Budaya Ngopi di Arab Saudi Tingkatkan Potensi Ekspor Kopi Indonesia

Arief Ilham Ramadhan
Percaya alien itu eksis
Konten dari Pengguna
6 Desember 2019 15:54 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arief Ilham Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi nongkrong sambil minum kopi. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi nongkrong sambil minum kopi. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Sebagai penggemar kopi yang kadung gandrung dengan cita rasa kopi specialty, saya sempat menderita ketika awal-awal tiba untuk penugasan di Arab Saudi pada 2015. Pasalnya, saat itu sulit sekali menemukan tempat nongkrong yang menawarkan kopi specialty.
ADVERTISEMENT
Selain gahwa alias kopi rempah khas Arab (lihat tulisan saya sebelumnya), yang umum dijumpai saat itu adalah kopi-kopi yang ditawarkan oleh kedai-kedai komersil semacam raksasa jaringan waralaba coffeeshop dunia asal Amerika Serikat berlogo mermaid. Bisa dibilang, kultur kopi di Arab Saudi saat itu masih berhenti di gelombang ke-2 atau second wave.
Demi memuaskan dahaga, saya terpaksa menyeduh sendiri biji kopi specialty yang saya beli ketika berkesempatan pulang ke Indonesia atau berpergian ke negara lain. Namun tentu tidak ada yang bisa menggantikan sensasi menyeruput kopi berkualitas sambil membaca buku bagus di kafe yang nyaman.
Persediaan biji kopi specialty dan berbagai alat seduh manual (Foto: dokumentasi pribadi Instagram/@ariefklarung)
Kultur Kopi Arab Saudi Bergeser
Syukurnya, sejak 2017, kultur kopi gelombang ke-3 atau third wave mulai menjangkiti masyarakat Arab Saudi, ditandai dengan mulai bermunculannya kafe-kafe kopi specialty di Arab Saudi. Berdasarkan pengamatan saya, kultur baru ini banyak dibawa oleh anak-anak muda Saudi sepulangnya mereka dari menempuh pendidikan di luar negeri. Sejak akhir dekade 2000-an sampai saat ini, Arab Saudi telah mengirim jutaan anak mudanya untuk belajar ke negara-negara Barat.
ADVERTISEMENT
Pengamatan tersebut diamini oleh Sara Alali, barista dan pemilik That Coffeeshop di Riyadh, ibukota Arab Saudi. Sara sendiri merupakan alumni S2 University of Alberta, Kanada, dengan dana beasiswa dari Pemerintah Arab Saudi.
Sepulangnya dari Kanada, Sara kesulitan menemukan kafe dengan kopi berkualitas untuk menemaninya membaca buku. Berawal dari situ, Sara memutuskan untuk memulai bisnis kopinya sendiri. Selain oleh alumni sekolah Barat, popularitas kopi specialty, menurut Sara, juga didorong oleh media sosial.
“Kita tidak bisa memungkiri peran media sosial dalam menyebarluaskan tren kopi specialty ini,” simpul Sara.
Sara Alali, barista yang juga pemilik That Coffeeshop di Riyadh, Arab Saudi (Foto: Instagram/@s_f_ali)
Lain lagi pengamatan Tony Pramana, roaster asal Indonesia yang saat ini menjabat sebagai Kepala Produksi di Bunista Roastery di Al Khobar, sebuah kota di Provinsi Timur Arab Saudi.
ADVERTISEMENT
Tony menilai pemisahan tempat duduk antara family section dan single section yang semakin jarang diterapkan terutama di kafe kopi specialty turut menyumbang popularitas kopi specialty.
“Hal tersebut mendorong milenial dan gen-Z berbondong-bondong mendatangi specialty coffeeshop untuk bersosialisasi terhadap lawan jenis, yang sulit mereka lakukan di tempat lain dikarenakan adanya pemisahan tempat duduk single dan family section tersebut,” tutur Tony.
Tony Pramana saat menjadi juri Aeropress Competition di Bahrain, bulan Oktober silam (Foto: Instagram/@sayyarhospitality)
Potensi Ekspor Kopi Indonesia
Pergeseran kultur menyebabkan konsumsi kopi dalam negeri Arab Saudi terus meningkat. Akibatnya, keran impor kopi Arab Saudi pun dibuka lebar. Pemerintah Indonesia cukup jeli melihat potensi ini.
Kopi merupakan salah satu dari 10 komoditi utama Indonesia. Meskipun ekspor kopi Indonesia secara global turun drastis dari US$ 1.187.158.000 pada 2017 menjadi US$ 817.789.000 pada 2018 akibat kondisi perkebunan yang sedang tidak baik, nilai ekspor kopi Indonesia ke Arab Saudi justru terus menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun.
