Filosofi Pendidikan Kejuruan dan Vokasi

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
Konten dari Pengguna
27 Maret 2021 5:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi siswa SMK. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi siswa SMK. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
PENDIDIKAN kejuruan adalah pendidikan yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan, kemampuan/kecakapan, pemahaman, sikap, kebiasaan-kebiasaan kerja, dan apresiasi yang diperlukan oleh pekerja dalam memasuki pekerjaan dan membuat kemajuan-kemajuan dalam pekerjaan penuh makna dan produktif (Adhikary, P.K., 2005).
ADVERTISEMENT
Saat ini, pendidikan kejuruan dan vokasi memerlukan formulasi yang aktual dan kontekstual berdasarkan konteks waktu dan ruang yang ada. Dalam perkembangannya di Indonesia, pendidikan vokasi terus saja menarik untuk didefinisikan dan direformulasi kembali, termasuk diredesain. Dalam arti, isinya terus disesuaikan dan definisinya pun dikembangkan dan disesuaikan dengan visi dan misi pendidikan vokasi suatu bangsa atau negara.
Mengutip Putu Sudira (2012: 19-20), pendidikan kejuruan dan vokasi bagi kaum pragmatis adalah penyelarasan akan kebutuhan pekerjaan dan keterampilan atau kompetensi soal apa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pekerjaan tersebut. Pendidikan kejuruan dan vokasi menjadi selalu dinamis dan bahkan harus adaptif dengan perubahan kebutuhan pekerjaan itu sendiri. Filosofi ini kemudian memunculkan teori demand driven sebagai pengganti supply driven.
ADVERTISEMENT
Pragmatisme mencari tindakan yang tepat untuk dijalankan dalam situasi yang tepat pula. Miller menyatakan pendidik pendidikan kejuruan akan berhasil jika mampu mempraktikkan dan mempertahankan prinsip-prinsip pragmatisme sebagai referensi dan dasar praktik pendidikan di tempat kerja (workplace education).
Pragmatisme menyatakan bahwa di antara pendidik dan peserta didik bersama-sama melakukan learning process (Heinz, W.R., 2009; Deitmer,L., Heinemann, L., 2009), menekankan kepada kenyataan atau situasi dunia nyata, konteks dan pengalaman menjadi bagian sangat penting, pendidiknya progesif dan kaya akan ide-ide baru.
Kaum pragmatis adalah manusia-manusia empiris yang sanggup bertindak, tidak terjerumus dalam pertengkaran ideologis yang mandul tanpa isi, melainkan secara nyata berusaha memecahkan masalah yang dihadapi dengan tindakan yang konkret. Menurut Tilaar (2002:184) pragmatisme melihat nilai pengetahuan ditentukan oleh kegunaannya di dalam praktik.
ADVERTISEMENT
Karenanya, teori bagi kaum pragmatis hanya merupakan alat untuk bertindak, bukan untuk membuat manusia terbelenggu dan mandek dalam teori itu sendiri. Teori yang tepat adalah teori yang berguna, siap pakai, dan dalam kenyataannya berlaku, serta memungkinkan manusia bertindak secara praktis.
Kebenaran suatu teori, ide, atau keyakinan bukan didasarkan pada pembuktian abstrak, melainkan didasarkan pada pengalaman, pada konsekuensi praktisnya, dan pada kegunaan serta kepuasan yang dibawanya. Pendeknya, ia mampu mengarahkan manusia kepada fakta atau realitas yang dinyatakan dalam teori tersebut. Realita tersebut sejalan dengan pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara dengan ungkapan “ngelmu tanpa laku kothong, laku tanpa ngelmu cupet” yang bermakna ilmu tanpa keterampilan menerapkan adalah kosong, sebaliknya keterampilan tanpa ilmu atau teori pendukung menjadi kerdil.
ADVERTISEMENT
Artinya, paling penting adalah bagaimana pendidikan kejuruan dan vokasi agar sejalan dan senada (link and match) dengan kebutuhan DUDI, perubahan dan kolaborasi harus dilakukan jika awalnya hanya dituntut menerima hasilnya saja dan harus menyerap lulusan vokasi. Keniscayaannya adalah peran penting DUDI adalah dari Awal sampai akhir (start from the end).
DUDI yang terdiri dari industri besar hingga usaha mikro kecil dan menengah harus ikut membangun kurikulum bersama, menyinkronkan apa yang diharapkan dari vokasi, untuk bisa sejalan dan selaras dengan kebutuhan DUDI. Sehingga DUDI mampu mengisi fase-fase penyelenggaraan pendidikan kejuruan dan vokasi, sedari awal sampai dengan akhir melalui skema kerja sama substansial yang berkelanjutan.
Tantatangan dan kondisi nyata, secara tidak langsung pandemi COVID-19 telah menggerus skill dari lulusan SMK sebagai salah satu pendidikan vokasi pada tingkatan menengah. Kurangnya lembaga yang bisa menampung mereka untuk magang dan praktik kerja mengakibatkan kualitas outcome dari sekolah vokasi ini juga akan semakin rendah. Sejatinya, tulang punggung pendidikan vokasi adalah institusi yang menyediakan tempat untuk magang dan training. Keniscayaannya, pendidikan vokasi tidak berkutat pada dunia teoritis sebagaimana pendidikan pada umumnya. Pendidikan vokasi selalu berbicara pada skill dan keterampilan terapan.
