Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Moral dan Hati Nurani Sosok Jurnalis
27 September 2024 12:51 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Arief Setyawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jurnalis merupakan pilar penjaga demokrasi. Pergolakan dari keadaan suatu negara bergantung dengan keadaan pers pada masa itu. Ketika Kebebasan Pers dibungkam, ketika itu pula keadaan suatu negara sedang dipertanyakan. Pers yang bergerak sebagai penyambung lidah rakyat pastinya akan menyampaikan informasi dengan objektif dan berpihak kepada masyarakat luas tanpa dihantui oligarki. Apabila keadaan suatu negara maupun masyarakat sedang kacau dan tidak beres, pers akan selalu bergerak sebagai pengingat akan kesalahan yang telah diperbuat oleh negara atau masyarakat tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam mengemban tugasnya, pers juga memiliki padanan aturannya sendiri. Regulasi dalam pelaksanaan jurnalisme dalam ranah pers diatur pada Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dan Undang Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Selain itu diatur juga dalam Undang Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (PPP-SPS). Kode etik jurnalisme menjadi saksi tulis bahwasanya jurnalis memiliki kode etik yang tidak boleh sekalipun dilanggar. Etika pers lah yang menggambarkan moral seorang jurnalis dalam melaksanakan tugasnya. Etika dan moral sangat dijunjung tinggi oleh pers, sebab pers adalah suatu organisasi yang berpihak kepada keobjektifan sesuatu dan tidak memihak satu pihak saja. Etika dan moral tersebut akan ditunjukkan pers melalui tingkah lakunya dan juga karya yang disebarluaskannya.
ADVERTISEMENT
Jurnalis yang ada di Indonesia saat ini masih memegang teguh prinsip dari kode etik jurnalisme. Akan tetapi, tak jarang kita lihat bahwasanya ada juga beberapa jurnalis yang tersandung hingga terjerat ke dalam kasus pelanggaran kode etik jurnalisme. Mulai dari jurnalis yang menerima suap, jurnalis yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk mendukung oligarki, jurnalis yang menerbitkan berita demi menguntungkan salah satu pihak, hingga jurnalis yang menyebarluaskan informasi hanya demi sensasi dan menjual harga diri seseorang semata. Hal tersebut bertolak belakang dengan moral dan hati nurani pers. Pers yang bersifat objektif dan kredibel dilecehkan dengan adanya beberapa oknum yang melakukan pelanggaran atas kode etik jurnalisme tersebut.
Pertanyaan penting yang harus disasarkan kepada pers adalah apakah pers harus memiliki moral dan hati nurani?, bagaimana pers membedakan antara moral dan hati nurani dengan suatu hal yang bersifat objektif demi mencapai target informasi nyata dan faktual?.
ADVERTISEMENT
Contoh kasus yang terjadi adalah apabila terdapat seseorang yang rumahnya berasap dan menimbulkan potensi kebakaran terjadi sedangkan pers sedang melihat kejadian tersebut. Pers tersebut harus membantu untuk memadamkan apinya dengan mengerahkan usaha sampai nyawanya sendiri demi menyelamatkan orang yang terjebak di dalamnya ataukah seorang pers langsung memberitakan kejadian tersebut ke media. Jika moral dan hati nurani dikedepankan, maka kebakaran tersebut bisa saja tidak terjadi akibat rasa kemanusiaan yang kokoh. Namun, jika pers mengedepankan hati nuraninya pada saat tersebut, pers tersebut akan kehilangan keuntungan dirinya sendiri atas berita yang mungkin dapat disebarluaskannya dengan cepat dan mendapatkan keuntungan yang besar dari padanya.
Hal tersebut merupakan maksud dari moral dan hati nurani sosok pers. Pers harus mengedepankan moral dan hati nurani dibandingkan dengan kepentingan materi lainnya. Meskipun pers adalah pilar demokrasi dan penyebar informasi yang layak dipercaya, tetapi yang lebih tinggi derajatnya adalah sisi kemanusiaan yang kokoh yang berada dalam hati nurani pers tersebut. Terlepas dari pekerjaan, karir, dan keilmuan yang pers tekuni sekalipun, mereka hanyalah manusia yang memiliki moral dan hati nurani yang wajib menjunjung tinggi kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Lantas, timbul jugalah pertanyaan lanjutan mengenai hati nurani pers tersebut. Jika hanya keobjektifan yang dipegang pers tanpa adanya moral dan hati nurani, apa yang akan terjadi terhadap penyebarluasan informasi maupun berita?.
Jawaban tersebut dapat dijawab dengan fakta sejarah pada abad ke-19 oleh sosok yang bernama William Randolph. Pada masa itulah pers dinyatakan cacat akibat persaingan antar dunia pers demi meraih kepopuleran. Jurnalisme kuning ini adalah salah satu gaya penulisan jurnalis yang melenceng dari kode etik hingga moral dan hati nurani sosok pers. Gaya jurnalisme ini menekankan pada foto sensasional dan cerita yang dipilah, judul serta lead yang besar dan memberi penekanan pada human interest dan personality. Pemberitaan paling terkenal dengan gaya jurnalisme kuning ini terjadi pada tahun 1898 saat Hearts menulis berita peledakan kapal perang Maine di Havana, Kuba. Laporan sensasional yang dibuat William Randolph menyebabkan AS akhirnya berperang dengan Spanyol di Kuba dan Filipina.
ADVERTISEMENT
Praktek jurnalisme kuning tersebut juga digambarkan dengan sangat jelas dalam film Nightcrawler yang disutradarai oleh Dan Gilroy. Film tersebut menceritkan tentang kompetisi dunia pers yang menginginkan suatu berita yang populer. Pastinya, masyarakat menyukai hal yang bersifat sensasional hingga menarik perhatian dari sisi kemanusiaan. Pada film tersebut, sang pemeran utama mengabaikan sisi moral dan hati nurani pers demi mendapatkan suatu fotografi hingga narasi berita yang menarik perhatian pasar. Dia bahkan rela untuk ikut campur tangan dalam mendramatisir kasus pembunuhan, kekerasan, hingga pemerkosaan yang terjadi demi ketertarikan pasar dari informasi yang akan disebarluaskannya. Sebagai penonton, kita akan terjebak dalam kekaguman bagaimana kita bisa mendukung karakter tidak bermoral seperti itu dan bagaimana jerih payahnya digambarkan demi mendapatkan materi yang diinginkannya.
ADVERTISEMENT
Dengan mengetahui berbagai macam praktik jurnalis yang tidak melibatkan etika, moral dan hati nurani di dalamnya, kita juga akan memiliki kesadaran tersendiri mengenai betapa pentingnya moral dan hati nurani dalam pers yang adalah pilar keempat dari demokrasi. Sebisa mungkin, jurnalis harus menghindari perbuatan yang melanggar kode etik jurnalis hingga menggunakan hati nurani dengan kokoh. Dengan hati nurani, yang kita maksudkan adalah penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani memberi perintah atau memberi larangan kepada kita untuk melakukan sesuatu kini dan di sini. Ia tidak berbicaa tentang yang umum, melainkan tentang situasi yang sangat konkret (Bertens, 2005 : 52). Mengambil sikap melawan hati nurani dapat menjerumuskan kita pada jurang yang menghancurkan integritas kita dan serempak juga berarti menghianati martabat terdalam kita.
ADVERTISEMENT