Mencicipi Gahwa, Kopi Rempah Khas Arab yang Istimewa

Arief Ilham Ramadhan
Percaya alien itu eksis
Konten dari Pengguna
18 November 2019 1:09 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arief Ilham Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gahwa dan kurma, duet nikmat kuliner Timur Tengah (Foto: Flickr/JOJO .. ♥)
zoom-in-whitePerbesar
Gahwa dan kurma, duet nikmat kuliner Timur Tengah (Foto: Flickr/JOJO .. ♥)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika pertama kali disuguhkan dan mencoba gahwa, saya tidak langsung suka. Awalnya saya sempat mengira yang saya minum adalah jamu, sampai seorang teman menjelaskan bahwa itu adalah kopi khas Timur Tengah. Jangan bayangkan rasanya seperti kopi susu dengan gula aren yang sedang digemari di Indonesia saat ini, karena memang rasa gahwa lebih mendekati jejamuan dibanding kekopian.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, setelah pengalaman pertama itu, saya malah selalu rindu dengan rasa gahwa. Saya semakin menghargai gahwa setelah mengetahui lebih jauh mengenai sejarah, cara pembuatan dan posisi pentingnya dalam tradisi dan adat istiadat bangsa Arab. Cara penyajiannya pun istimewa dengan tata cara khusus yang diwariskan turun temurun.
Tidak mengherankan jika UNESCO menetapkan gahwa sebagai warisan dunia tak benda pada 2015 silam.
Disebarkan oleh Bangsa Arab Yaman
Walaupun secara umum diyakini bahwa provinsi Kaffa di Ethiopia merupakan asal muasal tanaman kopi, namun kultur minum kopi dan catatan pengetahuan tentang tanaman kopi pertama kali justru dikembangkan di Yaman sejak tahun 1300an.
Kota Pelabuhan Mocha di Yaman, pusat perdagangan kopi terbesar pada masanya (Foto: Flickr/British Library)
Dari Yaman, pada awal 1400an kopi mulai tersebar ke Hejaz (sekarang Mekah), Madinah dan Najd (wilayah yang sekarang meliputi Riyadh, Al Qasim dan Ha’il di Arab Saudi). Selanjutnya kopi tersebar ke Mesir, Turki lalu masuk ke dataran Eropa pada tahun 1700an.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan minuman kopi yang banyak kita jumpai di Indonesia saat ini, bangsa Arab telah ratusan tahun mengembangkan minuman kopi dengan racikan khas berkearifan lokal dan menamai minuman tersebut gahwa.
Simbol Keramahtamahan (Hospitality) dan Kedermawanan (Generosity)
Sebagai kawasan yang pertama-tama terpapar oleh kopi sejak ratusan abad silam, tidak heran bila gahwa kemudian menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi dan adat istiadat bangsa Arab. Gahwa berkembang menjadi simbol bagi keramahtamahan dan kedermawanan bangsa Arab.
Menyuguhkan gahwa merupakan bagian dari hospitality bangsa Arab (Ilustrasi. Foto: Flickr/PakistanHousing.pk
Menyuguhkan gahwa kepada tamu merupakan hal yang wajib hukumnya. Kegagalan dalam menyajikan gahwa kepada tamu merupakan tindakan yang sangat tidak patut dan memalukan bagi bangsa Arab. Gahwa merupakan hidangan yang pertama-tama disajikan kepada tamu sebelum hidangan-hidangan selanjutnya dikeluarkan.
ADVERTISEMENT
Uniknya, meskipun diketahui bahwa sang tamu tidak menyukai gahwa, tetap saja tuan rumah harus menyajikannya sebagai bentuk penghormatan kepada tamu dan untuk menunjukkan kedermawanan.
Cara Pembuatan dengan Perkakas yang Khas
Salah satu hal yang membedakan antara gahwa dengan kopi lain adalah cara pembuatannya dan penggunaan perkakas yang khas. Meskipun saat ini telah banyak pula penggunaan perkakas-perkakas modern dari listrik, namun metode tradisional masih dilestarikan.
Pembuatan gahwa yang otentik sepenuhnya dilakukan secara manual, dengan bahan-bahan segar dan langsung disajikan setelah diseduh. Proses sangrai sampai penyeduhannya biasanya dilakukan langsung didepan tamu. Sampai sekarang ini, proses memasak menggunakan kayu bakar masih jamak ditemui.
Proses sangrai biji kopi mentah untuk membuat gahwa (Foto: Flickr/Abdullah Alkifen)
Berbeda dengan metode pembuatan kopi lain, biji kopi untuk gahwa tidak disangrai sampai berwarna gelap, tetapi cukup disangrai muda saja. Biji kopi yang sudah disangrai kemudian ditumbuk pada mihbash, wadah kayu atau metal khas Baduy Arab, sampai berbentuk bubuk kasar.
