COVID-19 dan Naiknya Kemiskinan Indonesia

Arif Rahman
Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Sekadau
Konten dari Pengguna
21 Juli 2020 11:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arif Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Kemiskinan di Masa Pandemi COVID-19
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kemiskinan di Masa Pandemi COVID-19
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Selaku lembaga resmi penyedia data utama di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) kembali merilis angka kemiskinan tahun 2020. BPS melaporkan per Maret 2020 angka kemiskinan di Indonesia berbalik arah setelah lima tahun trendnya selalu menurun.
ADVERTISEMENT
Pada semester sebelumnya, jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat sebanyak 24,8 juta jiwa (9,22 persen). Namun, pada Maret 2020 jumlah penduduk miskin kembali naik menjadi 26,4 juta jiwa (9,78 persen). Artinya, dalam periode September 2019 - Maret 2020 jumlah penduduk miskin di Indonesia telah bertambah lebih dari 1,5 juta jiwa.
Naiknya angka kemiskinan ini sebenarnya sudah diprediksikan oleh para ekonom, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menurutnya, angka kemiskinan dipastikan akan naik usai pandemi COVID-19 memukul perekonomian Indonesia, pada saat rapat virtual bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (6/5/2020).
Selain angka kemiskinan yang meningkat, tingkat ketimpangan pendapatan juga menunjukkan hal yang serupa. Per Maret 2020, ketimpangan pendapatan di Indonesia sebesar 0,381 sementara pada semester sebelumnya adalah 0,380. Hal ini berarti dalam periode September 2019 - Maret 2020 ketimpangan pendapatan di Indonesia naik sebesar 0,001.
ADVERTISEMENT
Efek Domino Pandemi COVID-19
Tidak dapat dipungkiri bahwa sejak diumumkannya kasus pertama di Indonesia pada awal maret lalu, perilaku penduduk Indonesia telah berubah secara signifikan. Di sisi lain, pemerintah mulai membatasi aktivitas masyarakat, bahkan ada yang dilarang sama sekali.
Meskipun kasus pertama baru muncul pada awal Maret, virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan tersebut sebenarnya telah berdampak terhadap perekonomian Indonesia pada awal tahun 2020, terutama pada stabilitas harga beberapa komoditas pokok.
Pada periode September 2019 - Maret 2020, BPS mencatat secara nasional harga eceran beberapa komoditas pokok mengalami kenaikan, diantaranya beras (1,78 persen), daging ayam ras (5,53 persen), minyak goreng (7,06 persen), gula pasir (13,35 persen), dan telur ayam ras (11,10 persen).
ADVERTISEMENT
Naiknya harga beberapa komoditas pokok juga ikut berimbas pada melambatnya pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga. Pada triwulan I 2020, pengeluaran konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 2,84 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang sebesar 5,02 persen. Hal ini akhirnya memicu turunnya pertumbuhan ekonomi triwulan I 2020 menjadi hanya 2,97 persen yoy. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi terpangkas hampir setengahnya dari triwulan I 2019 yang sebesar 5,07 persen.
Sebagaimana teori Okun’s Law yaitu pertumbuhan ekonomi berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran. Artinya, semakin kecil pertumbuhan ekonomi suatu negara, tingkat pengangguran akan semakin besar. Hal yang serupa juga dialami oleh Indonesia selama masa pandemi ini. Banyak perusahaan yang gulung tikar dan terpaksa melakukan PHK terhadap karyawannya. Akibatnya, jumlah pengangguran di Indonesia ikut melonjak.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan Kementerian Ketenagakerjaan, hingga 2 Juni 2020 sebanyak 3,05 juta orang pekerja Indonesia terdampak COVID-19 dan diperkirakan akan ada tambahan pengangguran sebesar 5,23 juta jiwa apabila dampak COVID-19 terus meluas.
Terlebih lagi, BPS juga mencatat lebih dari 12 juta jiwa kelompok penduduk rentan miskin bekerja di sektor informal. Tentu saja kelompok ini merupakan kelompok penduduk yang rentan terhadap kemiskinan dan paling terdampak dengan adanya pandemi COVID-19. Alhasil, naiknya jumlah penduduk miskin di Indonesia pun tak dapat terelakkan.
Penulis: Arif Rahman, Statistisi Ahli Pertama BPS