Konten dari Pengguna

Tantangan dalam Penataan Batas Daerah

Aulia Akbar
Pemerhati kebijakan publik, pemerintahan dan pembangunan daerah. Aktif di Bappedalitbang Deli Serdang.
30 September 2022 17:01 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aulia Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tata batas antar daerah masih menjadi PR besar bagi Pemerintah Indonesia. Tidak jelasnya batas wilayah antar provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, bahkan antar desa/kelurahan bisa menjadi sumber konflik yang bukan hanya melibatkan antar pemerintah daerah, namun juga antar warga masyarakat yang hidup atau beraktiftas di wilayah perbatasan. Batas wilayah sangat diperlukan ntuk memberikan kepastian hukum wilayah administratif suatu daerah. Hal-hal teknis seperti administrasi pertanahan, kependudukan, pajak bumi dan bangunan, perizinan, daftar pemilih Pemilu/Pilkada, dan banyak hal lainnya sangat membutuhkan data-data batas wilayah yang jelas dan akurat. Saat ini, batas-batas yang tercantum di berbagai peta yang dimiliki oleh pemerintah daerah, misalnya peta wilayah dan peta rencana tata ruang banyak yang masih berupa batas indikatif. Tidak adanya batas definitif di wilayah perbatasan sering menimbulkan kegamangan dan ketidakpastian hukum bukan hanya kepada pemerintah setempat namun juga kepada masyarakat yang bermukim di wilayah perbatasan antar daerah.
Kepala Desa Denai Lama, Kab. Deli Serdang dalam sebuah musyawarah di desa, menggunakan peta yang batas-batasnya masih berupa batas indikatif. Sumber: dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Desa Denai Lama, Kab. Deli Serdang dalam sebuah musyawarah di desa, menggunakan peta yang batas-batasnya masih berupa batas indikatif. Sumber: dokumentasi pribadi
Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan Permendagri Nomor 141 tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah untuk mengatur tatacara penegasan batas daerah mulai dari susunan tim penegasan batas daerah, dokumen-dokumen batas daerah yang diperlukan, prosedur pelacakan batas di peta kerja dan survei lapangan, penyusunan berita acara kesepakatan sampai dengan penetapan batas daerah oleh Mendagri. Permendagri ini menjadi pedoman utama untuk penataan batas daerah, khususnya antar Provinsi dan antar Kabupaten/Kota.
ADVERTISEMENT
Meskipun telah memiliki acuan yang bisa dijadikan pedoman pelaksanaan, penataan batas daerah di tanah air masih dihadapkan pada sejumlah tantangan.
Pertama, topografi wilayah Indonesia yang sangat heterogen sangat mempengaruhi proses penegasan dan penetapan batas di daerah. Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di khatulistiwa memiliki variasi kontur wilayah yang sangat beragam, mulai dari lautan, pantai, dataran rendah, sampai dengan dataran tinggi berupa bukit dan pegunungan. Proses penentuan batas di setiap segmen batas daerah tentu saja dihadapkan dengan kondisi ini, yang berimbas pada sulitnya proses pengumpulan data di lapangan. Berdasarkan data yang pernah dilansir Kemendagri pada tahun 2021, dari total 979 segmen batas daerah yang ada di seluruh Indonesia, sehingga masih ada 311 segmen batas daerah indikatif yang masih harus diselesaikan.
ADVERTISEMENT
Kedua, kegiatan penegasan dan penetapan batas daerah membutuhkan waktu yang tidak instan serta biaya yang tidak sedikit. Proses penataan batas daerah bisa dilakukan secara kartometrik dengan menggunakan peta kerja dan/atau survei lapangan sesuai dengan kesepakatan tim penegasan batas daerah. Dalam pelaksanaannya, sering sekali proses pelacakan dan penentuan batas-batas daerah tidak cukup hanya menggunakan peta kerja. Perlu pula dilakukan survei lapangan guna mengetahui kondisi riil batas-batas daerah di lapangan yang tentu saja memakan waktu yang tidak sedikit. Semakin kompleks kondisi topografi wilayah yang akan disurvei, akan berdampak pada makin panjang durasi waktu yang dibutuhkan. Lebih jauh lagi, akan berdampak pula pada besaran biaya yang dibutuhkan. Padahal di sisi lain, Pemerintah Daerah memiliki banyak program/kegiatan dengan skala prioritas lebih tinggi yang juga membutuhkan pendanaan. Imbasnya, kegiatan penegasan batas daerah yang dianggap “kurang mendesak”, belum menjadi fokus Pemerintah Daerah sehingga sering dikesampingkan dalam perencanaan maupun penganggaran pembangunan di daerah.
ADVERTISEMENT
Ketiga, keterbatasan SDM di daerah. Proses penegasan dan penetapan batas daerah tidak hanya membutuhkan peran SDM yang menguasai bidang hukum dan pemerintahan saja, tetapi juga membutuhkan SDM dengan keahlian khusus di bidang lainnya, terutama bidang survei dan pemetaan. Proses penataan batas dilakukan dan didokumentasikan ke dalam bentuk peta batas wilayah serta pembuatan pilar batas penanda batas yang mencantumkan koordinat-koordinat batas wilayah. Keduanya merupakan produk utama dari kegiatan survei dan pemetaan yang dilakukan. Sayangnya, jumlah SDM yang menguasai teknik survei dan pemetaan di tanah air masih sangat terbatas. Disamping itu, distribusi SDM yang memiliki keahlian tersebut tidak merata di semua daerah sehingga penataan batas daerah sukar tidak menjadi kegiatan prioritas di daerah.
ADVERTISEMENT
Keempat, teknologi survei dan pemetaan memang makin banyak tersedia dan bisa diakses dengan mudah. Data citra satelit misalnya, bisa diakses oleh publik dengan gawai pintar yang mereka miliki melalui Google Maps atau Google Earth. Untuk analisa, pengolahan, dan visualisasi data bisa menggunakan QGIS yang bisa diunduh dan diinstall secara gratis. Metode pengukuran dan pemetaan wilayah juga telah berkembang cukup pesat. Mulai dari yang sederhana dengan menggunakan rol meter di lapangan, sampai dengan pengukuran teliti dengan teodolit, GPS geodetik, sampai dengan drone bisa dijadikan opsi saat pelaksanannya.
Kelima, penegasan dan penetapan batas daerah merupakan kegiatan yang membutuhkan kerjasama banyak pihak, bukan hanya antar Pemerintah Daerah yang berbatasan, melainkan juga pemangku kepentingan lainnya, terutama masyarakat yang bermukim atau beraktifitas di wilayah perbatasan. Kerjasama antar pemangku kepentingan dengan latar belakang dan kepentingan yang berbeda-beda tentu saja tidak gampang. Dengan beragamnya pihak-pihak yang terlibat, akan banyak proses diskusi dan negosiasi antar pihak untuk mencapai konsensus atas batas-batas wilayah yang ditetapkan. Semua pihak perlu menyamakan persepsi dan menetapkan tujuan bersama, bahwa penataan batas yang dilakukan adalah untuk kepentingan bersama.
ADVERTISEMENT
Terakhir, penataan batas daerah membutuhkan political will dari pimpinan yang ada di daerah, khususnya Gubernur, Bupati/Walikota, Camat, dan Kepala Desa/Lurah. Penataan batas daerah memang bukan merupakan sebuah isu yang menarik dan bisa menaikkan nama dan popularitas para pimpinan daerah. Nilai manfaatnya pun tidak akan bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat jika dibandingkan dengan pembangunan di bidang infrastruktur, pendidikan ataupun kesehatan. Akan tetapi, kejelasan batas-batas wilayah administrasi akan menjadi sebuah keniscayaan ketika membangun suatu daerah. Luas wilayah dari setiap wilayah administrasi yang selama ini hanya berupa estimasi akan menjadi jelas dan akurat. Masyarakat yang tinggal di perbatasan desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota akan provinsi akan mendapatkan kejelasan tentang status kependudukannya dan tidak gamang lagi tentang wilayah tempat tinggalnya. Semoga ke depan akan semakin banyak pimpinan daerah yang mau menyisihkan perhatiannya untuk menata batas-batas di daerahnya.
ADVERTISEMENT