Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Fluktuasi Pengeluaran Perkapita dan Kemiskinan di Kabupaten Kuningan
16 Januari 2023 17:02 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari ASEP HERMANSYAH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebelum tragedi pandemi COVID-19, tingkat kemiskinan dunia telah berkurang hampir setengahnya sejak tahun 2000. Akan tetapi, permasalahan baru muncul semenjak terjadinya pandemi global yang menyebabkan tingkat kemiskinan dunia kembali meningkat hingga 8 persen dari populasi penduduk dunia.
ADVERTISEMENT
Menurut United Nations atau Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), kemiskinan merupakan kondisi kurangnya pendapatan dan sumber daya produktif untuk menunjang kehidupan yang berkelanjutan. Kondisi ini mengakibatkan kelaparan dan kekurangan gizi, akses yang terbatas akan pendidikan, diskriminasi sosial, dan lain-lain.
Pada tahun 2015, lebih dari 736 juta jiwa hidup di bawah garis kemiskinan dunia. Sekitar 10 persen penduduk dunia (pra-pandemi) hidup dalam kemiskinan ekstrem dan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti: kesehatan, pendidikan, akses terhadap air bersih dan sanitasi, dan lain-lain. Sementara itu, menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan merupakan ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran per kapita per bulan.
Sejak 2015 sampai 2018, kemiskinan dunia terus mengalami penurunan, dengan tingkat kemiskinan ekstrem turun dari 10,1 persen menjadi 8,6 persen. Ini artinya jumlah penduduk yang hidup dengan penghasilan di bawah 1,90 USD atau sekitar Rp 28.500 per hari turun dari 740 juta menjadi 656 juta. Akan tetapi, COVID-19 membuat progres beberapa tahun tersebut menjadi penyok parah. Kemiskinan global mengalami peningkatan yang tajam semenjak 2019-2020, dari 8,3 persen menjadi 9,2 persen. Angka ini menunjukkan bahwa terdapat tambahan sebanyak 93 juta penduduk dunia yang dipaksa untuk mengalami kemiskinan ekstrem akibat pandemi.
ADVERTISEMENT
Begitupun dengan kondisi kemiskinan di Indonesia, pada tahun 2020 jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebanyak 1,28 juta penduduk dengan persentase kenaikan sebesar 0,37 persen. Jumlah penduduk miskin di Indonesia bertambah menjadi 26,42 juta jiwa dengan persentase sebesar 9,78 persen. Angka ini berlanjut naik hingga menyentuh 10,14 persen pada tahun 2021 dengan jumlah penduduk miskin mencapai 27,54 juta jiwa.
Sementara itu, pada tahun selanjutnya Indonesia mampu menekan dan menurunkan jumlah penduduk miskin menjadi 26,16 juta jiwa atau 9,54 persen dari keseluruhan jumlah penduduk. Angka ini menunjukkan progres yang baik bagi pemerintah Indonesia dalam upaya mengentaskan kemiskinan sesuai dengan target pertama SDGs (Sustainable Development Goals 2030) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030.
ADVERTISEMENT
Penelitian telah banyak dilakukan untuk melihat berbagai indikator yang mempengaruhi kemiskinan, khususnya di Indonesia. Afira (2021) dalam penelitiannya mengenai Analisis Cluster Kemiskinan Provinsi di Indonesia tahun 2019 dengan Metode Partitioning dan Hierarki menggunakan beberapa variabel yang mempengaruhi kemiskinan dalam pengklasifikasian daerah miskin di Indonesia, antara lain: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Rata-rata Lama Sekolah, Pengeluaran Riil Perkapita, Tingkat Pengangguran Terbuka, Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, dan Persentase Kepemilikan Rumah Sendiri. Selain itu, Herman (2022) menyebutkan bahwa pengeluaran perkapita dan inflasi berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pengeluaran perkapita adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga, baik makanan maupun non-makanan selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga. Data pengeluaran per kapita dapat mengungkap tentang pola konsumsi rumah tangga secara umum menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk makanan dan non makanan. Komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran untuk menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk, makin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran, makin membaik tingkat kesejahteraan. Pengeluaran perkapita merupakan salah satu dimensi penting pembentuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2022, pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan masyarakat Indonesia mencapai Rp 11,48 juta per tahun. Capaian ini meningkat 2,90 persen dibandingkan tahun sebelumnya, seiring dengan pemulihan ekonomi Indonesia yang terus berlanjut. Pengeluaran riil per kapita pada tahun 2021 dan 2022 terus meningkat setelah pada tahun 2020 mengalami penurunan.
