Konten dari Pengguna

Pilkada atau Fokus COVID-19?

Asep Abdurrohman
Pendidik dan Penulis Kehidupan
22 September 2020 9:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Abdurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Warga melintas di depan mural bertema pemilihan umum di kawasan Pasar Anyar, Kota Tangerang, Banten. Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
zoom-in-whitePerbesar
Warga melintas di depan mural bertema pemilihan umum di kawasan Pasar Anyar, Kota Tangerang, Banten. Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
ADVERTISEMENT
Lonjakan kasus pandemi COVID-19 belum menunjukkan melandai, sebaliknya terus meningkat. Sampai kemarin, 21 September 2020, jumlah data korban virus Corona sudah mencapai 248.852 jiwa. Bahkan kasus sehari bisa mencapai 3500 orang yang terpapar virus Corona.
ADVERTISEMENT
Di tengah pandemi Corona yang sedang melanda ini, Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, dihadapkan pada Pilkada serentak 7 Desember 2020. Banyak pihak yang sudah mengajukan usulan keberatan, agar Pilkada yang melibatkan 270 daerah di seluruh Indonesia, segera ditunda.
Alasannya cukup beragam. Mulai dari alasan kemanusian, sulitnya menjaga protokol kesehatan, menjaga hak hidup sang pemilih sampai menghindari kemadaratan yang lebih besar. Sementara Pemerintah, terlihat ingin tetat menggelar Pilkada.
Terlepas perdebatan yang saling bersebrangan tersebut, yang jelas pada posisi ini, pamerintahan dan penanganan COVID-19 harus tetap berjalan.
https://kanalkalimantan.com/
Hanya problemnya, jika Pilkada serentak akan tetap dilaksanakan, apakah ada jaminan tidak akan terjadi lonjakan kasus baru? Atau justru dengan digelarnya Pilkada akan semakin menambah penderitaan masyarakat Indonesia? Apalagi WHO sudah merilis bahwa berkhirnya COVID-19 diperkirakan pada tahun 2022 sampai 2023.
ADVERTISEMENT
Artinya, jika mengacu kepada WHO, maka masyarakat dunia semakin dihadapkan pada penantian panjang akan berkhirnya pandemi ini. Begitupun negara kita, Indonesia. Tak dipungkiri, di beberapa negara yang sudah menggelar Pemilu, seperti; Singapura, Jerman, Korea Selatan, dan lain-lain sudah berhasil mengadakan Pemilu.
Namun, kedisiplinan masyarakat yang ada di negara maju dan negara berkembang tentu tak bijak rasanya jika disamakan dengan Indonesia. Lihat kedisplinan di negara kita, Indonesia. Pelanggaran terhadap protokol kesehatan sudah jamak terjadi. Ini bukan merendahkan harkat dan martabat masyarakat Indonesia, tetapi itulah faktanya di lapangan.
Apalagi semenjak pelonggaran PSBB, kasus COVID-19 terus mengalami peningkatan secara signifikan. Sampai di sini, apakah Indonesia akan tetap menjalankan Pilkada atau fokus pada penanganan COVID-19? Tentu pertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab. Bukan soal keberanian, tetapi soal pertimbangan yang matang antara Pilkada atau fokus terhadap penanganan COVID-19.
ADVERTISEMENT
Lalu, pilih yang mana? Agama mengatakan, “menghindari kerusakan yang lebih besar harus didahulukan daripada mengambil kemaslatan”. Kaidah fiqh ini, sifatnya umum, bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah umum, begitu juga masalah kelompok dan pribadi.
Apalah artinya jika Pilkada tetap dilaksanakan, namun justru mengorbankan jiwa yang lebih besar. Dari sini kemudian merembet ke masalah ekonomi, keamanan, stabilitas negara, politik, hukum, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya.
Jika ini yang akan terjadi, tentu Pilkada seretak sebaiknya ditunda dengan segala hormat dan pemerintah segera mengeluarkan Perpu sebagaimana disarankan Komnas HAM. Namun, apabila Pemerintah tetap menggelar Pilkada, tentu harus menggunakan Protokol kesehatan dengan ketat.
Masalahnya, apakah pemerintah dapat memastikan bahwa masyarakat bisa mematuhinya atau justru sebaliknya? Dan apakah pemerintah dapat memastikan bahwa Pilkada tidak akan menimbulkan korban jiwa atau tidak?.
ADVERTISEMENT
Walaupun Pilkada, sebagaimana yang dikatakan oleh Menko Polhukam, Mahfud MD, Pilkada akan tetap berlangsung dengan catatan tiga hal. Pertama, menjaga protokol kesehatan dengan ketat. Kedua, menjaga demokrasi berkualitas. Dan ketiga, mencegah korupsi di tengah gelaran, seperti yang dilansir oleh Sindonews.
Mendengar ungkapan tersebut, kita memang memahami bahwa ngototnya Pemerintah tentu dalam rangka menjaga kesetabilan negara dan kebaikan untuk semua lapisan masyarakat. Tetapi sekali lagi, jika Pilkada tetap digelar, tidak ada satu pihak pun yang mampu memastikan bahwa dengan Pilkada, apakah akan menurunkan risiko penularan lebih besar atau tidak?
Itulah pertanyaan yang harus dijawab oleh pemerintah dan kita semuanya. Sebaiknya, hemat penulis fokus saja pada penanganan COVID-19 agar tidak terjadi peningkatan yang lebih besar lagi. Bukankah agama sudah mendorong bahwa menjaga jiwa itu lebih penting dari segalanya?
ADVERTISEMENT
Semoga pemerintah dan masyarakat Indonesia bersatu padu untuk mengambil langkah yang lebih baik, demi negara Indonesia yang sejahtara, baik lahir maupun batin.
Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Tangerang