Iwan Simatupang Tokoh Kesusastraan Indonesia Angkatan 1966

Audi Alya Zuhry
Mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2021 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
24 Mei 2022 19:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Audi Alya Zuhry tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kesusastraan di Indonesia tumbuh dan berkembang secara tegak pada periode Orde Baru. Pada periode Orde Baru juga kesusastraan Indonesia mencapai masa kejayaannya, dan hampir tidak ada saingannya. Konsep eksistensi sosial masyarakat yang memadukan kritik sosial, politik, dan budaya dimunculkan melalui produksi karya sastra pada masa Orde Baru. Bahasa yang digunakan juga realistis, yaitu bahasa masyarakat yang romantis.
Dokumen Pribadi
Iwan Simatupang lahir pada tanggal 18 Januari 1928 di Sibolga, Sumatera Utara. Nama aslinya adalah Iwan Martua Dongan Simatupang. Saat kecil ia menghabiskan waktunya di Aceh atau biasa disebut dengan "Serambi Mekah" dan saat remaja ia pindah ke Sibolga atau dikenal dengan pusat agama Prostestan di Sumatera Utara. Iwan adalah seorang pemuda yang sangat cerdas, Iwan dibesarkan dalam keluarga yang menganut agama Islam. Ayahnya yang mengajari tentang Alquran, bahwa Alquran adalah kitab suci umat Islam. Pendidikan SMP nya Iwan selesaikan di SMP Negeri Padang Sidempun. Tetapi pada tahun 1984, Iwan putus sekolah. Lalu Iwan bergabung dengan pasukan yang berperang melawan Belanda, Iwan menjadi komanda pasukan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP), dan Iwan juga memimpin organisasi pemuda di Sumatera Utara.
ADVERTISEMENT
Iwan adalah sastrawan Indonesia angkatan 1966. Iwan mengarang karya-karya yang tidak biasa, karya-karyanya itu bersifat inkonvensional dan dianggap pembawa angin baru dalam Kesusastraan Indonesia, Iwan juga diakui sebagai cikal bakal periode baru dalam Kesusastraan Indonesia.
Pada tahun 1949 Iwan ditangkap dan tidak lama kemudian dibebaskan di Medan. Kebebasannya ini ia manfaatkan untuk menyelesaikan studinya di HBS bagian B sebagai extraneous. Dan setelah tamat dari HBS, Iwan melanjutkan pendidikan ke Fakultas Kedokteran di Surabaya tahun 1953. Selain kuliah, Iwan juga mempelajari berbagai ilmu, diantaranya filsafat, antropologi, sastra, dan agama. Iwan tidak bisa menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Kedokteran karena tidak tahan melihat darah dan memotong-motong mayat. Akhirnya Iwan aktif menulis, antara lain di Mimbar Indonesia dan Siasat di Jakarta. Pada tahun 1954, Iwan mendapat beasiswa ke Eropa untuk memperdalam pengetahuannya tentang kebudayaan. Beliau memperdalam antropologi di Leiden (1956), drama di Amsterdam (1957), dan filsafat di Paris (1958).
ADVERTISEMENT
Beberapa karya-karyanya Iwan Simatupang, yaitu:
a. Merahnya Merah tahun 1968
b. Ziarah tahun 1969
c. Kering tahun 1969
d. Koong tahun 1975
Iwan juga pernah mendapat beberapa penghargaan, yaitu:
a. Hadiah sastra Asia (SEA Write Award) dari Thailand atas karya novel Ziarah (1969) pada tahun 1977.
b. Hadiah sastra Nasional atas karya novel Merahnya Merah (1968) pada tahun 1970.
c. Hadiah Yayasan Buku Utama Departemen D dan K atas karya novel Koong (1975) pada tahun 1975.
Cerpen-cerpennya dikumpulkan dalam Tegak Lurus dengan Langit (1982), dan puisi-puisinya dalam Ziarah Malam (1993).
Pada bulan November 1955, Iwan berkenalan dengan seorang wanita bernama Corinne Imalda de Gaine (Corry) dan tanggal 2 Desember 1955 mereka akhirnya memutuskan untuk menikah di Amsterdam. Iwan juga akhirnya memilih jalan sendiri, yaitu menganut agama Katolik sampai akhir hayatnya. Dan dari pernikahannya tersebut, ia mempunyai 2 orang anak, yaitu Ino Alda dan Ion Partibi. Namun pada tahun 1950, Corry dinyatakan meninggal dunia karena sakit tipus. Pada tanggal 10 Juni, Iwan menikah lagi dengan seorang wanita bernama Dra Tanneke Burki, dan mempunyai 1 orang anak perempuan, yaitu Violeta. Tetapi umur pernikahannya dengan Dra tidak bertahan lama.
ADVERTISEMENT
Menurut H.B. Jassin, Iwan Simatupang itu mampu menyampaikan secara jelas dan rinci pemikiran para tokoh dan inti permasalahan mereka tanpa adanya rahasia yang tersembunyi. Adapun menurut Yassin, karya Iwan Simatupang merupakan cerita yang benar-benar segar dari segi bahasa, ekspresi, dan pendekatan terhadap kehidupan dan persoalannya, dan merupakan lembaran baru dalam sastra Indonesia.