Pengeluaran Perkapita dan Kemiskinan di Kabupaten Kuningan
Seperti yang telah kita ketahui, Kabupaten Kuningan termasuk ke dalam kategori kabupaten dengan kemiskinan ekstrem di Jawa Barat. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Kuningan pada tahun 2022 mencapai 140,25 ribu jiwa. Jumlah tersebut sebenarnya jauh di bawah Kabupaten Bogor, akan tetapi persentasenya tinggi mengingat jumlah penduduk Kabupaten Kuningan hanya sekitar 1,2 juta jiwa.
Pada tahun 2022, persentase penduduk miskin di Kabupaten Kuningan mencapai 12,76 persen. Angka tersebut turun sebesar 0,34 persen dari tahun sebelumnya yang menyentuh angka 13,10 persen. Akan tetapi angka tersebut masih jauh di atas angka provinsi Jawa Barat yang hanya sebesar 8,06 persen. Strategi yang tepat diperlukan oleh pemerintah daerah untuk menekan angka persentase penduduk miskin di Kabupaten Kuningan. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu indikator yang mempengaruhi kemiskinan adalah pengeluaran per kapita. Berikut merupakan kondisi pengeluaran perkapita di Kabupaten Kuningan dan Jawa Barat selama tiga belas tahun terakhir.
Grafik di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2022 pengeluaran riil per kapita (yang disesuaikan) Jawa Barat mencapai Rp 11,277 juta per tahun. Angka ini meningkat 3,14 persen dibandingkan tahun 2021. Selama periode 2010 hingga 2022, rata-rata pertumbuhan pengeluaran per kapita masyarakat Jawa Barat sebesar 1,75 persen per tahun. Sementara itu, pengeluaran riil per kapita Kabupaten Kuningan juga mengalami peningkatan di tahun 2022 sebesar 2,24 persen atau Rp 211.000, yaitu dari Rp 9.409.000 menjadi Rp 9.620.000. Selama periode 2010 hingga 2022, angka pengeluaran riil per kapita di Kabupaten Kuningan mengalami tren yang positif setiap tahunnya dengan nilai tertinggi pada tahun 2019 dan terendah tahun 2010. Penurunan pengeluaran per kapita terjadi pada tahun 2020 dan 2021 yang disebabkan oleh adanya pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan grafik-grafik di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa disaat terjadi kenaikan pengeluaran per kapita, maka persentase penduduk miskin di Kuningan menurun. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Herman (2022). Ini artinya ketika pengeluaran masyarakat bertambah, maka diasumsikan perekonomian mengalami peningkatan dan kemiskinan menurun.
Selain itu, berbicara mengenai pengeluaran per kapita, kita dapat mengaitkannya dengan daya beli masyarakat. Tingginya pengeluaran per kapita di suatu daerah berarti daya beli masyarakat di daerah tersebut juga tinggi. Mengutip dari accurate.id, daya beli masyarakat akan merepresentasikan perekonomian negara secara menyeluruh. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi daya beli adalah pendapatan riil masyarakat, inflasi, ketersediaan lapangan pekerjaan, tingkat pengangguran terbuka, dan lain-lain.
Oleh karena itu, saran yang dapat penulis berikan untuk pemangku kebijakan di Kabupaten Kuningan untuk menurunkan angka kemiskinan adalah dengan meningkatkan daya beli masyarakat Kabupaten Kuningan. Salah satunya adalah dengan menyediakan lapangan pekerjaan agar dapat menekan tingkat pengangguran di Kabupaten Kuningan, sehingga pendapatan riil masyarakat Kuningan meningkat. Seiring dengan peningkatan pendapatan tersebut, kemauan masyarakat dalam pengeluaran konsumsi rumah tangga, baik makanan maupun non-makanan akan meningkat juga.
ADVERTISEMENT
Co-writer: Raka Ikmana, S.Tr.Stat