Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Kualitas dan Kesejahteraan Dosen
16 Juli 2020 3:02 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:16 WIB
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
BERBAGAI program inovatif sebagai strategi untuk mewujudkan visi Sumber Daya Manusia Unggul Indonesia Maju sebagaimana diharapkan oleh Presiden Joko Widodo telah diamanatkan dan menjadi fokus pada bidang pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana diketahui bersama melalui “Merdeka Belajar” hingga berlanjut “Kampus Merdeka” sebagai strategi akselerasi meningkatkan kualitas SDM Indonesia Maju.
ADVERTISEMENT
Namun, meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia tidaklah semudah membalikkan telapak tangan sebab banyak aspek yang harus diberikan perhatian khusus dan diperbaiki. Pendidikan Tinggi sebagai salah satu lembaga yang memiliki peran dalam peningkatan kualitas pendidikan Indonesia, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi; Pendidikan Tinggi mempunyai fungsi: (a) mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (b) mengembangkan Sivitas Akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; dan (c) mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora.
Pada Tahun 2019, saat itu masih dengan sebutan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (kemenristekdikti) menargetkan 150 jurnal nasional terindeks jurnal bereputasi internasional seperti Scopus dan Web of Science. Target tersebut sebagai salah satu upaya untuk membawa Indonesia sebagai bagian dari negara maju di bidang ilmu pengetahuan dan riset.
Pada Mei 2020, Ristekbrin mengeluarkan hasil Akreditasi Jurnal Ilmiah Periode I Tahun 2020. Sebanyak 7 jurnal terakreditasi SINTA 1 yang memungkinkan untuk terindeks Scopus, penelusuran melalui Scimagojr ternyata tidak semua jurnal Sinta 1 telah terindeks Scopus. Sebanyak 38 jurnal asal Indonesia dikategorikan sebagai jurnal internasional bereputasi, di antaranya 1 Q1, 12 Q2, sisanya Q3, dan Q4.
ADVERTISEMENT
Kebijakan reputasi terindek scopus pun saat itu seolah menjadi hantu atau momok menakutkan di kalangan para dosen, namun Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan (sebelumnya ;kemenristekdikti) menuturkan jika negara dengan kultur riset yang kuat dan berkualitas biasanya memiliki paling sedikit 300 jurnal terindeks jurnal internasional. Menurutnya, kualitas dan kuantitas jurnal ilmiah di sebuah negara sangat berkorelasi dengan kualitas sumber daya manusia di perguruan tinggi.
Dosen sebagai salah satu komponen terpenting dalam pendidikan tinggi mempunyai peran yang sangat signifikan bagi Perguruan Tinggi untuk menjalankan fungsinya. Lebih dari itu, peran dosen diharapkan dapat mengejar kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dari negara-negara lain khususnya negara-negara di Asia. Dosen harus mempunyai empat kompetensi dasar, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Dosen mempunyai karakteristik umum sebagai pendidik dengan ciri pembeda utama (discriminant trait) sebagai ilmuwan, dan seorang dosen harus memiliki kinerja, integritas, etika dan tata krama, serta tanggung jawab dalam melaksanakan tugas.
ADVERTISEMENT
Dosen di Indonesia memiliki tiga tugas pokok, yaitu pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang dikenal dengan istilah Tri Dharma Perguruan Tinggi. Walaupun secara umum kelihatan sederhana, namun dalam perinciannya dosen memiliki : 15 kegiatan terkait pengajaran, 5 kegiatan terkait penelitian, 5 kegiatan terkait pengabdian kepada masyarakat, dan 10 tugas penunjang yang selanjutnya ke semua 35 kegiatan itu dirincikan menjadi 61 jenis kegiatan yang layak mendapat angka kredit (Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 17 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya)
Senyatanya akan menjadi assesment jika tinggi rendahnya kualitas dosen ditandai dengan unsur kreativitas dan produktivitas yang direalisasikan dengan hasil kerja baik secara perorangan ataupun kelompok. Banyak faktor penting yang menjadikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, faktor tersebut terdiri dari faktor internal karyawan (personal/individu) atau para dosen dan faktor eksternal; yaitu kepemimpinan, sistem, tim, dan situsional;
ADVERTISEMENT
• Faktor personal meliputi unsur pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimilikki oleh tiap individu dosen.
• Faktor kepemimpinan meliputi aspek kualitas rektor atau dekan dan team leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan kerja kepada dosen.
• Faktor tim meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama aonggota tim, kelompok, dan keeratan anggota tim dosen.
• Faktor sistem meliputi sistem kerja, fasilitas kerja dosen atau infrastruktur yang diberikan oleh Universitas/kampus.
Menarik dicermati pula pada tiga fenomena: globalisasi, pekerja berpengetahuan (knowledged worker), dan organisasi pembelajar (learning organization), jika seorang pemimpin harus memainkan perananya dalam menyampaikan budaya akademik kepemimpinan yang mengedepanakan peningkatan profesinya, bersedia terlibat pada pengabdian masyarakat yang sesuai dengan disiplin ilmunya. Budaya akademik harus berkembang secara baik sesuai dengan perkembangan zaman selain itu budaya akademik akan tumbuh bila ada proses yang baik, namun sebagian dosen belum bids melaksanakan visi dan misi perguruan tinggi karena masih ada dosen yang belum bersikap ilmiah baik dari penampilan maupun dari pemikiran.
