Terjebak Dalam Perasaan

Atilah Tia Abelta
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta, Program Studi Penerbitan (Jurnalistik)
Konten dari Pengguna
12 Mei 2020 12:08 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Atilah Tia Abelta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto: Pinterest
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto: Pinterest
ADVERTISEMENT
Cinta, sebuah kata yang memiliki banyak makna. Bagi sebagian orang kata tersebut menggambarkan keindahan dan kebahagiaan. Tapi bagiku, cinta hanyalah kata yang menggambarkan kepahitan.
ADVERTISEMENT
Cinta tidak hanya tentang rasa kasih sayang kepada keluarga dan teman, melainkan kepada lawan jenis atau pasangan. Semua orang pasti menginginkan hubungan percintaan yang indah dan menyenangkan seperti cerita cinta yang kita baca di buku dongeng atau yang kita tonton di drama korea.
Beruntunglah bagi mereka yang memiliki kisah cinta yang membahagiakan, tetapi bagaimanapun cinta juga memiliki sisi yang menyakitkan seperti kisahku dengannya, pria yang kutemui di sebuah kampus yang berada di Jakarta Timur. Tempat di mana aku dan dirinya melaksanakan Praktik Kerja Industri (Prakerin).
Prakerin adalah sebuah kegiatan pengenalan dan pelatihan terhadap dunia industri atau dunia kerja yang bertujuan untuk meningkatkan mutu siswa/siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
ADVERTISEMENT
Ya, aku dan dia adalah murid Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berasal dari dua sekolah berbeda dan lokasi yang berbeda pula. Aku bersekolah di salah satu SMK negeri di daerah Depok, Jawa Barat, sedangkan dirinya merupakan siswa di sebuah SMK swasta di daerah Cijantung, Jakarta Timur. Perkenalan kami dimulai saat salah satu temanku yang juga satu kelompok Prakerin denganku adalah teman SMPnya.
Mereka terlihat sangat akrab ketika bertemu, keduanya bahkan saling bersenda gurau dan membahas cerita lama saat masa-masa SMP. Aku dan teman-teman yang lain hanya bisa mendengarkan pembahasan mereka karena tidak tahu menahu apa yang mereka bicarakan.
Hari demi hari terlewati, aku dan dia semakin mengenal satu sama lain hingga kami menjadi akrab. Tanpa malu kami saling berbincang, kerap kali melempar canda gurau seperti sudah lama kenal. Saat melihat dan bertemu dirinya pertama kali, aku pikir ia adalah orang yang serius dan tidak bisa diajak bercanda karena raut wajahnya yang datar tanpa ekspresi. Namun, perkiraanku salah, ternyata ia sangat berbeda 180 derajat ketika sudah mengenalnya.
ADVERTISEMENT
Sesekali dirinya mengingatkanku untuk beristirahat apabila pekerjaan yang dirasa terlalu berat bahkan dia sering bertanya, sudahkah aku makan ataupun solat. Tetapi, karena sikapku yang cuek dan dingin, aku menganggap itu adalah hal yang biasa dan tidak merasa bahwa itu merupakan bentuk perhatian darinya. Aku juga tidak ingin menaruh perasaan lebih kepadanya karena aku hanya menganggap dirinya seperti teman yang sudah lama kukenal.
Namun, perasaan itu berubah ketika dirinya datang dan menolongku membawakan map besar (ordner) yang berisi surat-surat untuk diantar ke perpustakaan, “Sini gue bantuin, kasian banget sih.” Ya, kata-kata sederhana dan sikapnya yang gentle membuat jantung ini berdebar tak beraturan.
Banyak sekali ilmu dan pengalaman yang didapat selama Prakerin, mulai dari melakukan pekerjaan menjadi bagian administrasi hingga bertemu teman-teman baru yang menyenangkan. Ditambah lagi pertemuanku dengannya, orang yang mengisi hari-hariku selama Prakerin sehingga sebanyak apa pun pekerjaan yang diberikan tidak terasa membosankan.
ADVERTISEMENT
Di balik kata pertemuan pasti ada perpisahan, saat Prakerin telah berakhir rasa sedih datang menyelimuti diriku karena harus berpisah dengan teman-teman baru yang kehadirannya membuatku berkesan terutama dirinya.
