Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mengenal Lebih Dekat Ibnu al-Arabi dan Karya Tafsirnya
2 Oktober 2024 8:33 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Ariq Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lahirnya sebuah karya tafsir tiada lain adanya pertanyaan, pergulatan dan kebutuhan akan tantangan situasi kondisi yang mewarnai kehidupan sehingga memerlukan jawaban dan penjelasan yang memuaskan demi mencukupi kebutuhan rohaniah dan pengamalan yang kamilah terhadap pesan-pesan ilahi. Salah satunya kitab tafsir ibnu al-Arabi atau dikenal dengan "tafsir Ahkam al-Qur'an", beliau merupakan ulama berkebangsaan Eropa yang menulis sebuah karya tafsirnya dengan metode yang berbeda dengan pendahulunya, seperti ibnu Katsir dan Imam ath-Thabari. Ibnu al-Arabi dalam karya tafsirnya berupaya untuk menyusun dengan sedemikian rupa dengan membagi beberapa masalah yang dikemas dengan sebuah judul lalu diutarakan penafsirannya dengan seksama.
ADVERTISEMENT
Al-Qadhi Abu Bakar: Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad al-Ma’afiri al-Andalusi atau lebih dikenal dengan ibnu al-Arabi, ia dilahirkan pada tahun 467 Hijriah atau tahun 1067 Masehi di Sevilla Spanyol. Ibnu al-Arabi termasuk angkatan terakhir dari para ulama Andalusia yang terkenal sangat alim dan bijaksana. Ibn al-Arabi wafat di sebuah tempat bernama Aglan, sebuah daerah dekat kota Fas, pada bulan Rabiulawal tahun 543 Hijriah. atau tahun 1148 Masehi,Jenazahnya dibawa ke kota Fas dan dimakamkan di sana. dan ibnu al-Arabi belajar ilmu Qiraat dan ilmu Sastra di negerinya sendiri. Kemudian beliau merantau ke Mesir, Syam, Baghdad dan Makkah (Abdullah al-Arabi, 1988).
Di Sevilla Spanyol beliau berguru kepada Abu Abdullah bin Athab dan Abu Marwan bin Saraj dan lain-lainnya, di Mesir beliau belajar pada Abu Hasan al-Khaliq, Abu Hasan ibnu Musyarraf dan lain-lain. Di Syam beliau bertemu dengan Abu Hamid al-Ghazali dan berguru pada Abu Nasr al-Maqdisy, Imam Abu Bakar Ath-thusy, Abu Sa’id Az-Zanjati dan Fadlal al-Firat ad-Dimasqy dan lain sebagainya, yang dari para ulama inilah beliau mendalami bidang fikih. Ketika di Bagdad beliau juga sempat berguru kepada Abu Hasan al-Mubarak bin Abdul Jabbar Ash-Shairifi dan Abu Zakariya at-Tabrizi yang dikenal sebagai ahli adab dan hadits pada zamannya. Di Makkah beliau berguru kepada Abu Ali al-Husain ibnu Ali ath-Thabari dan ulama lainnya yang ahli di bidang sastra, riwayat, khilafiah dan hukum islam (Mahmud, 2000).
ADVERTISEMENT
Setelah beliau melalang buana menuntut ilmu ke berbagai negeri beliau kembali ke negeri asalnya dan banyak berkiprah disana sehingga tidak ada yang menandingi kefakihan dan ke aliman ilmu beliau sehingga Muhammad Husain adz-Dzahabi dalam bukunya menggelari beliau dengan sebutan “Bahrul al-Ulum” sang lautan ilmu (Husain az-Zahabi, 2010).
Syaikh Muhammad Abdul Khaliq Abdul Qadir Atha’ dalam mukadimah menuturkan bahwa kitab tafsir yang ditulis oleh ibnu al-Arabi ini meliputi penafsiran seluruh surat yang mengandung ketentuan hukum. Sehingga beliau mengatakan bahwa kitab tafsir ibnu al-Arabi ini bernuansa fikih, sebagaimana ibnu al-Arabi sendiri yang bermazhabkan Maliki sehingga condong penafsirannya kepada Mazhab Maliki. Ibnu al-Arabi menamai kitab tafsirnya dengan nama Ahkamul Qur’an, sesuai dengan penafsiran yang beliau sajikan yang berisikan penafsiran dari ayat-ayat hukum, dan karya beliau tersebut dijadikan sebagai rujukan utama bagi kalangan pengikut Imam Malik. Kembali penulis mengutip komentar dari Syaikh Muhammad Abdul Khaliq selaku Muhaqqiq tafsir ibnu al-Arabi beliau menuturkan:
ADVERTISEMENT
Hal ini tampak dengan seringnya beliau mengatakan قال علمأنا atau قلنا yang ditujukan kepada pengikut Imam Maliki. Di samping itu ibnu al-Arabi juga menjadikan kitab-kitab hadis yang Mu’tamad sebagai rujukan terkhususnya kitab al-Muwatha’ imam Malik serta ibnu al-Arabi juga merujuk kepada kitab-kitab tafsir ulama pendahulunya diantaranya seperti:
a. Tafsir Ibnu Jarir ath-Thabari
b. Tafsir Ahkamul Qur’an al-Jashash al-Hanafi
c. Tafsir Ahkamul Qur’an al-Kiya al-Harasi as-Syafi’i
ADVERTISEMENT
d. Tafsir al-Kabir karya Yahya bin Sulayman al-Jafi, dan kitab-kitab rujukan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dalam tulisan ini.
kitab tafsir ibnu al-Arabi termasuk dari kitab tafsir bercorak fikih, yang cara penafsirannya di samping dengan ayat juga menafsirkan dengan sunnah dan keterangan sahabat, hal senada juga disampaikan oleh Muhammad Abdul Qadir Atha’ dalam pendahuluan tafsir Ahkamul Qur’an. Ibnu al-Arabi berupaya untuk memadukan antara tafsir dengan landasan riwayat dan dengan tafsir ijtihad yaitu dikemukakan pendapat para mujtahid dalam merumuskan hukum serta menganalisa dan menarik kesimpulan (Husain az-Zahabi, 2010).
