Berpikir Kritis Mahasiswa

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
Konten dari Pengguna
24 Februari 2021 5:43 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mahasiswa. Foto: shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mahasiswa. Foto: shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
SAAT ini, tantangan institusi pendidikan harus mampu mencetak sumber daya manusia yang memiliki kompetensi abad ke-21. Keterampilan abad ke-21 didefinisikan sebagai seperangkat luas pengetahuan, keterampilan, kebiasaan kerja, serta karakter yang dianggap penting bagi keberhasilan dunia saat ini (Moyer et al., 2016)
ADVERTISEMENT
Sejalan dengan pendapat Tilaar (1998) bahwa tantangan yang baru menuntut proses terobosan pemikiran apabila yang diinginkan adalah output yang bermutu yang dapat bersaing dengan hasil karya dalam dunia yang serba terbuka.
Salah satu yang harus dimiliki adalah berpikir kritis sebagai satu kompetensi yang harus dikuasai dalam menghadapi tuntutan abad ke-21 tersebut. Berpikir kritis menjadi salah satu keterampilan tingkat tinggi (Higher Order of Thinking Skill) yang harus ditanamkan pada cara berpikir mahasiswa.
Keterampilan berpikir kritis ini merupakan keterampilan fundamental pada pembelajaran di era disruption dan di masa atau pasca-pandemi COVID-19 sehingga mahasiswa memiliki kemampuan berpikir rasional, untuk mengevaluasi dan melakukan tindakan atau keyakinan yang benar berdasarkan hasil pertimbangan tersebut.
Proses pembelajaran yang dilakukan pada mata kuliah di Perguruan Tinggi harus memfasilitasi supaya mahasiswa baru khususnya dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Pentingnya kemampuan berpikir kritis ini terutama bagi mahasiswa yang baru memasuki jenjang perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
Kemampuan ini berbeda dengan mahasiswa tingkat atas yang telah memiliki kemampuan bernalar lanjutan lebih dapat menerapkan informasi dalam menyelesaikan masalah kompleks dan dapat mengembangkan kerangka berpikir abstrak.
Ilustrasi Mahasiswa, Fot: Doc Ma'soem University
Tuntutannya adalah bagaimana strategi yang harus dilakukan untuk untuk memfasilitasi pengembangan keterampilan berpikir kritis mahasiswa sedini mungkin bukan hanya dalam lingkungan pembelajaran tatap muka melainkan juga pada pembelajaran secara online yang terjadi pada masa Pandemi COVID-19.
Shavelson (2010) membagi keterampilan berpikir kritis menjadi tiga komponen yaitu penalaran analitik dan evaluasi, pemecahan masalah, dan argumentasi. Di mana;
ADVERTISEMENT
Pada masa Pandemi COVID-19 proses pembelajaran secara umum baik kuliah maupun praktikum dapat diselenggarakan secara daring dengan metode Blended learning yang difasilitasi dengan adanya Learning Manajemen System (LMS). Sehingga proses pembelajaran daring menjadi efektif ketika menggunakan jaringan internet dengan aksesibilitas, konektivitas, fleksibilitas ditandai dengan adanya interaksi antara dosen, mahasiswa dan konten pembelajarannya.
Ukurannya, terdapat lima indikator keterampilan berpikir kritis (Anggraini, 2015; Indrawati, 2012; Zubaidah, 2010) di antaranya:
ADVERTISEMENT
Dengan demikian perlu terus dilakukan pembinaan yang lebih baik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Terdapat banyak metode pembelajaran lainnya yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa seperti Virtual laboratory (VL), problem based learning, guided discovery learning dan project based learning.
** Asep Totoh-Dosen Ma'soem University, Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti Nusantara 666 Cileunyi Kab. Bandung.