana ia dikenal dengan Politisi Anak Kandung Demokrasi.
Jokowi memulai karir sebagai pengusaha,Kemudian maju sebagai Walikota Solo 1 1/2 Periode, kemudian Gubernur DKI selama 2 tahun, lalu menjadi Presiden Republik selama 2 Periode sampai saat ini. Sebelumnya kita tidak mengenal Jokowi yang berasal dari keluarga biasa,pengusaha yang biasa-biasa saja. Akan tetapi beliau dirasa sebagai contoh indahnya Demokrasi, dimana seseorang yang bukan pengusaha kelas kakap, ataupun Ketua partai bisa menjadi Presiden Rakyat.
ADVERTISEMENT
Kesuksesan meritokrasi Jokowi disandingkan Presiden Singapura, kita ketahui Lee Kuan yuew mempunyai latar belakang yang hampir mirip dengan Jokowi. Lee Kuan Yuew Berasal dari ayah yang lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 1903, kemudian ia menjadi arsitek yang mengubah wajah Singapura dari kota pelabuhan tropis kecil tanpa kekayaan sumber daya alam menjadi negara maju dengan keunggulan modal manusia, kualitas hidup, kesehatan, pendidikan, dan pendapatan di dunia atas dasar prinsip meritokrasi yang non-diskriminatif.
Akan tetapi, pada kontestasi 2024 ini Jokowi Menempatkan Anaknya Gibran Sebagai Calon Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto. Kita ketahui bahwa sebelumnya Gibran dipaksakan untuk menjadi Walikota Solo dengan berbagai macam tekanan terhadap politisi-politisi senior yang punya kompetensi lebih baik. Kemudian menantunya Boby Nasution menjadi Walikota Medan.
ADVERTISEMENT
Dan lebih gilanya lagi, Kaesang Anak bungsu Jokowi dalam dua hari menjadi anggota Partai PSI kemudian Menjabat Ketua umum. Fenomena Membuat “orang dalam” dapat membuat orang yang pandai dan mempunyai kemampuan serta talenta kalah dengan orang yang mempunyai "orang dalam". Begitu pula panggung politik pemilihan Presiden 2024 mementaskan lakon nepotisme dan kolusi mengalahkan meritokrasi. Prinsip kesetaraan, porak poranda oleh hubungan kekerabatan.
Lantas apa rekam jejak Gibran hingga dianggap layak diusung sebagai calon Wakil Presiden?
Ada yang mengatakan dibawah kepemimpinan Gibran, Kota Solo mengalami banyak perkembangan yang signifikan. Muncul dugaan, proyek-proyek itu adalah skenario politik untuk mendongkrak popularitas Gibran. Jika ditotal, proyek-proyek itu nilainya lebih dari satu triliun rupiah.
ADVERTISEMENT
Ada pula sejumlah proyek yang dananya berasal dari kantong perusahaan milik negara. Wajar bila ada yang menduga, di balik proyek-proyek itu ada campur tangan penguasa. Seharusnya praktek-praktek nepotisme, kolusi, dan hegemoni kekuasaan punah pasca reformasi 1998. Namun seperempat abad reformasi, praktek tata kelola negara yang busuk itu terindikasi muncul kembali.
Jokowi pernah mencanangkan meritokrasi dicanangkan sebagai napas birokrasi. Penempatan jabatan berdasarkan kompetensi, bukan koneksi. Namun hal tersebut hanya isapan jempol belaka, yang terjadi adalah bagi-bagi kekuasaan dan jabatan berdasarkan kinerja dalam kontestasi politik yang sudah terjadi.
Berbahayakah apabila meritokrasi di kesampingkan?
Bila meritokrasi tidak menjadi napas demokrasi, republik ini rawan terjerumus dalam kakistokrasi, yaitu dipimpin orang yang tidak kompeten dan sarat penyimpangan moral di berbagai lini. Istilah kakistokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani; kakistos (buruk) dan kratos (pemerintahan) dimana didalamnya terdapat politik transaksional, nepotisme, senioritas, konflik kepentingan, penyalahgunaan kekuasaan, dan jaringan mafia. Republik ini harus direformasi melalui prinsip meritokrasi.
ADVERTISEMENT
Hal terbaik dalam meng-ejawantahkan meritokrasi adalah dengan rekam jejak sebagai salah satu daya tawar utama bagi calon pemimpin. Pemilih rasional menentukan pilihan, berdasarkan rekam jejak dan gagasan. Rekam jejak jadi alat deteksi seleksi atas dasar kualifikasi, kompetensi, dan prestasi.
Mimpi para pendiri bangsa adalah Indonesia berbentuk Republik modern ketimbang monarki dan aristokrasi, dimana hal ini mengedepankan meritokrasi sebagai prinsip utama pemerintahan untuk mengantarkan Indonesia Emas 2045 sebagai negara maju. Meritokrasi untuk Republik ini harus dimulai pertama dan utama dengan mereformasi tata kelola pemerintahan secara benar di semua aspek penyelenggaraan negara. Saatnya kita semua berbenah diri secara total dan jujur semata-mata untuk kebaikan dan kemaslahatan bersama.