Konten dari Pengguna

Krisis Koalisi Prabowo ”Rangkul-Merangkul Elit Politik" demi Kekuasan Absolut

Arie Purnama
Alumni Magister Ilmu Komunikasi Universitas Lampung-Konsentrasi Komunikasi Politik-Alumni Int.Class Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
28 April 2024 15:20 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arie Purnama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Krisis Koalisi Prabowo ditandai dengan tindakan rangkul-merangkul lawan politik. Sumber (25/4/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Krisis Koalisi Prabowo ditandai dengan tindakan rangkul-merangkul lawan politik. Sumber (25/4/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Langkah Prabowo tergolong cepat untuk merangkul lawan-lawan politiknya, dimulai dari kunjungan ke NasDem tower pada awal maret lalu, kemudian menyambangi DPP PKB pada 23 maret lalu. Untuk pertemuan dengan PDI-P Prabowo hanya tinggal menunggu waktu.
Dalam pemilu kali ini, sekali lagi kita dipertontonkan dengan kaum elit yang berdalih demi kepentingan bangsa masuk dan mau dirangkul oleh pemenang kontestasi, tetapi sejatinya itu adalah bentuk bagi-bagi kekuasaan. Harapannya dalam perjalanan roda pemerintahan nantinya, tidak ada lagi pihak yang melakukan oposisi atau bersuara keras saat kebijakan yang dilakukan tiddak sesuai dengan kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Hal ini juga dilakukan Presiden sebelumnya, Jokowi merangkul semua pihak termasuk kontestan yang menjadi lawannya yaitu Prabowo subianto.
ADVERTISEMENT
Lantas apa bahayanya ketika tidak adanya pihak oposisi atau lemahnya oposisi terkait dengan kekuasaan?
Kekuasaan yang Tidak Terkendali: Tanpa oposisi yang kuat, pemerintah atau penguasa bisa menjadi tidak terkendali dalam tindakan dan keputusan mereka. Mereka mungkin merasa tidak perlu bertanggung jawab atas tindakan mereka karena tidak ada yang menantang atau mengkritik mereka secara efektif. Sebagai bentuk kekuasaan yang tidak terkendali adalah penetapan Gibran sebagai calon wakil presiden. Diamana terkuat tentang surat dari presiden untuk memuluskan langkah Gibran sebagi kontestan serta dukungan dari paman untuk memuluskan ptusan MK No 90.
Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan: Oposisi yang lemah dapat menciptakan lingkungan yang memungkinkan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Tanpa pengawasan yang efektif, pemimpin dapat memanfaatkan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi atau golongan tertentu, tanpa takut akan konsekuensi politik atau hukum. Hapir sama dengan kekuasan yang tidak terkendali hal ini menjadi celah untuk pemerintah menjadi absolut.
ADVERTISEMENT
Tidak Seimbang dalam Pengambilan Keputusan: Oposisi yang lemah dapat menghasilkan ketidakseimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan politik yang signifikan dapat diambil tanpa pertimbangan yang memadai atau perdebatan yang sehat, yang berpotensi merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Penindasan terhadap Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Sipil: Pemerintah yang tidak diawasi oleh oposisi yang kuat dapat menjadi lebih cenderung untuk menindas hak asasi manusia dan kebebasan sipil. Tanpa kritik dan tekanan dari pihak oposisi, kekuasaan bisa digunakan untuk menekan suara-suara minoritas, membatasi kebebasan berbicara, dan melanggar hak-hak dasar individu. Oposisi yang lemah dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam representasi kepentingan masyarakat. Ini dapat mengakibatkan kebijakan yang tidak mewakili kebutuhan dan aspirasi seluruh populasi, karena suara dan perspektif yang berbeda tidak memiliki platform yang cukup untuk diekspresikan.
ADVERTISEMENT
Polarisasi Politik: Ketidakmampuan oposisi untuk mempengaruhi proses politik secara efektif dapat mengakibatkan polarisasi yang lebih besar di masyarakat. Tanpa adanya penyeimbang yang kuat, perpecahan politik dan sosial dapat meningkat, yang berpotensi merusak kohesi sosial dan stabilitas politik.
Menolak tawaran koalisi dengan lawan politik bisa menjadi keputusan yang sulit dan sensitif. Namun, jika hal itu digunakan sebagai tujuan menciptakan keseimbangan pemerintahan dan demi kepentingan rakyat maka akan menjadi sebuah hal yang baik. Ingatlah bahwa tujuan utama sebagai politisi atau kelompok politik adalah mewakili kepentingan dan aspirasi pemilih. Pemerintah yang memberikan celah untuk opsisi menjadi sehat,sehingga dapat dipastikan suara-suara dari akar rumput yang menolak kebijakan menjadi tersampaikan melalui oposisi. Sebenarnya permasalahn terbesar dalam partai politik kita ini adalah krisis ideologi partai, saat kontestasi ada yang mengatakan idologi mereka adalah perubahan,wong cilik dan lain-lain.akan tetapi ketika godaan untuk koalisi masih diterima maka hal itu menjadi tidak sejalan dengan tujuan awal.
ADVERTISEMENT
Krisis ideologi dapat memicu pertentangan internal di dalam partai politik. Anggota partai mungkin memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang arah dan nilai-nilai partai, yang dapat menyebabkan konflik internal, pemecahan, atau pemecatan anggota. Sehingga membuat kepercayaan publik berkurang. Publik dapat melihat partai sebagai tidak konsisten atau tidak jelas dalam pandangan dan tujuannya, yang dapat mengurangi dukungan pemilih dan mengurangi legitimasi partai. Jika partai politik yang berperan penting dalam pemerintahan mengalami krisis, hal ini dapat mengganggu stabilitas politik dan memengaruhi proses pengambilan keputusan. Jangan sampai oposisi hanya muncul saat kontestasi.
Hal apa yang sebaiknya dilakukan oleh lawan yang kalah ketika diajak bergabung dalam pemerintahan?
Jika ada masalah atau kebijakan yang ingin diperbaiki, lawan yang kalah dapat menggunakan posisi mereka dalam pemerintahan untuk memperjuangkan reformasi. Mereka dapat mencoba mempengaruhi kebijakan dan mengusulkan perubahan yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan cara-cara yang diatur dalam konstitusi kita. Ingat Indonesia didasari dengan azas gotong royong, tetapi bukan gotong royong untuk kepentingan sebagian kelompok atau golongan.
ADVERTISEMENT
Terkadang, meskipun pihak yang kalah telah bergabung dengan pemerintahan, kondisi politik atau kebijakan yang diambil belum tentu membuatnya tetap bertahan di dalam. Lawan yang kalah harus siap untuk mengambil langkah-langkah untuk keluar dari pemerintahan jika perlu, terutama jika langkah tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip fundamental mereka dan kemaslahatan rakyat.
Bukan tidak mungkin pada kontestasi Pilpres 2029 nanti pihak yang kalah menjadi pemenang. Dimana resistensi nya terhadap godaan kekuasan ter-eleminir oleh konsitensi sebagai oposisi pemnyeimbang kekuasaan. Jangan sampai peristiwa MK No 90 menjadi terulang kembali, dimana penetrasi kepentingan dan nepotisme menjadi sebuah hal yang wajar untuk mendapatkan kekuasaan.
Selamat kepada Presiden dan Wakil Presiden terpilih!, kami rakyat mengingatkan bahwa apapun kebijakan yang dibuat, jadikan kepentingan rakyat diatas kepentingan yang lain dan jangan jadikan janji kampanya hanya lip service belaka.
ADVERTISEMENT