Upaya Pekalongan Melawan Dampak Perubahan Iklim

Arif Nurdiansah
Peneliti tata kelola pemerintahan lembaga KEMITRAAN (www.kemitraan.or.id)
Konten dari Pengguna
16 Agustus 2021 16:33 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arif Nurdiansah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kota Pekalongan merupakan satu dari sekian wilayah pesisir Indonesia yang merasakan dampak perubahan iklim paling nyata, dan bersifat multisektor. Sedikitnya pemanasan global telah berdampak pada empat sektor di wilayah yang terkenal dengan sebutan kota batik dunia; ekonomi, pendidikan, kesehatan dan pertanian (KEMITRAAN, 2017).
ADVERTISEMENT
Di sektor pendidikan, selain kehilangan ruang bermain dan mengekspresikan diri, anak-anak korban banjir rob juga tidak optimal dalam belajar, karena banyak bangunan sekolah dasar yang tidak lagi dapat digunakan karena terendam banjir. Bahkan anak-anak di sebagian wilayah Kota Pekalongan harus rela kerja bakti membersihkan sekolahnya dari lumpur dan kotoran pasca banjir melanda. Buku-buku di perpustakaan sekolah juga tidak jarang rusak dan tidak dapat digunakan sebagai sarana belajar.
Salah satu adegan dalam film Berjuang di Tanah Tergenang produksi Komunitas Save Pekalongan Foto: Dok. Komunitas Save Pekalongan
Pada sektor ekonomi, intrusi air laut ke pemukiman warga telah membuat sebagian tanah produktif dan bahkan rumah warga tergenang. Sudah banyak warga yang terpaksa pindah dari rumahnya akibat dari naiknya permukaan air laut, dan turunnya permukaan tanah.
Pada tahun 2017, banjir rob telah merendam pemukiman penduduk di tujuh kelurahan dan 30 persen dari total sawah yang ada di Kota Pekalongan. Foto: Dok. KEMITRAAN
Bagi kebanyakan warga yang tidak ada pilihan kecuali bertahan, setiap tahun harus menumpuk utang untuk biaya meninggikan lantai rumah dan memastikan air rob tidak menggenangi bagian dalam tempat tinggal mereka.
ADVERTISEMENT
Padahal sebelum banjir rob, lahan di wilayah pesisir tumbuh subur dan mereka hidup makmur. Di wilayah Bandengan misalnya, tumbuh pohon melati yang mampu menghasilkan kualitas terbaik, dan dimanfaatkan untuk membuat produk teh melati unggulan.
Terbatasnya wilayah daratan akibat banjir rob juga membuat pengrajin batik mengalami kesulitan mencari lahan kering untuk menjemur kain. Kondisi ini ditambah dengan pengeluaran ekstra untuk air bersih yang tidak lagi dapat diperoleh secara mudah karena air tanah bercampur dengan air asin.
Pada sisi lain, banjir rob juga membuat kondisi kesehatan warga terancam. Pada saat banjir melanda sebagian wilayah Indonesia, Kota Pekalongan menyita perhatian warganet dan viral di dunia maya. Air banjir di kota kreatif itu berwarna-warni, sesuai dengan pewarna yang digunakan para pengrajin batik di wilayah tersebut, mulai dari merah, cokelat, biru, hijau dan hitam.
ADVERTISEMENT
Air banjir rob, ditambah air sungai yang bercampur pewarna batik dapat menimbulkan penyakit serius bagi warga dalam jangka waktu lama. Penulis pernah merasakan kehebatan air rob Kota Pekalongan saat membuat dua video dokumenter di tahun 2018, Berjudul Pekalongan 34cm dan Berjuang Di Tanah Tergenang bersama komunitas-komunitas anak muda Pekalongan.
Salah satu adegan dalam film Pekalongan 34 CM. Foto. Dok. KEMITRAAN
Kaki yang terendam air rob selama kurang lebih delapan jam, bereaksi gatal-gatal dan panas di malam hari. Panik, penulis menghubungi salah satu anggota komunitas yang rumahnya sudah langganan terendam. Penulis disarankan ke apotek terdekat dan beli obat rob, setiap apotek di Kota Pekalongan sudah paham.
Penulis kembali menghubungi anggota komunitas karena kesulitan menemukan apotek yang masih buka di atas jam sembilan malam, dan dengan tenang anggota komunitas menyarankan untuk membeli lotion anti nyamuk sebagai obat. Ajaibnya, gatal dan panas hilang setelah dioles dengan lotion anti nyamuk.
ADVERTISEMENT
Pada sisi lain, kondisi menggenangnya air di sekitar pemukiman rentan menimbulkan penyakit yang bersumber dari vektor (vector-borne disease), air (water-borne disease) dan udara (air-borne disease).
Di sektor pertanian, tergenangnya sebagian wilayah Pekalongan jelas menurunkan produktivitas pertanian wilayah. Data tahun 2017 menyebut produktivitas pertanian menurun drastis akibat dari berkurangnya luas sawah karena air payau, yakni sekitar 31 persen atau 234 dari total 734 Hektar lahan sawah.

