SMK Bisa Hebat

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
Konten dari Pengguna
27 Oktober 2020 10:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi siswa SMK. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi siswa SMK. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
DISKURSUS dan Isu relevansi pendidikan vokasi seolah menjadi topik dan kajian yang tidak pernah usang dan seperti menjadi permasalahan yang tidak pernah tuntas. Pendidikan vokasi pada dasarnya adalah pendidikan yang menyiapkan generasi muda untuk bekerja dan berwirausaha guna mendukung pertumbuhan ekonomi bangsa.
ADVERTISEMENT
Tentunya pendidikan vokasi tidak akan terlepas pada kegiatan industri dan ekonomi, baik pada skala kecil, menengah, maupun besar. Paling utama harus dicari solusi saat ini adalah masalah link and match antara SMK dengan para lulusannya dan Industri dengan kebutuhannya. Setidaknya masalah klasik di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yaitu dalam kuantitas, di mana jumlah lulusan lebih banyak dari kesempatan kerja yang ada.
Selanjutnya adalah berkaitan kualitas lulusan, ketika keterampilan lulusan lebih rendah dari yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Dan kemudian berkaitan juga dengan gaji (kompensasi), ketidaksesuaian gaji yang ditawarkan dengan beban kerja dan estimasi biaya hidup calon pekerja.
Menjadi menarik untuk menguji daya saing para lulusan sekolah sebagai produk lembaga pendidikan, karena outcomes lulusan menjadi sebuah ukuran kredibilitas dan kualitas layanan sekolah. Daya saing lulusan tersebut terlihat dari; Pertama, Karakter. Para lulusannya selain berperilaku atau berbudi pekerti yang baik haruslah pula memiliki etos kerja yang produktif.
ADVERTISEMENT
Kedua, Kompetensi. Di mana lulusan peserta didik harus memiliki kemampuan bekerja sesuai perkembangan zaman. Misalnya memiliki kemampuan berbahasa asing yang baik, kemampuan keterampilan dibidang IT dan mampu memahami perubahan dunia informasi dan teknologi yang sudah memasuki babak Era Industry 4.0.
Dan Ketiga, Inovasi. Di mana para lulusannya harus bisa melakukan konsep-konsep kebaruan, hal ini tidak bisa dicapai jika kemampuan produktivitas lulusan atau calon tenaga kerja itu masih rendah. Tugas berat sekolah, terutama bagi SMK jika melihat jargonnya yaitu “SMK Bisa Hebat” Siap Kerja, Mandiri, Santun dan Kreatif, Justru SMK menempati peringkat pertama penyumbang pengangguran tertinggi jika dilihat angka partisipasi pengangguran di Indonesia.
Terdapat banyak faktor yang berpotensi menurunkan daya saing lulusan pendidikan vokasi ke depan di antaranya: 1). Perubahan sistem kerja yang menuju transformasi digital menyebabkan banyak jenis kompetensi yang diajarkan saat ini berpotensi hilang atau tidak dibutuhkan di masa depan dan munculnya kompetensi dan jenis pekerjaan baru yang belum disiapkan pada kurikulum saat ini.
ADVERTISEMENT
2). Kurangnya upskiling dan reskilling sumber daya manusia di pendidikan vokasi untuk menyesuaikan dengan tuntutan pembelajaran di era Revolusi Industri 4.0. 3) Lingkungan dan proses pembelajaran masih konvensional, belum secara masif disiapkan untuk menghadapi transformasi digital mengoptimalkan pembelajaran aktif dan kontekstual serta optimalisasi teknologi dalam proses pembelajaran.
4). Menurunnya relevansi fasilitas sarana dan prasarana seiring perubahan teknologi yang semakin cepat. 5). Kebutuhan pembiayaan yang sangat tinggi untuk menerapkan pendidikan berbasis kompetensi dan sistem ganda sulit dipenuhi jika hanya mengandalkan pendanaan dari pemerintah. 6). Sertifikasi kompetensi semakin membuka persaingan lulusan pendidikan vokasi dengan lulusan dari pendidikan formal, nonformal, dan informal; juga dengan tenaga kerja asing di pasar global 2020.
7). Batas usia minimal pekerja adalah 18 tahun sesuai peraturan ketenagakerjaan, sementara pada jenjang SMK umumnya lulusan berusia 17 tahun, sehingga ada masa tunggu satu tahun untuk dapat memasuki dunia kerja yang berpotensi menurunkan kompetensi lulusan. Dan 8). Kurangnya kolaborasi dan keterlibatan dunia usaha dan industri secara integratif dalam penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar (Suyanto;2020).
Ilustrasi SMK
ADVERTISEMENT
Angin segar untuk mencari solusi “SMK Bisa Hebat” dengan mengembangkan Center of Excellence (CoE) pada pendidikan vokasi, harapannya mampu mengeliminasi semaksimal mungkin faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya mis-match dan penurunan daya saing. Saat ini SMK Hebat adalah tidak lagi berkaitan dengan bangunan baru atau pembelian peralatan baru, akan tetapi link and (full) match lulusan SMK yang kompeten dengan kebutuhan industri dan dunia kerja.
Tingginya Keterlibatan aktif Dunia Industri dan Dunia Kerja didalam SMK menjadi keniscayaan, seperti: Pengembangan kurikulum lebih fleksibel dan kontekstual yang diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah, juga kerja sama industri yang diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran-pelatihan-penelitian, resource sharing, guru tamu, sertifikasi kompetensi, magang, dan penempatan kerja.
SMK harus melakukan reskillings dan upskilling SDMnya, khususnya pada pengembangan kompetensi baru yang dibutuhkan di pasar kerja dan pembelajaran di era revolusi 4.0. Kemudian SMK dengan teaching factory-nya harus bisa mengembangkan inovasi produk dan inkubator bisnis untuk menumbuhkan start up bisnis, mulai dari analisis pasar, ide, rencana bisnis, hingga mendirikan dan mengelola usaha secara nyata.
ADVERTISEMENT
Dan SMK harus diberikan otonomi institusi yang lebih luas untuk membentuk Badan Layanan Umum/ Daerah (BLU/BLUD), dan mampu meningkatkan tata kelola serta kepemimpinan dengan menerapkan Good School Governance (GSG). Alhasil, Pengembangan center of excellence di SMK tidak hanya menjadi sekadar pelabelan nama saja, namun benar-benar memiliki standardisasi sebagai pusat keunggulan.
Asep Totoh - Dosen Ma'soem University