Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Apakah Hermeneutika Bisa Menggantikan Kaidah Tafsir al-Qur'an?
5 Oktober 2024 11:47 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ariq Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
paradigma semacam ini kian banyak berkembang di kalangan intelektual muslim. pasalnya, pada era modern saat ini, kajian dan penelitian lebih banyak berkiblat pada metodologi barat, dengan dalih bahwa metodologi penelitian dan keilmiahan ala barat lebih komprehensif dan relevan dengan kebutuhan zaman. memang tidak bisa dipungkiri, bahwa sisi kemajuan barat hampir mencangkup segala lini, baik sisi ilmu pengetahuan dan teknologi.
ADVERTISEMENT
Begitupun merangkap pada sisi pengetahuan dan keilmuan islam, artinya tidak sedikit dari para sarjana muslim lebih condong dan tertarik menggunakan teori barat ketimbang teori yg telah dirumuskan oleh para ulama muslim. contohnya pada penelitian Tafsir al-Qur'an, para sarjana muslim mulai banyak menaruh minat pada penelitian tafsir al-Qur'an dengan kacamata hermeneutika daripada menggunakan metodologi kaidah tafsir yang telah dirumuskan oleh para ulama muslim.
Hermeneutika adalah seni dalam memahami, menerjemahkan dan menafsirkan dari yang gelap maknanya menjadi transparan dan jelas (Zaprulkhan, 2017). Hermeneutika secara terminologi adalah segala pemikiran tentang penafsiran baik itu dalam teks, konteks maupun realitas. Didalam Islam, cara atau metode untuk memahami al-Qur’an sudah jauh-jauh hari dirumuskan oleh para ulama muslim sehingga dikenallah dengan nama Qawa’id al-Tafsir, namun sebagian cendikiawan muslim kontemporer memandang perlu adanya alat pemahaman yang baru dalam melihat teks ataupun cara menafsirkan Al-Qur’an, maka muncullah metode Hermeneutika sebagai sarana alternatif dalam memahami Al-Qur’an.
ADVERTISEMENT
Namun secara historis dan filosofis, hermeneutika dibangun atas asas "keraguan dan kecurigaan terhadap teks suci". Memang sedari awal, hermeneutika dirumuskan untuk menelaah karangan manusia, bukan untuk menelaah firman Tuhan. jika hal yang sama diterapkan kepada al-Qur'an yang bukan karangan manusia, tentulah akan mencemari keabsahan dan kemutlakan al-Qur'an itu sendiri (Anwar & Rasyid Ridho, 2020).
Maka tidaklah mengherankan, wacana dan paham Islam liberal berkembang begitu pesat, diantaranya disebabkan oleh memutlakkan yang relatif dan merelatifkan yang mutlak. hal ini dikarenakan ketidak hati hatian dalam memilah teori dan metode. Sehingga melahirkan pemahaman yang bebas dan melabrak asas asas kepakeman syari'at, seakan-akan dipaksakan dan dilakukan "pemerkosaan ayat al-Qur'an" dalam arti secara ideologi. sedangkan dalam salah satu kaidah tafsir menyebutkan:
ADVERTISEMENT
بيان الشارع لأالفاظه وتفسيره لهامقدم على أي بيان
Artinya, jika telah ada penjelasan dari al-Qur'an, Hadis Nabi, keterangan para sahabat dan Tabiin terkait makna dan penafsiran suatu ayat. Maka tidak diperkenankan pemaknaan dan penafsiran diluar dari konteks dan penjelasan dari "syari''" tersebut.
atau perkataan Syaikh al-Utsaimin dalam kitabnya yang berjudul Ushul fi at-Tafsir:
Tetapi sayangnya, kaidah yang merupakan rambu dalam menafsirkan al-Qur'an nampaknya tidak di indahkan lagi, sehingga memicu kekhawatiran dari kalangan para intelektual yang fokus mengkaji ilmu al-Qur'an dan tafsir. Karena, di tingkat perguruan tinggi islam, para mahasiswa ilmu al-Qur'an dan tafsir lebih menggemari tema tema bergaung modernisme dan kontemporer dengan kacamata teori hermeneutika, stilistika, linguistik dan lain-lain dengan tokoh-tokoh dari Barat sebagai rujukannya. barang tentu fenomena semacam ini bagaikan pisau bermata dua, disatu sisi dapat menjawab persoalan, disisi lain dapat menimbulkan keraguan.
Pada kenyataannya, jika memang teori hermeneutika merupakan metodologi penelitian tafsir al-Qur'an yang mapan dan relevan atau lebih baik dari kaidah tafsir yang dirumuskan oleh para ulama, pastilah dengan teori hermeneutika tersebut telah melahirkan satu karya tafsir al-Qur'an yang utuh menafsirkan 30 juz dari al-Qur'an. tapi kenyataannya, sampai detik ini tidak ada satupun karya tafsir yg lengkap 30 juz menggunakan metode hermeneutika. maka dapat disimpulkan, kalau hermeneutika bukanlah jawaban yang tepat bila digunakan untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an.
ADVERTISEMENT
referensi:
Anwar, M. K., & Rasyid Ridho, A. (2020). Kontroversi Penerapan Hermeneutika Dalam Penafsiran Al-Qur’an. Universitas Islam Negeri Mataram, 3(2), 223.
as-Sabt, K. U. (2018). Qawaid at-Tafsir Jam’an wa Dirasatan (Vol. 1). Dar Ibn Affan.
Zaprulkhan, Z. (2017). Teori Hermeneutika Fazlur Rahman. 1, 22.