Sekolah 2021: Luring, Daring atau Blended Learning?

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
Konten dari Pengguna
5 Januari 2021 5:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak belajar ditengah wabah virus corona di Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak belajar ditengah wabah virus corona di Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
PANDEMI sejak ditetapkan Maret 2020, membuat hampir semua satuan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia dipaksa melakuan adaptasi dalam pelayanan pendidikan kepada siswanya. Tak ayal jika pelayanan pendidikan tatap muka (in person) selama periode 2020 pun tidak dapat dilaksanakan seperti biasanya mengingat tingkat penyebaran COVID-19 yang tak kunjung bisa dikendalikan.
ADVERTISEMENT
Namun harus diakui jika pandemi COVID-19 telah berhasil mempercepat terjadinya perubahan pada sikap dan perilaku pengelola pendidikan, termasuk guru dan siswa dalam proses pembelajaran pada semua jenjang dan jenis pendidikan. Kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) mulai dari berbagai program televisi atau sistem online atau e learning/ daring dari sekolah, juga pembelajaran daring-luring atau blended learning yang dikelola sendiri oleh satuan pendidikan.
Model e-learning yang mengacu pada sistem pembelajaran yang dilakukan melalui media elektronik membuat para guru dengan platform ini pun dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan keterampilan belajarnya melalui cara-cara yang inovatif. Hal ini dapat diartikan, model e-learning telah berhasil membawa perubahan besar dalam metode pengajaran dan pembelajaran tradisional.
Masifnya penyebaran virus COVID-19 saat ini telah mengubah dan menyebabkan terjadinya transisi global di bidang akademis, lewat perubahan metode pengajaran dan pembelajaran daring dengan menggunakan berbagai platform teknologi.
ADVERTISEMENT
Sebelum memasuki awal pembelajaran semester genap pada 11 Januari 2021 ini, di tengah kekhawatiran penularan dan tertular virus COVID-19 maka pilihan kebijakan terbaik mana yang harus dipilih; sekolah tatap muka atau masih dengan pembelajaran jarak jauh/daring, dan atau juga sistem daring-luring/blended learning?
Ilustrasi Kegiatan Belajar Tatap Muka, Foto Shutterstock
Terdapat beberapa catatan jika belajar daring mampu membuat anak dan orang tua semakin dekat karena orang tua yang paling bisa membantu anak saat belajar di rumah. Sistem belajar daring pun mampu menjaga perilaku anak tetap disiplin dan teratur karena ada kegiatan rutin yang tetap dilakukan di rumah mulai dari belajar daring hingga mengerjakan tugas.
Akan tetapi, hampir setahun berlalu ternyata memberikan pula masalah psikologi dan efek lainnya bagi para pelajar. Misalnya bagi para siswa yang dalam kondisi normal biasanya saling bertemu dan berinteraksi di dalam dan di luar kelas, saat ini mereka hanya bisa melakukan video call atau chatting di kediaman masing-masing. Bisa kita temukan banyak siswa mengalami stres akibat pembelajaran jarak jauh atau online, dan yang dikhawatirkan bisa mengalami depresi.
ADVERTISEMENT
Mengutip Diah Ayu (Media Indonesia, 03/01/2021), hasil publikasi yang diterbitkan oleh Joint Research Centre (JRC) dari layanan Sains dan Ilmu Pengetahuan Komisi Uni Eropa akhir 2020 tentang sistem pembelajaran daring di seluruh kawasan Uni Eropa, diketahui bahwa peralihan dari pembelajaran luring ke daring yang disebabkan karena COVID-19, berdampak negatif bagi anak di sekolah dasar dan menengah pertama. Hal ini disebabkan mereka masih memiliki kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan belajar yang baru.
Peralihan tersebut juga dikhawatirkan dapat memperburuk ketimpangan pendidikan yang ada. Bagi siswa yang datang dari kalangan bawah, kemungkinan besar akan tertinggal selama periode darurat ini. Yang masuk dalam kelompok ini adalah mereka yang cenderung tidak memiliki akses ke sumber daya digital pembelajaran yang relevan (seperti laptop, komputer, koneksi internet) dan cenderung tidak memiliki lingkungan belajar di rumah yang sesuai (seperti ruang belajar khusus, meja belajar pribadi).
ADVERTISEMENT
Sedangkan kelompok yang sedikit lebih beruntung adalah kelompok siswa yang berasal dari keluarga yang lebih makmur, orang tua yang cenderung dapat bekerja dari rumah dan juga memiliki kemampuan membayar biaya kuliah atau sekolah daring dengan lancar. Anak-anak dari orang tua tunggal atau keluarga besar serta siswa berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas juga cenderung menderita karena peralihan ini.
Karena itu, dibutuhkan teknologi yang bisa membantu serta disesuaikan dengan lingkungan belajar yang baru ini. Dalam laporan ini, disimpulkan bahwa penutupan sekolah fisik dan pelaksanaan pendidikan jarak jauh memiliki efek merugikan pada pembelajaran siswa melalui empat saluran utama. Keempatnya adalah (1) Kurangnya waktu belajar; (2) Stres yang meningkat; (3) Perubahan pada cara interaksi siswa; dan (4) Berkurangnya motivasi belajar.
ADVERTISEMENT
Hal ini menarik untuk dikaji, jika dalam kegiatan belajar daring memiliki sisi positif dan negatif maka yang menarik untuk ditanyakan dan dicarikan solusi tepat dan efektif adalah sejauh mana siswa atau siswi tersebut paham bahwa dirinya stres?
Dan jika kegiatan belajar tatap muka, maka yang penting untuk dilakukan oleh pemerintah, pihak sekolah, guru, orang tua, siswa dan masyarakat adalah memastikan tidak ada risiko penularan dan tertular virus COVID-19.
Oleh :
Asep Totoh - Dosen Ma'soem University, Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti Nusantara 666