Konten dari Pengguna
Toxic Positivity dalam Konten Self Development: Ketika Motivasi Justru Membebani
17 Juni 2025 18:01 WIB
·
waktu baca 2 menitKiriman Pengguna
Toxic Positivity dalam Konten Self Development: Ketika Motivasi Justru Membebani
Kita sering kali merasa bahwa diri kita bersalah akan permasalahan yang kita hadapi itu dikarnakan kita terlalu menekankan sikap toxic positivy, takni memaksakan diri untuk selalu berfikir positif.Djazilah Arvan Fathurohman

Tulisan dari Djazilah Arvan Fathurohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernah nggak sih, saat di hadapkan dengan suatu masalah, curhat kepada seseorang, lalu dibalas dengan kalimat "gausah di pikirin, ambil baiknya aja" awalnya mungkin terasa menenangkan, tapi jutru itu semakin capek. seolah olah kita tidak boleh meluapkan permasalahan kita.

Di era sekarang ini, konten konten self development sering bermunculan di berbagai platform media sosial, Hampir setiap membuka aplikasi sosial media, kita dicekoki dengan motivasi super positif: bangun pagi jam 4, kerja keras non-stop, sampai afirmasi "positive vibes only" yang seolah jadi mantra wajib. Namun, di balik semua itu, ada sisi gelap yang disebut toxic positivity.
ADVERTISEMENT
Toxic Positivy adalah sikap memaksakan untuk selalu berpikir positif dan berbahagia dalam keadaan apapun yang dan menolak atau mengabaikan emosi negatif, bahkan ketika sedang dihadapkan suatu permasalahan atau perasaan sedih, marah, atau kecewa. Berbeda dengan Positive thinking realistis yang mengarahkan kepada pendekatan yang menggabungkan optimisme dengan pemahaman yang akurat tentang kenyataan.
Sikap Toxic Positivy juga bisa berbahaya karena dapat menghambat proses penyembuhan emosional juga merugikan diri sendiri dan orang lain yang di sebabkan karena dapat mengurangi empati dan kepercayaan kepada orang lain.
Contoh dari sikap ini adalah salah satunya dengan meremehkan kesulitan orang lain. ketika seseorang berkeluh kesah akan permasalahan hidup yang berat, kemudian di tanggapi dengan “Orang lain banyak yang lebih susah dari kamu, kok.” Kalimat ini membuat orang itu merasa bersalah karena punya masalah, seolah-olah masalahnya dianggap tidak penting.
ADVERTISEMENT
Ada banyak cara untuk menghadapi sikap ini, beberapa hal yang harus di perhatikan saat menghadapi toxic positivy, diantaranya :
Self Development yang sehat bukan tentang soal "Sempurna", tapi paham akan situasi dan kondisi diri sendiri. sikap ini juga bisa di artikan sebagai upaya seseorang untuk bisa mengembangkan potensi diri, keterampilan, dan pengetahuan, guna meningkatkan kualitas hidup dan mencapai tujuan pribadi yang lebih baik secara sadar.
Di balik kalimat-kalimat manis "kamu pasti bisa", "semangat terus", "jangan menyerah", tersembunyi bahaya toxic positivity yang sering tak kita sadari. Mengembangkan diri bukan berarti mengabaikan kenyataan. Justru dengan menghadapi realita baik yang manis maupun yang pahit kita bisa benar-benar bertumbuh.
ADVERTISEMENT