Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Dosen Zaman 'Now'
5 Juli 2020 6:33 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
PANDEMI Covid-19 di Indonesia sejak pertengahan Maret lalu memaksa berbagai sekolah, kampus, dan lembaga pendidikan menerapkan kebijakan online learning untuk menjamin keberlangsung proses belajar mengajar mereka. Kebijakan ini diambil menyusul seruan work from home (WFH) dan gerakan #dirumahaja yang digaungkan oleh banyak pihak, tentunya berdampak cukup besar tidak hanya bagi dunia bisnis, namun juga bagi dunia pendidikan.
ADVERTISEMENT
Pun social distancing melarang untuk tidak berkumpul di sekolah dan kampus, para guru, murid, dosen, dan mahasiswa diminta untuk melakukan pembelajaran jarak jauh dari rumah masing-masing dengan tetap memerhatikan tujuan pembelajaran dan kompetensi inti dari tiap mata pelajaran. Para guru, dosen, dan tenaga pendidikan di berbagai kampus dan sekolah mulai merancang pola pendidikan online mereka masing-masing. Tak dinampikkan jika kemajuan teknologi informasi dan infrastruktur sistem komunikasi cukup berperan besar dalam kesuksesan geliat online learning di Indonesia di masa pandemi ini.
Namun, banyak pihak yang masih kesulitan dengan sistem Pendidikan Jarak Jauh (PJJ). Berbagai pakar pun menyoroti dan menilai kalau sistem PJJ kita seolah keterpaksaan karena kondisi yang mengharuskan mendadak dilaksanakan. Tuntutan nyata jika pendidikan kita membutuhkan sistem pembelajaran yang terintegrasi (Learning Management System), keberadaan LMS untuk Pendidikan Jarak Jauh tersebut adalah hal mutlak yang harus dibangun. Bagi banyak Perguruan Tinggi, sebenarnya banyak LMS dan konsep Pendidikan Jarak Jauh yang sudah dibuat, tapi belum dipahami secara optimal oleh para civitas akademikanya.
ADVERTISEMENT
Pendidikan Jarak Jauh bisa dilakukan dengan banyak pendekatan asal telah didukung dengan bantuan LMS yang sudah terintegrasi dengan baik, kebutuhan untuk pendidikan jarak jauh baik bersifat synchronous (interaksi langsung) maupun yang bersifat asynchronous (interaksi tidak langsung) sudah menjadi kebutuhan di zaman kemajuan teknologi saat ini.
Alhasil kita semua, terutama para pendidik dan pemangku kepentingan di dunia pendidikan harus bisa melaksanakan bentuk pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan zaman, baik itu pendekatan online learning yaitu pembelajaran jarak jauh dengan bantuan teknologi internet, maupun pendekatan e-learning yaitu berupa proses pembelajaran yang dibantu dengan teknologi digital, hingga menerapkan blended learning yang memadukan pertemuan jarak jauh dengan pertemuan tatap muka di kelas.
Kemenristekdikti (2018) mengharuskan Perguruan Tinggi untuk mengubah paradigma Tri Darma Perguruan Tinggi masa kini untuk ; mendorong Science and Technology Index menjadi Pemeringkat Global, meningkatkan kegiatan riset dan publikasi yang relevan dengan tema Industri 4.0, Perguruan Tinggi wajib melaksanakan proses inovasi produk melalui inkubasi dan pembelajaran berbasis industri, Reorientasi Kurikulum Literasi baru ((Coding, big data,humanities (general education)) dikembangkan dan diajarkan, kegiatan ekstrakurikuler untuk pengembangan kepemimpinan dan bekerja dalam tim agar terus dikembangkan, Entrepreneurship dan internship agar diwajibkan, dan Format Baru sistem Pembelajaran Dari Face to face mengarah ke Blended dan Online and Distance Learning (ODL) atau sama dengan PJJ (Pendidikan Jarak Jauh).
ADVERTISEMENT
Kompetensi Dosen
Dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Maka guna menyediakan SDM masa depan Indonesia yang berkualitas maka perguruan tinggi memberikan solusi tersebut adalah dengan dosen berkualitas yang mampu membangun role model pendidik dan peneliti yang ideal sekaligus menumbuhkan academic leader di perguruan tinggi, serta bekerja sama dengan komunitas keilmuan dalam merumuskan kompetensi inti keilmuan.
Menghadapi era pandemi juga revolusi industri 4.0, peran dosen dalam perguruan tinggi semakin sangat penting dan strategis. Di era digitalisasi, seorang dosen harus mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi, maka untuk menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing tinggi dan siap berkompetisi dibutuhkan dosen yang memiliki kompetensi inti keilmuan (core competence) yang kuat, mempunyai soft skill, critical thinking, kreatif, komunikatif dan mampu berkolaborasi dengan baik dengan mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi Perguruan Tinggi di Indonesia memiliki masalah jumlah rasio dosen dengan mahasiswa jika dibandingkan dengan negara maju dengan rata-rata 1:15. Jika melihat jumlah rasio dosen di Jepang 1:8 dan Amerika Serikat 1:9, sedangkan di Indonesia untuk PTN; Eksakta 1:20 dan Non Eksakta 1:30, sedangkan untuk PTS; Eksakta 1:30 dan Non Eksakta 1:40. Hal lainnya selain jumlah rasio dosen dengan mahasiswa, perguruan tinggi harus memiliki kualifikasi dan kompetensi dosen.
Setidaknya terdapat enam kualifikasi dan kompetensi dosen yang dibutuhkan saat ini, meliputi; (1) educational competence, kompetensi berbasis Internet of Thing sebagai basic skill di era ini; (2) competence in research, kompetensi membangun jaringan untuk menumbuhkan ilmu, arah riset, dan terampil mendapatkan grant internasional; (3) competence for technological commercialization, punya kompetensi membawa grup dan mahasiswa pada komersialisasi dengan teknologi atas hasil inovasi dan penelitian; (4) competence in globalization, dunia tanpa sekat, tidak gagap terhadap berbagai budaya, kompetensi hybrid, yaitu global competence dan keunggulan memecahkan national problem; (5) competence in future strategies, di mana dunia mudah berubah dan berjalan cepat, sehingga punya kompetensi memprediksi dengan tepat apa yang akan terjadi di masa depan dan strateginya, dengan cara joint-lecture, joint-research, joint-publication, joint-lab, staff mobility dan rotasi, paham arah SDG’s dan industri, dan lain sebagainya. Serta (6) competence in entrepreneurship, memiliki kompetensi kewirausahaan (Mohammad Nasir;2018).
ADVERTISEMENT
Kemudian era disrupsi mensyaratkan pendidikan tinggi lebih fleksibel dalam sistem pengajaran dan pembelajaran, dosen akan bergeser peran sebagai fasilitator atau inspirator. Mahasiswa akan tumbuh menjadi pembelajar mandiri, saling berkolaborasi bukan berkompetisi serta kreatif atau inovatif dalam menyelesaikan berbagai persoalan (student centered), Perguruan Tinggi dapat menerapkan tiga metode, yaitu memfasilitasi (facilitating), memberdayakan (empowering) dan memungkinkan (enabling). Perubahan akan tata ruang terbuka dan dinamis akan mengubah cara lama dosen mengajar, mahasiswa akan menjadi desainer atas kurikulum serta proses belajarnya sendiri sehingga pembelajarannya tidak lagi sebatas prosedural untuk menggugurkan kewajiban administrasi saja.
Oleh :
Asep Totoh-Dosen Ma'soem University