Konten dari Pengguna

Pentingnya Memahami Visi Misi Perguruan Tinggi dan Kurikulum Program Studi

Arief Rahman Nur Fadhilah
Mahasiswa Magister Psikologi Unair. Suka menyendiri tapi takut sendirian.
5 September 2024 12:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arief Rahman Nur Fadhilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perguruan Tinggi. Sumber: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perguruan Tinggi. Sumber: pixabay
ADVERTISEMENT
Belakangan ini muncul diskusi hangat di ruang maya terkait luaran dari perguruan tinggi di Indonesia. Setiap topik ini diangkat di media sosial, selalu muncul dua golongan yang saling tidak sependapat sehingga menciptakan polarisasi. Terdapat kubu yang beranggapan bahwa perguruan tinggi seharusnya menciptakan calon-calon peneliti. Di kubu lain, mereka beranggapan perguruan tinggi seharusnya menciptakan mahasiswa yang siap kerja.
ADVERTISEMENT
Argumen yang dibawa pun bermacam-macam. Mulai dari dalil agama hingga data-data terkait rendahnya SDM di Indonesia. Masalahnya, tidak satupun dari mereka menyinggung tentang visi misi perguruan tinggi dan kurikulum program studi. Padahal keduanya merupakan poin penting pada topik ini.
Visi Misi dan Kurikulum Sebagai Refleksi
Visi misi yang dipegang perguruan tinggi dan kurikulum yang diterapkan program studi merupakan refleksi dari arah pendidikannya. Perguruan tinggi memiliki kebebasan masing-masing dalam menentukan arah pendidikan. Keputusan ini dipengaruhi oleh penafsiran terkait kebutuhan spesifik apa yang sedang berusaha dipenuhi di masyarakat. Sehingga memahami visi misi dan kurikulum pendidikan merupakan hal wajib sebelum memutuskan untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
Tidak ada yang salah dalam menentukan arah pendidikan. Semuanya diarahkan untuk kebaikan dan berkontribusi mengisi kebutuhan yang ada. Terlebih lagi pendidikan merupakan upaya untuk memuliakan seseorang. Sehingga saling merendahkan cara satu dan yang lain merupakan hal yang kurang tepat.
ADVERTISEMENT
Menyelaraskan Pendidikan Dengan Tujuan Pribadi
Seseorang yang ingin melanjutkan studi terlebih dahulu harus memahami minimal apa yang ingin dicapai setelah mendapatkan ijazah pendidikan. Pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya self-inquiry dapat digunakan untuk memantik pemahaman tersebut. Contohnya seperti, “setelah lulus, apa yang ingin aku lakukan?”, “ilmu apa yang harus aku pelajari untuk menunjang keinginanku setelah lulus?”, dan lain sebagainya.
Langkah selanjutnya adalah menyelaraskan tujuan pribadi dengan pilihan pendidikan yang ada. Pahami secara utuh luaran pendidikan yang diberikan dari masing-masing lembaga. Luaran pendidikan disimpulkan dari visi misi dan kurikulum yang ditawarkan. Luaran ini tidak selalu harus dikotak-kotakan menjadi seorang peneliti atau pekerja industri karena memang tidak sesempit itu.
Terdapat beberapa format pendidikan yang lazim dan cukup kentara perbedaan luaran pendidikannya. Sekolah kedinasan yang dibawahi oleh berbagai kementerian luarannya kurang lebih mencetak SDM yang disiplin dan taat aturan untuk mengisi berbagai posisi strategis sebagai Pegawai Negeri Sipil. Metode pendidikannya pun kental dengan upaya-upaya pendisiplinan semi-militer yang dipandang efektif menanamkan nilai yang diharapkan.
ADVERTISEMENT
Contoh lain, Pendidikan Sekolah Vokasi mengajarkan ilmu-ilmu praktikal yang langsung bisa diterapkan di dunia kerja. Tujuannya pun sudah jelas untuk mencetak angkatan siap kerja setiap tahunnya. Khusus untuk universitas, cakupan luarannya seringkali sangat luas. Namun, biasanya selalu ada kecenderungan.
Perdebatan di Masyarakat
Perdebatan yang terjadi di masyarakat bisa terjadi salah satunya akibat kekecewaan seseorang atas ketidakselarasan luaran lembaga pendidikan dengan tujuan pribadi. Sudah terlanjur masuk, tetapi ternyata tidak sesuai dengan harapan. Bisa jadi karena mereka hanya melihat nama jurusannya tanpa mengetahui lebih dalam terkait kurikulum pendidikan di masing-masing program studi.
Meskipun memiliki program studi yang sama, kurikulum dan luaran pendidikannya bisa berbeda-beda di setiap universitas. Contohnya saja yang terjadi di jurusan sarjana psikologi sebelum disahkannya UU tentang penyelenggaraan pendidikan psikologi. Karena ingin mencetak peneliti dan pengembang alat tes psikologi, mahasiswa di suatu perguruan tinggi tidak banyak dituntut untuk menguasai alat ukur dan cara interpretasinya. Melainkan memahami dasar teori dan pengembangan alat ukurnya.
ADVERTISEMENT
Di kampus lain misalnya, sarjana psikologi dituntut untuk harus segera memahami secara penuh aplikasi dari alat ukur hingga interpretasinya. Tujuannya agar segera bisa menjadi tenaga ahli di lapangan.
Intinya, tidak ada yang salah dari masing-masing luaran pendidikan di setiap perguruan tinggi. Semuanya benar karena punya dasar berpikirnya masing-masing. Sudah menjadi tugas para calon mahasiswa untuk selektif agar tidak terjerumus pada pilihan yang tidak tepat dan menyesal di kemudian hari.