Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pilkada, Pandemi, dan Kualitas Pemimpin
11 Oktober 2020 5:40 WIB
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) 2020 serentak akankah bisa menghasilkan pemimpin yang mampu mengatasi berbagai permasalahan terlebih di masa pandemi covid-19? Maka kuncinya adalah jika keikutsertaan rakyat baik dalam segi kuantitas maupun dari segi kualitas pada pesta demokrasi dalam pilkada serentak 2020 sangat menentukan kualitas kepemimpinan daerah lima tahun yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Seolah menjadi rumus alam, jika sebelum pemilihan maka ramai-ramai mendekati warga dan menabur janji manis, Namun, jika sudah terpilih dan menduduki singgah sana maka seolah lupa bahkan melupakan warga dan janjinya. Menarik jika ada yang menyatakan beda antara PIL KB dan PILKADA, maka jawabannya adalah PIL KB itu jika lupa suka jadi dan kalau PILKADA jika jadi suka lupa.
Tentunya Masyarakat saat ini sudah lebih mengerti dalam memilih pemimpin, mereka akan memilih seorang pemimpin dengan memperhatikan karakteristik yang dipunyai dari kandidat tersebut. Siapa pun yang terpilih nanti sebagai pemimpin daerah adalah pemimpin berkualitas, saat pandemi COVID-19 melanda dunia maka para pemimpin pun akan terseleksi. Dari pemimpin kecil, sampai pemimpin dengan wilayah dan otoritas yang luas juga termasuk pemimpin daerah dan bangsa ini.
ADVERTISEMENT
Saat ini di tengah ujian pandemi covid19, seorang pemimpin terbaik akan hadir di tengah-tengah kesulitan rakyatnya (sense of ctisis). Pemimpin yang menghadirkan cinta yaitu adanya rasa cinta terhadap yang dipimpinnya. Dalam istilah Arab, cinta dikatakan dengan mahabbah yang secara harfiah bermakna mencintai, mengasihi, menyayangi.
Cinta seorang pemimpin akan diwujudkan dari segala upaya memenuhi keperluan yang dicintainya, walaupun dengan mengorbankan keinginan dirinya. Nabi Muhammad SAW bersabda;
Membaca kembali kisah tentang Rasulullah, SAW, pada suatu ketika menjadi imam salat. Para sahabat menyaksikan, pergerakan baginda antara satu rukun ke satu rukun yang lain terlihat sukar sekali. Dan, mereka mendengar bunyi menggerutuk, seolah-olah sendi-sendi pada tubuh baginda yang mulia itu bergeser antara satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Sayiddina Umar yang tidak tahan melihat keadaan baginda itu langsung bertanya seusai mereka salat: "Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah Tuan menanggung penderitaan yang amat berat. Tuan, sakitkah, ya Rasulullah?"
"Tidak, ya, Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar," sabda beliau.
"Ya, Rasulullah, mengapa setiap kali Tuan menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuh Tuan? Kami yakin engkau sedang sakit," desak Umar penuh kecemasan.
Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Perut baginda kempis, dan terlihat dililiti sehelai kain yang berisi batu kerikil. Rupanya untuk menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergeraknya tubuh baginda.
"Ya Rasulullah! Adakah bila Tuan menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat Tuan?"
ADVERTISEMENT
Lalu baginda menjawab dengan lembut, ”Tidak, para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan Allah nanti, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban bagi umatnya? Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah Allah buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini. Terlebih lagi, tiada yang kelaparan di akhirat kelak."
Ukuran kualitas yang menjadi patokan kepantasan seorang calon pemimpin bukan karena banyaknya uang atau materi, bukan karena kata-kata bombastis yang menggoda. Tetapi ukuran kepantasan atau kelayakan untuk untuk menentukan pilihan adalah penyatuan antara pengetahuan dan kelakuan, penyatuan antara kata dan tindakan yang nampak dalam hal-hal kecil dalam kehidupan bermasyarakat.
Penyatuan kualitas hidup yang nampak dalam kehidupan calon tersebut, bukan karena pilkada, bukan karena pencitraan politik, bukan karena dipoles demi kepentingan pilkada, bukan karena strategi politik yang jitu dan efektif. Tetapi hal tersebut dilaksanakan jauh sebelum proses pilkada berlangsung.
ADVERTISEMENT
Pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang anti “syahwat kekuasan” yang cenderung ambisius, curang, dan kolutif. Jpaslon-palaslah jika paslon kepala daerah akan memposisikan kekuasaan politik bukan sebagai tujuan akhir, tapi sebagai sarana untuk ‘berbuat baik’ kepada rakyat di daerahnya. Dalam konteks ini maka proses Pilkada akan menghasilkan calon pemimpin daerah yang baik, cakap/cerdas, kompeten, dan amanah.
Lebih dari itu, pemimpin terbaik mampu memberdayakan potensi masing-masing daerah yang bisa dikembangkan lebih berkemajuan, mandiri, sejahtera, dan makmur, serta tuntutan daerah untuk menghadapi persaingan global.
Keniscayaannya bahwa setiap pemimpin di level manapun akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya di hadapan manusia (di dunia) dan di hadapan Allah kelak (di akhirat). Rasulullah SAW menegaskan, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Pemimpin negara yang berkuasa atas manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang lelaki/suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Wanita/istri adalah pemimpin terhadap keluarga suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
ADVERTISEMENT
Semoga pemimpin terpilih nanti adalah pemimpin yang sidik, amanah, tabligh dan fatonah..Aamiin
Asep Totoh - Dosen Ma'soem University, Kepala HRD yayasan Pendidikan Bakti Nusantara 666