Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kecanduan Self Harm Pada Remaja Sebagai Bentuk Mengurangi Sakit Berlebihan
24 November 2024 13:11 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Athaya Daffa Firstya W tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah kalian melihat teman sekitar kalian melakukan self harm dengan dalih agar rasa sakit secara batin yang mereka alami bisa berkurang? atau mungkin kalian pernah mengalami self harm itu sendiri? Akan tetapi sebelum mendalami lebih lanjut, kita harus memahami apa self harm itu sendiri.
Self harm merupakan suatu bentuk perilaku untuk meluapkan rasa emosional dengan cara menyakiti diri sendiri yang dilakukan secara sengaja. Meskipun self harm bukanlah upaya untuk bunuh diri tetapi perilaku ini bisa berpotensi menjadi langkah awal menuju risiko yang lebih serius, termasuk bunuh diri apabila dilakukan secara terus menerus.
ADVERTISEMENT
Di era globalisasi sekarang ini makin marak kita jumpai bersama remaja yang mengalami penurunan perkembangan sosial dan emosi. Terlebih lagi dengan berkembangnya zaman setiap orang bisa dengan mudah memposting dan menyebarkan apapun di internet termasuk konten mengenai menyakiti diri sendiri ke media sosial. Hal ini disebut dengan digital self harm. Dibalik fenomena ini tentu ada latar belakang atau faktor yang mempengaruhi seorang individu tersebut melakukan self harm. Berdasarkan berbagai penelitian, berikut adalah penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut:
1. Tekanan Emosional dan Psikologis
Masa remaja merupakan periode transisi yang dimana dihiasi dengan berbagai dinamika baru. Remaja sering kali menghadapi tekanan dari berbagai sumber, termasuk keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial. Banyak remaja melakukan self harm ini juga sebagai bentuk dari coping mechanism untuk mengatasi rasa sakit emosional yang mereka alami.
ADVERTISEMENT
2. Pengaruh Media Sosial
Media sosial juga berperan cukup signifikan dalam fenomena ini. Standar kecantikan dan gaya hidup yang tidak realistis dapat meningkatkan perasaan rendah diri dan ketidakpuasan terhadap diri sendiri yang dimana mereka akan selalu membandingkan diri sendiri dengan apa yang mereka lihat di media sosial. Beberapa remaja merasa bahwa menyakiti diri sendiri adalah cara untuk mendapatkan perhatian atau pengakuan dari teman sebayanya. Fenomena ini semakin diperparah dengan adanya tren di media sosial yang mempromosikan perilaku self harm sebagai bentuk ekspresi diri.
3. Emosi Negatif yang Tertekan
Salah satu faktor internal yang paling signifikan adalah adanya emosi negatif yang tidak terungkap. Remaja sering kali merasa kesulitan untuk mengekspresikan perasaan mereka, seperti kemarahan, kesedihan, atau kecemasan karena mereka cenderung untuk menyimpan semuanya sendiri dan tidak mengungkapkan dengan orang yang mereka percaya. Oleh karena itu, mereka memilih melakukan self harm untuk menyalurkan rasa sakitnya.
ADVERTISEMENT
Fenomena kecanduan melakukan self harm di kalangan remaja melibatkan berbagai mekanisme yang terjadi dalam sistem otak. Perilaku ini sering kali muncul sebagai respons terhadap tekanan emosional yang sering terjadi dan dipahami melalui bagaimana berbagai bagian otak berfungsi ketika seseorang terlibat dalam tindakan menyakiti diri sendiri yakni sebagai berikut:
1. Sistem Limbik
Sistem limbik adalah pusat pengolahan emosi di otak. Bagian ini mencakup amigdala dan hippocampus, yang berfungsi dalam mengatur respons emosional terhadap stres. Ketika seseorang mengalami tekanan emosional yang tinggi, sistem limbik dapat memicu dorongan untuk melakukan self harm sebagai cara untuk meredakan rasa sakit tersebut
2. Prefrontal Cortex
Prefrontal cortex bertanggung jawab atas pengambilan keputusan dan pengendalian impuls. Pada remaja, perkembangan prefrontal cortex belum sepenuhnya matang, sehingga mereka mungkin cenderung mengambil keputusan impulsif tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari tindakan mereka. Hal ini dapat menjelaskan mengapa remaja lebih rentan terhadap perilaku self harm.
ADVERTISEMENT
3. Sistem Dopaminergik
Sistem dopaminergik juga terlibat dalam perilaku self harm. Dopamin merupakan neurotransmitter yang terkait dengan perasaan senang. Beberapa remaja mungkin merasakan sensasi lega atau kepuasan setelah melakukan self harm karena pelepasan dopamin dalam otak. Ini dapat menciptakan pola kecanduan di mana mereka merasa perlu melakukan tindakan tersebut berulang kali untuk merasakan efek yang sama.
Kesimpulannya, penting untuk memahami lebih lanjut bahwa self harm bukanlah solusi untuk mengatasi masalah emosional. Oleh karena itu, intervensi dini melalui konseling psikologis dan dukungan sosial sangat penting untuk membantu remaja menemukan cara-cara yang lebih sehat dalam menghadapi tantangan hidup yang sedang mereka alami. Melalui pendekatan yang tepat, kita dapat membantu mereka mengatasi rasa sakit emosional tanpa harus melukai diri sendiri. Dengan demikian, pemahaman yang mendalam mengenai mekanisme neurobiologis dan faktor-faktor penyebab perilaku self harm dapat menjadi langkah awal dalam merancang strategi pencegahan dan intervensi yang efektif bagi remaja yang berjuang melawan kecanduan melakukan self harm.
ADVERTISEMENT
Referensi
Dyah Pradnya P. (2023). Mengenal Self Harm di Kalangan Remaja. Universitas Alma Ata. Diakses dari (https://fikes.almaata.ac.id/mengenal-self-harm-di-kalangan-remaja/).
F Hidayati. (2021). Prevalensi dan Fungsi Melukai Diri Sendiri pada Mahasiswa. Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Care.
Ivana R.H. (2023). Dinamika Self Harm menjadi Trend Kalangan Remaja, Ada Apa? Psychology Binus. Diakses dari (https://psychology.binus.ac.id/2024/06/25/self-harm-fenomena-yang-berbahaya-bagi-remaja/).
Karimah, A. (2021). Faktor-faktor yang Memengaruhi Self-Injury pada Remaja. Jurnal Psikologi MANDALA, 8(1), 31-38.
Wibisono, A. (2018). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perilaku Self Injury pada Remaja. Jurnal Ilmiah Kesehatan.
Wibisono, B.K., & Gunatirin, E.Y. (2018). Faktor-faktor Penyebab Perilaku Melukai-Diri pada Remaja Perempuan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya.