Lebih Dalam (Lagi) Menyelami Pajak bagi Penulis: Copyright atau Fee? (Bagian 2)

Arief Hoedha
Konsultan dan Praktisi Perpajakan. Interests: Bisnis, Pendidikan, Personal Development, Sejarah, Musik, Film.
Konten dari Pengguna
8 September 2017 8:50 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arief Hoedha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pajak (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pajak (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Setelah dibuka di akhir tulisan “Lebih Dalam (Lagi) Menyelami Pajak bagi Penulis: Copyright atau Fee? (Bagian 1)”, kita akan langsung meloncat pada pembahasan penghasilan dari modal.
ADVERTISEMENT
Penghasilan dari Modal
Modal yang kita kenal sehari-hari, seringkali terdistorsi dengan istilah biaya. Kronologi sederhananya begini, modal timbul mendahului biaya. Apapun usahanya, diperlukan Modal. Kemudian dari modal tersebut, biaya baru akan dikeluarkan. Atas biaya yang dikeluarkan, pebisnis berharap ada penghasilan yang masuk. Ini yang mendasari prinsip matching cost against revenue. Akhirnya, pendapatan bersih, akan bergabung dengan pencatatan modal dalam laporan ekuitas.
Jadi secara sederhana pula, dapat disimpulkan bahwa modal dimaksudkan untuk memperoleh revenue. Dalam system pembukuan yang berlaku umum, modal dicatat di sisi pasiva. Di sisi lain, bentuk modal akan teridentifikasi atau tercatat di sisi aktiva sebagai aset. Modal berbentuk uang akan tercatat kas di sisi aktiva. Barang bergerak/ tidak bergerak akan tercatat sebagai aset lancer/ tak lancar. Jenis aset yang demikian, disebut aset berwujud. Ada pula aset yang sifatnya tidak berwujud, seperti pengetahuan, paten, copyright, trademark, dll. Setiap aset yang dimiliki mengandung hak atas kepemilikannya
ADVERTISEMENT
Dalam industri secara umum, perlu menelaah supply chain management atau rantai usaha yang terlibat dalam sebuah bisnis. Bisnis secara umum, memiliki skema sebagai berikut:
1. Peredaran usaha/ sales
2. Dikurangi: Harga Pokok/ Biaya Langsung
Komponen: biaya penulis (royalty), pencetakan, logistic, biaya penjualan seperti promosi dan distribusi, dll.
3. Menghasilkan: Laba Kotor
4. Dikurangi: Biaya Operasi/ Biaya tak langsung, cenderung bersifat tetap/ terukur
Komponen: pegawai administrasi, penyusutan aset, biaya pemeliharaan, dll.
5. Menghasikan: LABA/KEUNTUNGAN USAHA
Dalam konteks industri buku, genggamlah sebuah buku dan bayangkan bahwa 100% dari harga banderol yang Anda bayar adalah aspek peredaran usaha (angka 1). Dengan rerata persentase ‘royalti’ bagi penulis sebesar 10% dari harga banderol (jika anda penulis ternama, mungkin bisa mendapatkan 12,5%-15%), menunjukkan bahwa penulis akan memperoleh penghasilan 10% dari total penjualan. Bayangkan jika pihak penerbit, setelah memperhitungkan harga pokok dan biaya operasi ternyata memperoleh keuntungan usaha bersih 20%.
ADVERTISEMENT
Dengan ilustrasi di atas, penulis sebagai pemilik/ pemegang copyright, akan memperoleh penghasilan sebesar 50% dari laba usaha yang diperoleh penerbit. Sekarang kita bandingkan upaya atau effort dan risiko yang harus ditanggung oleh penerbit dan penulis.