Menurut hemat penulis, tafsir Ibn al-Arabi bisa dimasukkan dalam kategori tafsir dengan riwayat dilihat dari dominan nya di mana penafsirannya banyak mengandalkan riwayat, baik itu berupa hadis, ataupun atsar sahabat dan tabi’in. Selain itu, Ibn al-Arabi tidak jarang menjelaskan makna ayat dengan merujuk pada ayat lain (tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an). Penulis berkesimpulan bahwa, tafsir Ahkamul Qur’an menggunakan dua sumber penafsiran yaitu sumber dengan riwayat dan sumber dengan ijtihad. Namun melihat dari dominasi sumber yang dipakai ibnu al-Arabi adalah dengan riwayat.
ADVERTISEMENT
metode yang penulis pahami disini ialah tata cara penyajian penafsiran ibnu al-Arabi dalam kitab tafsirnya Ahkamul Qur’an. Hal pertama yang perlu diketahui adalah Ibnu al-Arabi dalam kitab tafsirnya tidak menafsirkan seluruh ayat al-Qur’an, namun beliau hanya menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, misalnya untuk surat al-Baqarah beliau hanya memunculkan dan menafsirkan ayat 3, 8, 22, 25, 27, 29 dan seterusnya.
Jika dilihat dari sistematika dalam penyusunan kitab tafsir, ada tiga bentuk penyusunan yaitu: Pertama, sistematika mushafi yaitu penyusunan kitab tafsir dengan berpedoman pada urutan ayat dan surah dalam mushaf Usmani. Di mulai dari surah al-Fatihah, al-Baqarah, Ali-Imran, dan seterusnya. Kedua, sistematika nuzuli, yaitu kitab tafsir yang disusun berdasarkan kronologis turunnya ayat atau surah al-Qur’an. Ketiga, sistematika tematik "Maudhu'i", yaitu penyusunan tafsir didasarkan pada topik topik tertentu dengan mengumpulkan ayat-ayat yang terkait dengan topik kemudian ditafsirkan.
ADVERTISEMENT
Jika diperhatikan secara seksama penyusunan kitab Tafsir Ahkam al-Qur’an termasuk dalam kategori pertama (mushafi). Ibn al-Arabi menyusun kitab tafsirnya dengan urutan surah berdasarkan mushaf usmani, yaitu dimulai dengan surah al-Fatihah, al-Baqarah, Ali-Imran, al-Nisa’, dan seterusnya. Terkadang Ibn al-Arabi menyebutkan keutamaan surah yang akan dibahas.
Syaikh Mani’ Abbdul Halim Mahmud menjelaskan bahwa ibnu al-Arabi memulai penafsirannya dengan menyebutkan nomor ayat dan nomor surat secara berurutan masing-masing diawali dengan kata:
الآيةالأولى - الآيةالثانية...
Lalu beliau menyebutkan dalam setiap ayat terdapat 7,8 atau sepuluh masalah dan seterusnya. Dan selanjutnya pada masing-masing ayat beliau menyebutkan beberapa masalah dengan mengawalinya:
المسألةالأولى – المسألةالثانية
Dari pengamatan penulis, dapat ditarik kesimpulan mengenai langkah-langkah penafsiran yang dilakukan oleh ibnu al-Arabi sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Jika kita melihat metode yang dipakai oleh ibnu al-Arabi sebagaimana yang dipaparkan diatas Maka menurut hemat penulis, dapat diketahui manhaj yang dipakai ibnu al-Arabi adalah tahlili, yaitu metode yang berusaha untuk menerangkan ayat-ayat al-Qur'an dari berbagai seginya, berdasarkan urutan urutan ayat atau surah dalam mushaf, dengan menonjolkan kandungan lafaz lafaznya, hubungan ayat-ayatnya, hubungan surah surahnya, sebab-sebab turunnya, dan hadis-hadis yang berhubungan dengan penafsiran.
Ibnu al-Arabi menjelaskan ayat dengan memperhatikan Ababun nuzul, lafaz kebahasaan, riwayat, pendapat para mazhab, serta analisa perbandingan dan kesimpulan yang disusun dengan sistematika yang rinci dan rapi dengan cara membagi pembicaraan penafsiran ayat dengan melihat masalah-masalah yang terkandung pada ayat al-Qur’an itu sendiri. Sehingga nuansa fikih yang disajikan runut dan runtut.
ADVERTISEMENT
referensi:
Abdullah al-Arabi, A. B. M. bin. (1988). , Ahkamul Qur’an (Vol. 1). Dar al-Kutub al-Ilmîyah.
Husain az-Zahabi, M. (2010). Tafsir wal Mufassirun. Dar an-Nawadir.
Mahmud, M. A. H. (2000). Manahij al-Mufassirin. Darul Kutub.