ADVERTISEMENT
“Pada 2017, impor kopi Indonesia meningkat sebesar 141% dari US$ 102.000 menjadi US$ 246.000 dan meningkat kembali sebesar 78% menjadi US$ 440.000 pada 2018,” beber Erwansyah, Atase Perdagangan pada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Riyadh.
“Walau meningkat berkali lipat dalam 2 tahun saja, namun Indonesia baru berhasil merebut 0.21% dari keseluruhan pasar impor kopi Arab Saudi yang mencapai US$ 212.719.000. Ekspor kopi Indonesia masih sangat berpotensi untuk terus tumbuh,” lanjutnya.
Kinerja Impor Kopi Arab Saudi 2016-2018 (Sumber: Atase Perdagangan KBRI Riyadh)
Salah satu faktor yang menyebabkan market share kopi Indonesia di Arab Saudi relatif kecil adalah belum cukup dikenalnya kopi Indonesia oleh masyarakat Arab Saudi.
“Secara tradisional, untuk membuat gahwa, masyarakat Arab Saudi telah lama akrab dengan kopi Yaman dan Ethiopia. Pemerintah Indonesia harus berupaya ekstra dalam memperkenalkan kopi Indonesia ke masyarakat Arab Saudi,” tutur Sara Alali.
ADVERTISEMENT
Tony Pramana juga menilai bahwa harga kopi Indonesia yang relatif mahal menjadikannya kurang kompetitif. Kopi Afrika dan Amerika Latin masih menjadi favorit di Arab Saudi karena keunggulan komparatif berupa kedekatan wilayah sehingga harga dapat ditekan.
“Solusinya mungkin bisa dengan memperkenalkan berbagai varietas dan variasi pada proses pasca panen. Namun yang terpenting adalah menjaga kualitas. Kualitas yang tinggi bisa menjadi justifikasi dari harga yang sedikit mahal,” ujar Tony.
Upaya Pemerintah untuk Meningkatkan Ekspor
Menurut Erwansyah, KBRI Riyadh telah melakukan sejumlah langkah untuk meningkatkan ekspor kopi Indonesia ke Arab Saudi, antara lain dengan mengikuti berbagai pameran, melakukan survei pasar, kunjungan ke Kadin-Kadin provinsi dan kota di Arab Saudi, dan memfasilitasi serta mendorong brand dan waralaba Indonesia untuk melakukan ekspansi ke Arab Saudi.
ADVERTISEMENT
Brand Indonesia yang telah sukses di Arab Saudi adalah J.Co Donuts and Coffee, yang dalam jangka 2 tahun sudah memiliki 3 cabang di Riyadh. Keberadaan J.Co turut menyumbang peningkatan nilai ekspor kopi Indonesia ke Arab Saudi.
Menariknya, selain pendekatan dagang, KBRI Riyadh juga menggunakan pendekatan non-konvensional dalam mempromosikan kopi Indonesia, yaitu dengan menggandeng barista-barista Indonesia di Arab Saudi.
Para barista tersebut tergabung dalam Barista Indonesia – Kingdom of Saudi Arabia (BIKSA). Menurut Hery Ahmad, founder BIKSA, saat ini terdapat 63 barista dan roaster Indonesia di seluruh Arab Saudi.
“Mereka mengenalkan kopi Indonesia ke atasan masing-masing dan sudah beberapa yang berhasil meyakinkan atasannya untuk impor kopi dari Indonesia,” jelas Hery.
ADVERTISEMENT
Bersama BIKSA, pada 2019 ini KBRI Riyadh telah 2 kali mengadakan pelatihan barista untuk para ekspatriat Indonesia di Arab Saudi.
“Salah satu tujuan kegiatan ini adalah agar para peserta dapat menyebarluaskan informasi mengenai kopi Indonesia kepada orang-orang Saudi yang mereka kenal,” jelas Djoko Sulastomo, Pelaksana Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya pada KBRI Riyadh.
“Sejauh ini sudah ada 100 alumni pelatihan barista yang diharapkan membantu mempromosikan kopi Indonesia,” lanjutnya.
Belum lama ini, BIKSA juga turut menyumbang kesuksesan acara Wonderful Indonesia Week yang diselenggarakan oleh KBRI Riyadh pada 22-23 November 2019 dengan membagi-bagikan minuman kopi asli Indonesia kepada para pengunjung.
Hery Ahmad (sedang menunjuk), founder BIKSA, sedang mengajar teknik seduh manual pada kegiatan pelatihan barista yang dilaksanakan oleh KBRI Riyadh dengan dukungan BIKSA (Foto: Instagram/@kbri_riyadh)
Pergeseran kultur kopi dari second wave ke third wave menjadikan pasar kopi Arab Saudi bergairah dan terus berkembang. Pemerintah Indonesia diharapkan mampu memaksimalkan potensi yang terbuka lebar untuk peningkatan ekspor kopi Indonesia. Ayo globalkan kopi Indonesia!
ADVERTISEMENT