Konten dari Pengguna

Budaya Meneliti Dosen?

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
29 Juli 2020 1:52 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:16 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dosen wanita. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dosen wanita. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Dosen sebagai salah satu komponen terpenting dalam pendidikan tinggi, mempunyai peran yang sangat signifikan bagi Perguruan Tinggi untuk menjalankan fungsinya. Lebih dari itu, peran dosen diharapkan dapat mengejar kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dari negara-negara lain khususnya negara-negara di Asia. Dosen harus mempunyai empat kompetensi dasar, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.
ADVERTISEMENT
Dosen mempunyai karakteristik umum sebagai pendidik dengan ciri pembeda utama (discriminant trait) sebagai ilmuwan, dan seorang dosen harus memiliki kinerja, integritas, etika, dan tata krama, serta tanggung jawab dalam melaksanakan tugas.
Permenristekdikti No.17/2017 memberi peluang dosen untuk tidak hanya mengajar, tapi juga meneliti. Artinya menstransformasikan ilmu pengetahuan tidak selalu dalam bentuk proses belajar mengajar di kelas, tetapi juga dalam bentuk penelitian. Oleh karena itu, prestasi seorang dosen dalam penelitian dan publikasi menjadi tolok ukur utama yang menggambarkan profesionalisme dosen sebagai ilmuwan di masa kini dan masa datang.
Indonesia memiliki potensial melahirkan peneliti hebat akan tetapi potensi tersebut bisa jadi belum termaksimalkan. Hal tersebut bisa dilihat jika kiprah sebagian besar dosen belum optimal menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tri Dharma tersebut adalah transformasi ilmu, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Salah satu kegiatan untuk mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan lewat karya ilmiah.
ADVERTISEMENT
Strateginya jika acuan yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi masa depan adalah harus beralih dari pengajaran (teaching university) menjadi perguruan tinggi riset (research university). Sebab tuntutan riset perguruan tinggi tidak sebatas menjadi tulisan yang dimuat di jurnal nasional maupun internasional, tidak pula hanya menjadi sampel produk akan tetapi harus menjadi produk massal yang bisa dinikmati masyarakat.
Tidak mudah memang bagi perguruan tinggi untuk menuju “reseacrh university” karena terdapat banyak persyaratan yang harus dipenuhi dan dimiliki oleh lembaga riset berkualitas di antaranya; pengajar yang berkualifikasi tinggi, hasil penelitian yang sahih, kualitas proses belajar dan mengajar, tingginya tingkat partisipasi pendanaan pemerintah dan non pemerintah, mahasiswa-mahasiswa berbakat dan berstandar internasional, kebebasan akademis, struktur pengelolaan otonomi kampus yang dirumuskan secara tepat dan tersedianya fasilitas belajar dan mengajar serta penelitian, bahkan fasilitas penunjang keseharian mahasiswa (Niland 200,2007; Altbach; Khoon et al.2005).
ADVERTISEMENT
Masalah utama lainnya yang dihadapi Indonesia saat ini adalah perguruan tinggi belum menjadi tempat riset untuk menghasilkan platform teknologi, belum semua PT memiliki kerja riset sistematis yang menghasilkan platform teknologi. Secara otomatis maka tidak ada orang-orang yang mendapat pelatihan intelektual dan mental, juga fisik. Penelitian di perguruan tinggi tidak pernah didorong untuk menjadi sebuah karier, hal ini mengakibatkan terjadinya ketidakselarasan antara kegiatan pengajaran dan penelitian. Pada akhirnya menghambat kinerja universitas berbasis riset, selain itu terdapat beberapa masalah mendasar lainnya pada lingkungan pendukung kegiatan penelitian di perguruan tinggi.
Yang harus dicari solusi lainnya adalah bagaimana meningkatkan motivasi dosen untuk bertahan di sektor pengetahuan dan menaikkan jumlah akademisi yang berminat menjadi peneliti. Kebanyakan lazimnya, akademisi (dosen) hanya fokus atau sekadar melaksanakan aktivitas dan kegiatan pengajaran. Tidak heran jika hasil dari karya ilmiah hasil penelitian itu belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Kecenderungan yang terjadi adalah karya ilmiah dibuat bisa jadi hanya sekadar memenuhi kebutuhan kenaikan pangkat fungsional dan golongan atau yang disebut PAK Dosen (Penilaian Angka Kredit Dosen) saja, padahal terdapat tuntutan lainnya untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan sains (IPTEKS).
ilustrasi pixabay.com
Memang tidak dinampikkan jika kenaikan jabatan akademik dosen merupakan bentuk pemberian penghargaan pemerintah atas prestasi kerja yang dicapai dosen, dengan demikian setiap dosen yang telah mempunyai prestasi kerja sesuai dengan peraturan perundangan berhak mendapatkan penghargaan kenaikan jabatan akademik. Sejatinya Jabatan fungsional dosen adalah merupakan pengakuan, penghargaan, dan kepercayaan atas kompetensi, kinerja, integritas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas, serta tata krama dosen dalam melaksanakan tugas tridarmanya. Selain itu jabatan ini diharapkan dapat berfungsi juga sebagai insentif non materi bagi dosen untuk bekerja lebih giat, lebih kreatif, dan lebih baik lagi.
ADVERTISEMENT
Menjadi utama dosen dengan budaya meneliti, di mana hasil penelitian dan publikasi harus menghasilkan bahan pengajaran yang terbaharui terus-menerus dan mutakhir. Di pihak lain hasil dharma penelitian akan dapat diaplikasikan dalam dharma pengabdian kepada masyarakat serta berlaku sebaliknya, hasil dharma pengabdian kepada masyarakat akan memberikan inspirasi dan gagasan dalam penelitian. Dengan demikian tampak dengan jelas bahwa dharma penelitian dapat memberikan sumbangan cukup besar pada dharma yang lain. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika prestasi seorang dosen dalam penelitian dan publikasi menjadi tolok ukur utama yang menggambarkan profesionalisme dosen sebagai ilmuwan.
Oleh :
Asep Totoh - Dosen Ma'soem University