Dosen PTS
ADVERTISEMENT
Namun secara garis besar tidaklah wajar jika penyebab rendahnya mutu pendidikan kita ditimpahkan kepada dosen saja, tentunya banyak indikator (purituker) lainnya, yakni ibarat mata rantai satu dengan lainnya. Tetapi ada yang menarik dicermati dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa gaji yang layak (melalui sertifikasi), menjadikan dosen bersemangat dalam proses belajar-mengajar. Bahkan dengan itu, dosen semakin bersemangat dalam mengajar dan meningkatkan mutu/kualitas pembelajaran.
Kajian itu senada dengan temuan Matthew G Springer and Catherine D Gardner (2010) dalam Teacher Pay for Performance: Context, Status, and Direction yang menyatakan bahwa gaji yang layak merupakan sebuah keniscayaan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh sejauh mana pemerintah melakukan penggajian yang layak untuk mereka.
ADVERTISEMENT
Menjadi sebuah persoalan klasik dalam dunia pendidikan yang dirasakan selama bertahun-tahun dan sampai kini, seolah belum dapat terpecahkan yakni masalah kesejahteraan khususnya yang menyangkut masalah rendahnya gaji dosen. Banyak terobosan yang digembar-gemborkan belum menyentuh pada terobosan kesejahteraan dosen. Terutama bagi dosen tetap dan apalagi dosen tidak tetap (dosen luar biasa) yang bekerja pada perguruan tinggi swasta (PTS), seakan hal tersebut tak kunjung selesai.
Ironis memang persoalan kesejahteraan dosen khususnya di PTS, saat ini banyak dosen PTS tersebut bekerja dengan beban yang tidak sesuai dengan gaji yang mereka terima. Pada sisi lain pihak yayasan yang mengelola PTS seperti melepaskan tanggung jawabnya, sepertinya hanya pihak dosen-lah yang sangat membutuhkan kampus.
Bahkan sudah bukan rahasia lagi bila ada dosen PTS banyak yang hanya dimanfaatkan semata oleh pihak yayasan, seperti meminjam ijazah mereka untuk mengurus perizinan dan akreditasi kampus dan dosen tersebut tidak mendapatkan manfaat apa-apa. Yang lebih menyedihkan lagi jika gaji dosen PTS terlebih kekurangan mahasiswa, mengajarnya hanya dua SKS dan itupun hanya satu kelas dalam satu semester bahkan untuk semester tertentu tidak memiliki jam mengajar.
ADVERTISEMENT
Sangat ironi, jika masih ditemukan yang dialami oleh kawan-kawan PTS yang harus bekerja dengan tekanan tinggi dan berada di bawah ancaman. Sudah gajinya tidak layak, ada yang terlambat bayar, hingga bisa tidak dibayar, eh dapat berita pula dari pimpinan kampus atau yayasan akan dikeluarkan jika berulah macam-macam. Sehingga tidak salah bila ada yang menyindir bahwa program Kampus Merdeka ala “Mas Menteri” belum membuat sekaligus "Dosennya juga Merdeka".
Harus diakui memang dan apresiasi atas perlakuan yang sama oleh pemerintah terhadap dosen PTS dalam hal sertifikasi, akan tetapi untuk lulus itupun tidak segampang membalikkan telapak tangan. Apalagi dosen yang belum masuk pada kategori eligible (D1), sementara untuk memenuhi syarat eligible dosen harus bekerja extra keras untuk memenuhi seluruh kewajiban tri dharma perguruan tinggi yang sangat menyita waktu. Sementara disisi lainnya mereka tidak mendapatkan perhatian dari yayasan dalam aspek kesejahteraan, bahkan ada semacam ancaman pula atau akan dipersulit untuk mengurus jabatan fungsional dosen bila mereka banyak protes atau banyak mengkritisi pimpinan atau kebijakan lembaganya.
ADVERTISEMENT
Bukankah perbaikan kualitas dan gaji dosen telah termuat dalam amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang tercantum pada pasal 40 ayat 1 butir a, menyebutkan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. Atau yang termahtub dalam Undang-Undang No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 51 ayat 1 butir a yang menyatakan dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
Dalam penjelasan atas pasal-pasal yang dimaksud dengan penghasilan yang pantas dan memadai adalah penghasilan yang mencerminkan martabat dosen sebagai pendidik yang profesional di atas kebutuhan hidup minimum (KHM). Yang dimaksud dengan jaminan kesejateraan sosial yang pantas dan memadai, antara lain jaminan kesehatan dan jaminan hari tua.
ADVERTISEMENT
Sampai kapankah kompetensi para dosen terkendala kesejahteraan? Tidak ditampikkan jika dosen yang mengalami kesulitan ekonomi dan dalam kondisi serba kekurangan tentu saja akan sulit berpikir dan bekerja dengan baik. Hal inilah yang akan terus menyulitkan dunia pendidikan kita, mengutip pidatonya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim “Kemuliaan itu tidak boleh hanya diucapkan, perlu terwujud dalam Kesejahteraan”.
Kiranya dosen pun bisa disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, jika saja hari ini masih banyak para dosen benar-benar tidak diberi tanda jasa yang sesuai secara materil sebab apa yang mereka dapatkan tak lebih dari honor yang minim dan sangat jauh dari kata sejahtera. Kesejahteraan para dosen, pendidik, dan tenaga kependidikan di Indonesia harus terus diperjuangkan menuju Dosen Sejahtera, Dosen Berkualitas. Alhasil akan memudahkan mewujudkan Generasi unggul, Indonesia maju.
ADVERTISEMENT
Oleh :
*Asep Totoh - Dosen Ma'soem University