Proses menumbuk biji kopi menggunakan mihbash (Foto: Flickr/Uncornered Market)
Langkah selanjutnya adalah merebus bubuk kopi tersebut sampai mendidih dengan menggunakan dallah, sebuah teko khas dengan corong tuang agak panjang dan melengkung seperti paruh burung. Saking ikoniknya, sampai-sampai banyak dibangun tugu berbentuk dallah di berbagai kota di kawasan Teluk.
Tugu berbentuk dallah di Doha, Qatar, simbol keramahtamahan bangsa Arab (Foto: Flickr/Stewart Lacey)
Rasa Unik dari Campuran Rempah
ADVERTISEMENT
Nah, yang menjadi pembeda terbesar antara gahwa dengan minuman kopi lainnya adalah rasa. Tidak hanya karena proses sangrai yang singkat, rasa gahwa yang begitu unik juga merupakan sumbangsih besar dari campuran rempah-rempah yang digunakan.
Bubuk kapulaga merupakan campuran utama dalam gahwa. Bukan gahwa namanya kalau tidak menggunakan campuran kapulaga. Campuran rempah-rempah lain juga dapat digunakan tergantung selera. Cengkeh biasa dijadikan campuran untuk memberikan sedikit rasa pedas, sementara safron umumnya digunakan untuk memberikan efek warna keemasan pada kopi. Beberapa rempah dan bahan campuran lain juga umum digunakan seperti kayu manis, jahe, jinten dan air mawar.
Kapulaga, bahan campuran utama untuk membuat gahwa (Foto: Flickr/Riccardo Bruni)
Sebagai catatan, gahwa yang otentik tidak menggunakan pemanis. Untuk mengimbangi rasa pahitnya, biasanya penyajian gahwa ditandemkan dengan kurma.
ADVERTISEMENT
Berkat campuran berbagai rempah-rempah, selain sensasi rasa yang berbeda, gahwa juga menawarkan berbagai manfaat untuk kesehatan.
Protokol Penyajian
Gahwa tidak disajikan di meja dan tidak bersifat self-service dimana tamu menuang sendiri ke gelasnya. Gahwa disajikan oleh tuan rumah atau oleh pelayan, dengan protokol yang lumayan ketat.
Muqahwi, sebutan untuk sang penyaji, harus memegang dallah berisi gahwa dan menuangnya dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya memegang 3 atau 5 gelas saji bernama finjaan. Gelas ini berukuran mini dan tanpa gagang.
Muqahwi siap menyajikan gahwa (Foto: Flickr/Mustafa Saad)
Ukuran finjaan yang mini dikarenakan gahwa harus disajikan panas-panas. Muqahwi hanya akan menuangkan gahwa tidak lebih dari dua per tiga gelas, sehingga suhu gahwa dapat turun dengan cepat dan mudah diminum oleh tamu.
ADVERTISEMENT
Tamu yang memiliki kedudukan paling tinggi mendapatkan kehormatan untuk menerima sajian gahwa pertama. Untuk selanjutnya, muqahwi harus menyajikan gahwa dari tamu paling kanan di ruangan secara berurutan dan tidak boleh ada yang terlewat. Muqahwi harus terus berdiri sampai semua tamu selesai dan mengembalikan finjaan kepadanya.
Cara Menikmati
Etika dalam menikmati gahwa adalah maksimal 3 cangkir finjaan saja. Meskipun tuan rumah siap untuk terus mengisi ulang cangkir finjaan kita, namun meminum cangkir ke-empat dan seterusnya akan dianggap tidak sopan.
Satu hal penting yang harus diketahui oleh para tamu adalah bagaimana cara mengembalikan finjaan kepada muqahwi dengan benar. Menyorongkan begitu saja finjaan ke muqahwi adalah kode untuk minta tambah. Sementara itu, kode yang digunakan jika kita sudah selesai dan tidak ingin menambah adalah dengan menggoyang-goyangkan finjaan dengan lembut ketika kita mengembalikannya ke muqahwi.
ADVERTISEMENT
Sekarang, jika Anda berkesempatan mengunjungi Timur Tengah dan disuguhi gahwa, Anda sudah paham seluk beluknya dan tahu bagaimana etika yang benar dalam menikmatinya.
Atau, jika sudah tidak sabar mencicipi rasanya, Anda juga bisa mencoba untuk membuat gahwa Anda sendiri di rumah. Selamat mencoba!