Aku dan dia tidak pernah bertemu lagi sejak kegiatan Prakerin telah usai, namun kami masih berkontak melalui aplikasi chat. Dirinya selalu menanyakan kabar hingga memberikan perhatian lebih dalam kepadaku. Entah mengapa hatiku perlahan mulai terbuka untuknya, aku menerima bentuk perhatiannya walau berupa hal-hal kecil. Lantas aku bertanya apakah aku jatuh cinta kepadanya?
Karena komunikasi di antara kami semakin sering dilakukan, akhirnya dia memberanikan diri untuk mengajakku menonton film di bioskop, dan tanpa berpikir panjang aku pun mengiyakan ajakannya.
Dia menjemputku di depan gang yang jaraknya tidak jauh dari rumahku. mengenakan baju putih, celana jeans, dan jaket hitam sebagai luaran membuat penampilannya terlihat berbeda dari biasanya. Rambutnya pun rapih dan klimis, membuatku pangling saat bertemu kembali dengannya. Aku berjalan menghampirinya dengan rasa gugup, sambil sesekali merapikan baju dan kerudung memastikan bahwa penampilanku sudah benar-benar sempurna.
ADVERTISEMENT
Dengan senyum tipis dia menyapaku, aku pun membalas senyumannya diiringi rasa gugup yang belum mereda. Tanpa berlama-lama dirinya langsung menyodorkan helm kepadaku, aku menaiki motornya sambil menggunakan helm yang dia berikan. Kami pun bergegas menuju salah satu mall di kawasan Depok, Jawa Barat.
Sesampainya di sana kami menuju bioskop dan memilih film yang akan ditonton. Kami menentukan pilihan yang sama, yaitu “Jurassic World: Fallen Kingdom” entah sebuah kebetulan atau memang tidak ada film bagus lainnya untuk ditonton.
Memasuki teater, kami menuju bangku paling atas karena dia memesan bangku dengan nomor A12 dan A13. Tak lama film pun dimulai, aku melihat dirinya menonton dengan penuh keseriusan, sesekali kami berdiskusi tentang film tersebut hingga membuat orang lain yang duduk tepat di bawah kami terganggu karena suara kami agak kencang. Namun, bukannya meminta maaf, kami justru tertawa dengan perlahan saat menyadari hal itu.
ADVERTISEMENT
Sungguh senang rasanya dapat bertemu dengannya lagi, menghabiskan waktu walau hanya sebentar, menyampaikan kata-kata yang tak sempat diucapkan sebelumnya, hingga membahas hal-hal menarik yang ditemukan disekitar.
Namun, setelah pertemuan itu suasana menjadi berbeda, dirinya tidak lagi berkomunikasi denganku, dia menghilang tanpa kabar yang jelas, saat aku tanya jawabannya selalu “maaf lagi sibuk.” Lantas, batinku bertanya-tanya apakah aku membuatnya jengkel atau kesal saat pertemuan kami di bioskop?
Hingga pada akhirnya hati ini harus menahan rasa sakit ketika melihat dirinya mengunggah foto selfie bersama perempuan lain di media sosial, ternyata perempuan itu adalah kekasih barunya.
Aku tersadar bahwa selama ini dirinya hanya mempermainkan perasaanku saja. Seharusnya aku tidak terbuai oleh perhatian yang dia berikan, seharusnya aku tetap pada sikapku yang cuek dan dingin kepadanya tanpa menaruh perasaan apa pun. Penyesalan memang datang di akhir, aku hanya bisa menyalahkan diriku dan bertanya-tanya mengapa aku sebodoh ini.
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian orang, memang terasa bahagia apabila sedang dimabuk asmara sampai lupa pada dunia. Namun, untuk wanita khususnya, jangan mudah terbawa perasaan atas apa yang pria lakukan atau berikan kepada kita dalam bentuk apapun. Jangan pula menaruh hati dan berharap terlalu banyak karena sesungguhnya berharap pada manusia hanya akan mendatangkan kepahitan.
(Atilah Tia Abelta/Politeknik Negeri Jakarta)