ADVERTISEMENT
Segera dan harus dicarikan solusi tepat, pandemi COVID-19 pun telah men-downgrade skill lulusan SMK. Apabila kondisi ini terjadi dalam waktu lama, maka dunia industri selanjutnya akan diisi oleh SDM yang memiliki kemampuan seadanya.
Ilustrasi video pembelajaran praktikum di SMK-SMTI Yogyakarta, Umbulharjo, Foto: Antara
Apresiasi pada kebijakan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Vokasi (2020) atas 11 program pengembangan yang dijalankan di tahun 2021. Pertama, yakni fokus pada output dan outcomes, bukan hanya pada proses maupun administrasi. Lulusan pendidikan vokasi harus dapat memuaskan DUDI, kompeten, unggul dan sesuai, serta menghasilkan produk nyata yang dihilirkan ke pasar/industri/masyarakat.
Kedua, fokus kepada kebijakan utama, yaitu Merdeka Belajar, menjadi pembelajar Pancasila dan kebijakan harus link and super match. Ketiga, fokus pada program kerja utama, yaitu SMK Pusat Keunggulan, P3TV, PKK dan PKW, training SDM Vokasi, SMK-D2 Jalur Cepat, dan upgrading D3 menjadi sarjana terapan.
ADVERTISEMENT
Keempat, yakni fokus pada pandemi Covid-19 yang berdampak pada kegiatan serta pola sasaran. Salah satu cara yang dilakukan adalah mengurangi event luring, mix dengan daring meeting, melakukan kegiatan yang realistis di masa pandemi, serta terkait dengan kebekerjaan lulusan di masa pandemi.
Kelima, fokus pada persiapan dan pelaksanaan kegiatan lebih awal yang ada di lingkungan Ditjen Pendidikan Vokasi. Keenam, sinergitas internal harus ditingkatkan lebih kuat dan mendalam antar Direktorat Teknis Pendidikan Vokasi. Serta peran strategis Direktorat Mitras Dudi harus diperkuat untuk mendukung program kerja ke seluruh direktorat teknis, termasuk peran penting Balai Besar agar disiapkan dengan baik.
Ketujuh, kolaborasi dengan semua kalangan, yaitu meningkatkan kolaborasi dengan stakeholder dan mitra, lintas Ditjen dan Kementerian, pemerintah daerah (Pemda), serta industri dan dunia kerja (Iduka).
ADVERTISEMENT
Kedelapan, rebranding yang kuat, cerdas, dan impactfull. Dengan tujuan setiap program kerja harus tersampaikan value dan pesannya dengan kreatif dan kekinian. Kesembilan, program dan kegiatan yang dilakukan harus selalu terukur dalam aspek kualitas capaian, aspek administrasi dan akuntabilitas, serta konsen pada data dan statistik.
Kesepuluh, efektif dan efisien dalam aspek realisasi pembiayaan, sumber daya, manajemen, dan aspek lainnya. Dan Kesebelas, memaksimalkan teknologi digital dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan efektivitas proses dan kualitas layanan yang dijalankan Ditjen Pendidikan Vokasi.
Senyatanya jika kualitas perlengkapan yang baik, peralatan yang terbaru, fasilitas berkualitas, laboratoriumnya lengkap, dan penunjang pendidikan vokasi memang penting. Namun, yang perlu juga kita pahami ialah membenahi mindset Sumber Daya Manusianya terlebih dahulu untuk memahamkan bahwa orientasi pendidikan vokasi ialah hardskill dan softskill secara seimbang.
ADVERTISEMENT
Seharusnya, pendidikan kejuruan atau vokasi tidak hanya sekadar sebagai pendidikan yang menyiapkan lulusannya hanya untuk bekerja atau menjadi pekerja biasa-biasa saja. Pendidikan kejuruan dan vokasi seharusnya menjadi sebuah pendidikan yang jelas jenjang dan jenis karirnya. Apabila pendidikan vokasi jelas jenis dan jenjang kariernya, pendidikan vokasi tentunya akan menjadi incaran masyarakat seperti pendidikan dokter, pendidikan kemiliteran, pendidikan kepolisian, dan beberapa pendidikan kedinasan di Indonesia.
Perubahan secara terus menerus dilakukan dalam penyelenggaraan pendidikan sampai dengan saat ini, adanya inovasi-inovasi baru hingga sinergisitas program-program pengembangan dari pemerintah menjadi bukti bahwa saat ini pengelolaan pendidikan vokasi telah digarap secara serius. Kesemuanya dilakukan untuk bisa meningkatkan daya saing SDM Indonesia saat ini dan di masa yang akan datang yang bisa menghadirkan manusia Indonesia yang unggul untuk menjadi negara yang maju.
ADVERTISEMENT
**Asep Totoh - Dosen Ma'soem University, Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti Nusantara 666 Cileunyi Kab.Bandung.