Penulis buku bekerja untuk membentuk MODAL berupa karya cipta yang dilindungi yang nantinya diperbanyak, didistribusikan ke penikmat buku. Tentu membutuhkan waktu, tenaga, intelektualitas yang tak bisa diukur dengan mudah dalam melahirkan karya cipta. Ia melakukan riset, berupa pengayaan materi melalui keluasan khasanah bacaannya. Lalu, mengembangkannya melalui tulisan dengan imajinasi dan gaya penulisan yang akan menjadi selling point. Ia menggunakan aset lain berupa komputer, misalnya, dalam menuangkan pemikirannya lalu menghasilkan karya cipta. At the end of the day, ia melahirkan aset berupa karya cipta. Kepemilikan aset ini terlindungi, dijamin oleh Negara, secara ekonomis, keadilan, kebudayaan, dan sosial.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, penerbit sebagai pelaku usaha, berkepentingan memperoleh laba. No matter what, no matter how. Namun ia tidak bisa berjalan sendiri. Ia memerlukan penulis. Apa yang diterbitkan, jka tidak ada tulisan? Bisakah ia menulis sendiri? Bisa. Tapi siapa yang mau beli?
Kaidah yang berlaku selama ini, penerbit memberikan bagian labanya dengan mekanisme royalty. Secara ekonomis dalam rangka memperoleh laba yang lebih tinggi, jika penerbit ‘ngeh’, mereka bisa membentuk kerja sama dengan penulis-penulis sebagai penyuplai tulisan. Dalam kondisi ini, maka penulis-penulis tersebut bertindak sebagai professional yang melakukan pekerjaan bebas (digolongkan sebagai self-employed) yang akan memperoleh imbalan fee dan bisa menerapkan NPPN.
Apakah ini yang terbaik? Mungkin. Hanya saja, dengan skema seperti ini, timbul pertanyaan: siapa yang memiliki karya cipta tersebut? Penulis? Tidak. Faktanya memang ia yang menghasilkan karya cipta tersebut. Tapi fakta lain, karya cipta itu ia persembahkan bagi penerbit. Penerbit lah yang memiliki hak untuk mengeksploitasi karyanya itu. Termasuk memperbanyak/ mengcopy sebanyak ia mau, tanpa mengeluarkan bagian keuntungannya (royalty kepada penulis).
ADVERTISEMENT
Ada kenyamanan di kondisi atas penghasilan berupa fee dari pekerjaan bebas. Pajak lebih kecil karena penerapan Norma Penghitungan Penghasilan Netto. Tapi akan ada potensi pendapatan yang lebih besar jika karyanya ‘meledak’ di pasaran andai ia memposisikan sebagai sebagai pemilik karya cipta.
Bonus track: Penghasilan dari Kegiatan Usaha
Memposisikan penulis sebagai bagian dari business owner, bukannya tanpa akibat. Dengan skema seperti penjelasan di sub judul sebelumnya, maka bagian penghasilan yang diterima oleh penulis akan bermuara pada dividen. Lagi-lagi, ada mekanisme pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15%.
Penutup
Musuh utama penulis (dan penghasil karya cipta lain) yang sejati, lagi-lagi adalah piracy/ pembajakan. Dalam banyak kasus, patut diduga penerbit/ publisher justru turut terlibat. Penghasil karya cipta, tidak akan memperoleh sepeser pun karena pembajakan. Premis ini memerlukan pembuktian dan upaya penegak hukum untuk mengungkapnya.
ADVERTISEMENT
Bagaimanapun juga, perlu diskusi mendalam dengan melibatkan semua pihak terkait, dalam mengklasifikasikan penghasilan yang diperoleh penulis: apakah merupakan imbalan terkait pekerjaan bebas, atau pemilik intellectual property (royalty), ataukah malah sebagai pemilik usaha jika digunakan pendekatan karya cipta adalah bagian dari modal. Tidak hanya bagi subjek pajakmya, tapi juga bagi otoritas pajak.
Kebenaran sejati hanya milik-Nya. Jika ada kesalahan, tentu itu bagian dari kelemahan saya sebagai manusia.
Salam hormat.