Butuh Upaya Bersama

Di tengah-tengah upaya melawan dampak pandemi Covid-19, Kota Pekalongan dihadapkan pada bahaya laten dari perubahan iklim. Upaya terus dilakukan oleh pemerintah, salah satunya membuat tanggul raksasa di tahun 2019-2020 lalu. Namun upaya tersebut belum secara maksimal mencegah air laut masuk ke pemukiman warga dan menyelesaikan persoalan ikutannya, seperti; sampah, sanitasi, pencemaran akibat dari limbah batik dan kesulitan mata pencaharian.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, upaya pemerintah perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang ada di kota pekalongan, terutama untuk hal-hal yang terkait dengan meningkatkan ketahanan warga terhadap dampak perubahan iklim. Mengingat sepertinya banjir rob tidak dapat ditolak, tapi masih dapat diminimalkan dampaknya.
Di dunia, terdapat organisasi yang fokus membantu negara-negara terdampak, salah satunya Adaptation Fund (AF), lembaga multidonor yang fokus membantu adaptasi sebuah wilayah dari dampak perubahan iklim.
Tidak sembarang lembaga dapat mengakses dana dari AF, harus melalui serangkaian seleksi agar terakreditasi. Tahun 2016, KEMITRAAN dan Pemerintah Kota Pekalongan serta dukungan dari KLHK dan Pemprov Jawa Tengah mengajukan permohonan dana bantuan ke AF. Pada saat bersamaan, KEMITRAAN mengikuti proses akreditasi agar dapat dipercaya mengelola dana dari mereka.
ADVERTISEMENT
Tahun 2021, AF melalui KEMITRAAN menghibahkan dana kurang lebih Rp 86 miliar untuk membantu Kota Pekalongan menyelesaikan persoalan banjir rob dan meningkatkan ketahanan warganya. Secara bersamaan, Pemerintah Kota Pekalongan juga mendapat dana dari Pemerintah Pusat sebesar Rp 1,2 triliun selama tiga tahun.
Untuk menyelesaikan persoalan di Kota Pekalongan, KEMITRAAN menawarkan pendekatan tiga M (3M); melindungi, mempertahankan danelestarikan.
Pertama, melindungi pesisir kota pekalongan dari abrasi, agar intrusi air laut tidak semakin parah, salah satu caranya dengan menanam mangrove. Mengingat luas pesisir dan dana yang terbatas, diharapkan warga juga aktif menanam tanaman yang mampu menahan gelombang pasang air laut tersebut di sekitar tempat tinggal mereka.
Kedua, mempertahankan dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Pada level kebijakan wilayah misalnya, semua pihak perlu mengintegrasikan aksi adaptasi perubahan iklim ke dalam rencana pembangunan kota, sehingga masyarakat dan Pemerintahan Kota Pekalongan memiliki ketahanan dan mampu menghadapi risiko perubahan iklim di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
Ketiga, melestarikan keberlanjutan program dengan menciptakan masyarakat yang berketahanan secara sosial-ekonomi. Salah satunya dengan menemukan sumber mata pencaharian alternatif yang berkelanjutan, misalnya ekowisata, produksi batik ramah lingkungan, pertanian yang mampu beradaptasi pada dampak perubahan iklim dan lain-lain.
Dengan program bantuan dari dunia internasional, dana dari pusat dan peran aktif seluruh warga, persoalan yang diakibatkan dari dampak perubahan iklim di Kota Pekalongan optimis dapat diselesaikan satu persatu.
Pekalongan pernah dilirik mata internasional saat ditetapkan menjadi kota batik dunia. Saatnya Pekalongan kembali menyita perhatian dunia karena warganya memiliki ketahanan terhadap dampak perubahan iklim, dan pemerintahnya terdepan dalam mengarusutamakan isu perubahan iklim pada setiap rencana pembangunan wilayahnya.