Konten dari Pengguna

Sebab Akibat Regulasi Penyiaran

Arief Setyawan
Mahasiswa FISIP Universitas Andalas
19 November 2024 15:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arief Setyawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi masyarakat yang terpapar agenda setting serta framing oleh media. Gambar: Ilusrasi Canva.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi masyarakat yang terpapar agenda setting serta framing oleh media. Gambar: Ilusrasi Canva.com
ADVERTISEMENT

Meminjam dari satu kalimat dalam sebuah film dokumenter The Revolution Will Not Be Televised

“…tapi yang terpenting jangan mau diracuni…. jangan mau diracuni oleh kebohongan mereka… !”

“mereka” yang dimaksud dalam kutipan kalimat tersebut menunjuk pada sejumlah perusahaan pertelevisian besar di Negara Venezuela yang berupaya untuk mempercepat jatuhnya Hugo Chaves pada awal tahun 2000-an. Hal tersebut dilakukan dengan melakukan framing berita terhadap segala tindakan yang dilakukan serta keputusan yang menuai kontroversial sang presiden yang memihak kepada masyarakat kecil, tetapi merugikan para pengusaha besar kapitalisme yang di antaranya memiliki stasiun pertelevisian tersebut.

ADVERTISEMENT
Penggambaran situasi dan kondisi dalam film dokumenter tersebut dapat kita jadikan referensi terhadap pengotakan (framing) pertelevisian yang terjadi di Indonesia saat ini. Para pemangku kepentingan, terutama dalam pertelevisian Indonesia yang diduduki oleh para aktor politik yang memegang kekuasaan juga di perpolitikan juga mengambil peran demi memajukan dirinya atau timnya dengan framing yang dapat dilakukan oleh siaran televisi.
Peristiwa semacam itulah yang menunjukkan kepada kita betapa penyiaran televisi sebagai media komunikasi massa berbasis digital memiliki pengaruh yang begitu kuat terhadap pembentukan opini publik masyarakat. Media televisi yang memiliki karakteristik bersifat audio visual dan daya jangkau yang luas sehingga mempermudah akses masyarakat terhadap informasi apapun yang hendak disiarkan. Tentu saja hal tersebut merupakan suatu keunggulan dalam penyiaran, tetapi di sisi yang lainnya keunggulan tersebut dapat disalahgunakan untuk mengatur persepsi masyarakat dengan menyampaikan informasi-informasi yang berlandaskan kepentingan dari pihak tertentu.
ADVERTISEMENT
Penggambaran dokumenter yang terjadi di Venezuela menjelaskan secara jernih kepada diri kita, mengapa kita perlu mengatur tentang penyiaran televisi.
Kejadian yang berlangsung di Venezuela menjelaskan secara jernih kepada kita, mengapa kita perlu mengatur penyiaran televisi. Perlu kesadaran bahwa frekuensi gelombang elektromagnetik atau frekuensi radio yang digunakan oleh stasiun televisi untuk keperluan operasionalnya tersebut, merupakan benda atau barang publik. Frekuensi radio tersebut dapat dipergunakan oleh orang berbagai kalangan. Sebab dalam demokrasi, perlu sistem penyiaran yang tak terbatas oleh berbagai kalangan untuk memperoleh asas sebagai negara demokrasi.
Dengan adanya regulasi dalam penyiaran tersebut tentunya memberikan kita jaminan bahwasanya informasi yang disampaikan oleh lembaga penyiaran merupakan informasi yang benar adanya. Mengutip dari pendapat Denis MCQuail (1991:130) beliau menyatakan bahwa bila informasi ini merupakan produk jurnalistik, berarti informasi tersebut haruslah bersifat objektif, faktual, relavan, netral, dan berimbang.
ADVERTISEMENT
Selain dari mendapatkan jaminan untuk memperoleh informasi benar, dari regulasi tersebut masyarakat juga mendapatkan perlindungan untuk memeroleh informasi yang layak diterimanya. Informasi yang layak tersebut berkaitan dengan kepantasan dari sebuah infromasi tersebut dapat disampaikan kepada masyarakat ramai. Pengaturan regulasi penyiaran dalam pertelevisian ini berangkat dari kompleksitas yang terjadi pada sistem penyiaran televisi kita.
Di sisi yang lainnya, tumpang tindih yang terjadi antara kepentingan ekonomi dan politik dalam penyiaran televisi kita tidak dapat pula kita kesampingkan sebagai sebuah masalah yang simpel dan sederhana. Stasiun TV yang dimiliki oleh seorang pengusaha besar tertentu juga mengambil andil dalam partai politik yang melanggengkan layarnya di tanah air. Hal ini pun kian bertambah dengan makin mengerucutnya kepemilikan stasiun televisi kepada segelintir orang ataupun komplotan pengusaha besar. Kondisi ini tentu akan menjadi risiko terhadap dunia penyiaran Indonesia. Begitu memungkinkan apabila di suatu saat para pemilik stasiun televisi tersebut menggunakan televisinya sebagai media untuk melanggengkan kepentingan dari permainan politiknya.
ADVERTISEMENT