Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Benarkah Pengetahuan itu Objektif?
28 September 2024 17:52 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ariq Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setidaknya asumsi diatas mendapatkan perhatian khusus sebagai landasan pemikiran George Herbert Mead selaku seorang sosiolog yang mencetuskan teori Interaksi Simbolis. Alasannya, manusia selaku individu yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sekelilingnya menangkap dan memahami realita yang membentuk persepsi atau pandangannya terhadap suatu hal. Misalkan, seorang bayi yang masih berumur dua tahun tidak mengetahui tentang apa itu konsep orang tua atau apa itu ibu dan siapa itu ibu. Namun bayi yang berumur satu tahun tersebut telah menangkap makna dan mulai mengonstruksi kan secara sederhana bahwa orang yang selalu menyusuinya, memberikan perhatian dan kasih sayang adalah tempat ia berlindung dan bernaung.
ADVERTISEMENT
Begitupun ketika bayi yang masih berumur beberapa bulan misalnya, ia belum mengenal apa itu kata-kata, karena bayi yang masih berumur beberapa bulan baru mulai mengembangkan sisi sensori motorik, sehingga belum terbangun dalam dirinya skema tentang dunia secara umum. sehingga ketika bayi tersebut merasa lapar ia hanya bisa menangis dan meronta-ronta.
Jean Piaget seorang filsuf sekaligus psikolog yang aktif meneliti tumbuh perkembangan anak pada sisi perkembangan kognitif. Membagi empat tahapan perkembangan kognitif anak yaitu: 1. Skema, 2. Asimilasi, 3. Organisasi, 4. Ekuilibrium.
1. Skema
Pada tahap awal, bayi yang baru lahir hadir ditengah dunia atau tempat yang sama sekali tidak ia kenal, mulai mengaktifkan sensitifitas panca indera sebagai media untuk mengenal lingkungan sekelilingnya. Maka wajar jika pada anak yang masih berumur 0 sampai 2 tahun lebih aktif secara fisik daripada verbalnya.
2. Asimilasi dan akomodasi
ADVERTISEMENT
Ketika anak telah beranjak pada umur 3 sampai 11 tahun, perkembangan verbal mulai tampak secara signifikan, sehingga wajar jika anak pada umur 3 sampai 11 tahun banyak mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan terkadang bersikap cerewet. Karena pada tahap ini ia mulai mengenal kata dan makna secara sederhana, misalkan anak yang masih berumur 0 sampai 2 tahun ia menyebut mobil dan motor itu dengan kata “bum” tetapi ketika sisi kognitif dan verbalnya mulai berkembang yaitu pada umur 3 sampai 11 tahun dia mulai bisa membedakan motor dan mobil.
3. Organisasi
Apabila anak telah memasuki umur 11 sampai 15 tahun. Ia mulai menyusun kerangka berpikir yang sederhana dengan mengklasifikasikan simbol realita yang dipahaminya lebih terstruktur. Contohnya, ia mulai memahami apa itu ibu dan siapa itu ibu, atau ia mulai mengenal hubungan kekerabatan dan keluarga. Misalkan lagi ia telah mengetahui bahwa mobil ada yang khusus untuk mengangkut barang dan material disebut truk, dan ada juga mobil yang digunakan untuk mengangkut orang disebut mobil angkot, travel atau bus.
ADVERTISEMENT
4. Ekuilibrium
Tahapan yang terakhir, anak yang berumur 15 sampai 20 tahun telah mulai mengetahui prinsip kausalitas dan dialektika. Misalkan, rifki sakit gigi sebab banyak makan permen, rumah kebakaran karena terjadinya korsleting. Contohnya lagi, setiap makhluk hidup pasti akan mati. Manusia adalah makhluk hidup. Maka manusia pasti akan mati.
Jika Jean Piaget berfokus pada perkembangan kognitif sebagai pondasi dibentuknya pengetahuan tentang dunia secara internal. Maka George Herbert Mead melihat bagaimana lingkungan (eksternal) dunia itu mempengaruhi persepsi individu tentang suatu hal. Sehingga Mead menuangkan usahanya untuk melihat pada tiga sisi yaitu: 1. Manusia, 2. Sosial, 3. Persepsi.
1. Manusia
Manusia adalah hewan yang berpikir, itulah kalimat yang selalu digunakan untuk mendefinisikan apa itu manusia. Oleh sebab itu, manusia adalah makhluk yang memikirkan dan memahami apa yang ia lihat dan apa yang ia dengar serta apa yang ia rasakan.
ADVERTISEMENT
2. Sosial
Dalam tatanan masyarakat terhimpun didalamnya struktural sosial yang kompleks, seperti struktur keluarga yaitu ayah, ibu, anak, saudara dan lain-lain. Atau disatu desa ada kepala desa, ketua RT, tokoh masyarakat, tokoh agama dan seterusnya. Begitupun ketika dilingkup sekolah, ada guru dan murid. Kesemuanya itu memiliki peran dan tugasnya masing-masing.
3. Persepsi
Contohnya adalah, ketika lingkungan masyarakat yang memiliki struktural yang kompleks. Lalu ada seorang remaja atau anak yang mulai mengetahui struktural masyarakat dengan berbagai perannya masing-masing, maka ia telah menyusun kriteria siapa itu kepala desa, tokoh agama maupun guru. Terlebih lagi dengan adanya kemajuan teknologi dan informasi menambah wawasan atas kriteria guru, tokoh agama bahkan hal yang abstrak sekalipun, seperti apa itu keadilan, apa itu demokrasi dan apa itu kemunafikan.
ADVERTISEMENT
Sehingga seorang anak atau remaja tersebut, berdasarkan pengalaman lingkungan sosialnya, merupakan model pertama bagi sang anak dalam memahami siapa dan apa itu guru dan makna keadilan tersebut. Artinya melalui simbol sekelilingnya, si Rifki memperhatikan dan mengamati di lingkungan sekolahnya bahwa setiap guru itu ramah, penyayang, humoris, kompeten, disiplin dan lain sebagainya. Maka ketika ditanykan kepada si Rifki apa itu guru? si Rifki akan membayangkan makna “guru” sesuai dengan pengalaman yang ia rasakan ketika ia masih di sekolah, yaitu baginya guru adalah orang yang ramah, penyayang, humoris, kompeten, disiplin dan lain sebagainya.
Sebaliknya, ketika ditanyakan pada si Dandi apa itu guru? Maka si Dandi akan membayangkan bahwa guru itu pemarah, tidak disiplin, asal-asalan dan banyak hal negatif lainnya. Karena ia mengonstruksi kan makna guru berdasarkan simbol yang ia tangkap melalui realitas sekelilingnya atau berdasarkan pengalaman dan kesan si Dandi, sehingga begitulah makna guru yang dipersepsikan oleh si Dandi. Sehingga dapat disimpulkan,
ADVERTISEMENT