Konten dari Pengguna

Ribut Efisiensi Anggaran: Bukan Cuma Indonesia, Ini Fenomena Global!

Atef Fahrudin
Dosen Tetap di Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Kampus Pangandaran
13 Februari 2025 22:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Atef Fahrudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
freepik.com
ADVERTISEMENT
Belakangan ini, isu efisiensi anggaran dan pemangkasan pegawai negeri menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Namun, jika kita melihat lebih jauh, fenomena ini ternyata bukan hanya terjadi di Tanah Air. Berbagai negara di dunia juga sedang menghadapi tantangan serupa dan mengambil langkah-langkah yang tak kalah ekstrem.
ADVERTISEMENT

Gelombang Pemangkasan Global: Dari Argentina hingga Amerika

Argentina menjadi contoh paling dramatis dalam upaya efisiensi anggaran. Di bawah kepemimpinan Presiden Javier Milley, negara ini mengambil langkah berani dengan memangkas 30 ribu pegawai negeri. Meski kebijakan ini berhasil menurunkan inflasi, dampak sosialnya terlihat dari meningkatnya angka kemiskinan. Ini menunjukkan bahwa efisiensi anggaran bisa menjadi pisau bermata dua.
Amerika Serikat, negara adidaya yang selama ini dianggap memiliki sistem birokrasi mapan, juga tidak luput dari tren ini. Langkah Presiden Donald Trump membentuk Departemen Efisiensi Pemerintah dan menawarkan program buyout kepada pegawai negeri menandakan bahwa efisiensi birokrasi telah menjadi prioritas global.
Di Eropa, Inggris mengambil langkah serupa dengan berencana memangkas lebih dari 10 ribu pegawai negeri. Keputusan ini tidak terlepas dari dampak Brexit dan pandemi yang memaksa pemerintah untuk lebih cermat dalam pengelolaan anggaran.
ADVERTISEMENT

Indonesia dalam Pusaran Efisiensi Global

Dalam konteks Indonesia, kebijakan pemangkasan anggaran besar-besaran yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto memiliki tujuan mulia: mempercepat program makanan bergizi. Namun, seperti halnya di negara lain, kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pegawai negeri yang merasa terancam kehilangan pekerjaan.
Vietnam, tetangga regional kita, bahkan mengambil langkah lebih ekstrem dengan mengumumkan pemangkasan 20% pegawai negeri. Ini menunjukkan bahwa isu efisiensi birokrasi telah menjadi fenomena regional di Asia Tenggara.

Pendekatan Berbeda: Pelajaran dari China dan India

Menariknya, tidak semua negara mengambil pendekatan pemangkasan dalam menghadapi tantangan ekonomi global. China dan India justru memilih jalur berbeda dengan menaikkan gaji pegawai negeri dan memberikan keringanan pajak. Strategi ini bertujuan meningkatkan konsumsi domestik sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Pendekatan yang diambil kedua raksasa Asia ini mengingatkan kita bahwa efisiensi tidak selalu berarti pemangkasan. Dengan meningkatkan daya beli pegawai negeri, mereka berharap dapat menciptakan efek multiplier yang lebih besar bagi perekonomian. Keberanian mengambil langkah berbeda ini menunjukkan bahwa setiap negara perlu mempertimbangkan kondisi domestik mereka dalam menentukan kebijakan ekonomi.

Dampak dan Tantangan ke Depan

Meski beberapa negara melaporkan hasil positif seperti surplus perdagangan dan penurunan inflasi, kita tidak bisa mengabaikan dampak sosial dari kebijakan efisiensi ini. Pemangkasan pegawai dan anggaran, meskipun dapat menghemat pengeluaran pemerintah dalam jangka pendek, berpotensi menciptakan masalah sosial yang lebih besar di masa depan.
Ketidaksetaraan ekonomi dan potensi pengangguran menjadi tantangan yang harus diatasi dengan serius. Hilangnya pekerjaan di sektor publik dapat menciptakan gelombang pengangguran yang signifikan, terutama di daerah-daerah yang sangat bergantung pada lapangan kerja pemerintah. Hal ini dapat memicu ketegangan sosial dan menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang jika tidak dikelola dengan baik.
ADVERTISEMENT

Mampukah Indonesia Mewujudkan Efisiensi yang Manusiawi dan Berkelanjutan?

Fenomena efisiensi anggaran dan pemangkasan pegawai negeri jelas bukan "milik" Indonesia semata, melainkan tren global yang mencerminkan tantangan ekonomi kontemporer. Yang menjadi pertanyaan bukan lagi "apakah efisiensi diperlukan?" melainkan "bagaimana melakukan efisiensi dengan cara yang berkelanjutan dan berkeadilan?"
Pemerintah Indonesia perlu belajar dari pengalaman negara lain dalam mengelola dampak sosial dari kebijakan efisiensi. Pendekatan bertahap dan terukur, disertai program perlindungan sosial yang memadai, mungkin lebih bijak dibandingkan pemangkasan drastis yang dapat menimbulkan gejolak sosial.
Pada akhirnya, efisiensi anggaran memang diperlukan, tetapi harus dilakukan dengan mempertimbangkan konteks lokal dan dampak sosial. Keberhasilan program efisiensi tidak hanya diukur dari penghematan anggaran, tetapi juga dari kemampuannya menjaga stabilitas sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT