Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Rule by Law: Paul Kagame Mungkin Akan Menjadi Presiden Rwanda Hingga 2035
2 Juli 2024 6:57 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Sang Ayu Putu Astri Yashika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rwanda, salah satu negara di kawasan Afrika Timur yang dikenal dengan kelamnya tragedi genosida di masa lalu kini telah mencapai kemajuan pembangunan yang signifikan sejak tahun 2006. Berbagai kemajuan dan perkembangan di sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sektor vital lainnya tentu tidak terlepas dari usaha Paul Kagame selaku presiden Rwanda. Tidak hanya itu, pasca tragedi genosida yang menghancurkan hampir seluruh sistem pemerintahan dan ekonomi, Paul Kagame berusaha membentuk Rwanda menjadi negara demokrasi. Hal ini dilakukan dengan upaya membangun good governance, membentuk institusi demokrasi, dan melakukan pemilihan pemimpin negara secara demokratis.
Namun sayangnya, Presiden yang telah menjabat lebih dari dua dekade sejak tahun 2000 ini menunjukkan indikasi penyelewengan dari sistem demokrasi di Rwanda. Mengapa demikian?
ADVERTISEMENT
Paul Kagame awalnya merupakan seorang warga negara Rwanda yang dibesarkan di kamp pengungsian di Uganda. Sejak kecil, ia banyak mengamati dan menjadi korban dari diskriminasi serta penindasan yang dilakukan oleh sesama rakyat Rwanda hanya karena perbedaan suku. Ketika beranjak dewasa, Kagame yang tertarik dengan politik dan militer mulai bergabung dengan gerakan gerilya Uganda, Tentara Perlawanan Nasional, bahkan ikut dalam gerakan yang mendukung Yoweri Museveni sebagai Presiden Uganda. Kemudian, ia kembali ke Rwanda sebagai pemimpin dari Rwanda Patriotic Front (RPF) dan berhasil menduduki kursi pemerintahan sebagai wakil presiden.
Pada tahun 2000, Paul Kagame diangkat menjadi presiden sesaat setelah Pasteur Bizimungu mengundurkan diri. Semenjak menjabat sebagai presiden, Paul Kagame berupaya untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokrasi. Hal ini dibuktikan dengan disahkannya undang-undang mengenai pemilihan umum dan masa jabatan presiden. Salah satunya tertuang dalam Pasal 101 Konstitusi Rwanda menyatakan bahwa “the President of the Republic is elected for a term of seven years renewable only once. Under no circumstances shall a person hold the office off President of Republic for more than two”.
ADVERTISEMENT
Paul Kagame berhasil memenangkan pemilihan umum presiden dengan perolehan suara 95% pada tahun 2003. Kemudian, ia kembali muncul sebagai pemenang dalam pemilihan umum presiden tahun 2010. Dengan demikian, seharusnya masa jabatan Paul Kagame akan berakhir pada tahun 2017. Namun ternyata, Paul Kagame masih menjabat menjadi Presiden Rwanda hingga saat ini.
Hal ini bisa terjadi karena pada referendum tanggal 19 Desember 2015, dilakukan revisi terhadap Pasal 101 Konstitusi Rwanda mengizinkan Presiden Paul Kagame untuk kembali maju dalam pemilihan umum presiden dan menjabat selama tujuh tahun pada masa jabatan ketiga, kemudian menjalani dua kali masa jabatan lima tahun. Perubahan terhadap peraturan ini disetujui oleh 98% pemilih yang merupakan masyarakat Rwanda. Perubahan terhadap konstitusi ini menyebabkan Paul Kagame berpotensi menjabat selama tiga dekade hingga 2035 atau bahkan seumur hidup.
ADVERTISEMENT
Revisi terhadap Pasal 101 Konstitusi Rwanda menunjukkan adanya upaya role by law yang dilakukan oleh pemerintah. Role by law dapat diartikan sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai kekuasaan dengan menggunakan hukum sebagai alat politik. Ada kebijakan publik maupun konstitusi yang dibuat sah secara hukum untuk menjembatani kepentingan seseorang atau kelompok dalam upaya mencapai kekuasaan maupun kepentingannya. Konsep ini sekiranya relevan dengan kondisi yang terjadi di Rwanda saat ini.
Sebagian besar masyarakat Rwanda mendukung perubahan konstitusi ini karena mereka menilai bahwa Presiden Paul Kagame merupakan presiden yang pantas untuk menjabat. Hal ini dikarenakan track record-nya selama menjabat yang mampu membawa pembangunan positif bagi masyarakat. Namun, beberapa pengamat politik dan negara-negara barat mengkritik kondisi yang terjadi di Rwanda saat ini. Mereka menilai bahwa semakin lama seseorang berkuasa maka semakin besar potensi pelanggaran aturan hukum dan konstitusi yang dapat melemahkan negara. Selain itu, rentang waktu yang cukup singkat antara pengumuman referendum dan pemungutan suara menyebabkan pemilih tidak memiliki banyak waktu untuk mempertimbangkan kondisi yang terjadi.
Menanggapi hal tersebut, Paul Kagame menyatakan bahwa dirinya tidak terganggu dengan berbagai pendapat maupun kritik dari luar. Dalam salah satu wawancaranya bersama Majalah Jeune Afrique 2023 lalu, Kagame menyampaikan bahwa ia gembira dengan kepercayaan yang diberikan oleh rakyat Rwanda. Pernyataan ini menunjukkan indikasi bahwa Paul Kagame masih ingin melanggengkan kursi pemerintahannya. Dan benar saja, Kagame lagi-lagi muncul sebagai kandidat calon Presiden Rwanda tahun 2024. Akankah Paul Kagame kembali terpilih sebagai Presiden dalam pemilihan umum 15 Juli mendatang?
ADVERTISEMENT