Konten dari Pengguna

Jemari dan Otak

Nurul Aulia Nadhira
Mahasiswa Universitas Pamulang
11 Desember 2022 16:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurul Aulia Nadhira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Jemari yang lihai. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Jemari yang lihai. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Sang jingga telah muncul ke permukaan, menarik perlahan selimut kegelapan. Langit yang sebelumnya berwarna, kini telah berubah menjadi warna khasnya malam.
ADVERTISEMENT
Diambang jendela, terdapat anak laki-laki bernama Alan yang tengah menatap langit hitam itu dan tak lama ia langsung menutup gorden jendela itu. Alan masuk ke dalam kamarnya, merebahkan tubuhnya yang kemudian menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih kehitam-hitaman karena cetian. Bergelut dengan isi kepala yang penuh dengan pikiran. Bercengkrama dengan hati yang terkadang menentang. Memikirkan berbagai hal yang terbesit di kepa lanya. Hal itulah yang terjadi setiap Alan berada di dalam kamarnya.
Saat ini, Alan berada di bangku sekolah menengah atas kelas dua belas yang artinya tak lama lagi ia akan keluar dari dunia sekolah dan memasuki dunia yang sebenarnya. Alan merupakan siswa yang tidak terlalu pintar namun tidak terlalu bodoh juga, namun ia murid yang cukup aktif dikegiatan ekstrakulikuler di sekolahnya. Alan memiliki sahabat yang bernama Pras yang merupakan siswa yang sangat pintar di sekolahannya, beberapa kali ia memenangkan olimpiade tingkat nasional.
ADVERTISEMENT
Dua sekawan itu sangat akrab walaupun beberapa perbedaan tergaris diantara mereka berdua, baik dari segi finansial maupun prestasi bahkan cara bersosialisasi mereka pun berbeda. Namun, perbedaan tersebut tidak menjadi penghalang tetapi dapat menjadi pelengkap bagi Alan dan Pras.
“Alan, Pras.” panggil seseorang dari arah belakang sembari menghampiri Alan dan Pras yang tengah berjalan di koridor.
“Ada apa, Tom?” tanya Pras setelah seseorang yang bernama Tomi tersebut sampai dihadapan mereka.
“Gua minta tolong dong. Kalian mau gak gantiin Eja sama Oki jadi panitia kelas meeting nanti. Si Eja dirawat, kalo Oki lagi berhalangaan, jadi gua harus nyari pengganti mereka. Kalin berdua mau kan?” Jelas Tomi yang merupakan ketua OSIS di sekolahannya.
ADVERTISEMENT
“Oke, nanti lu jelasin aja tugasnya gimana aja.” Ucap Alan yang langsung menyetujuinya. Alan yang notabennya sangat suka dan sering terlibat dalam kegiatan sekolah. Hal tersebut tidak akan ia tolak, baginya berinteraksi dan membantu orang lain itu sangat menyenangkan. Alan selalu penasaran terhadap hal-hal yang baru atau hal-hal yang akan memberikannya pengalaman.
“Akh, males banget si, capek, ngerepotin banget pasti. Gua enggak dulu deh, coba tanya ke yang lain.” Ucap Pras menanggapi penjelasan Tomi tadi.
“Sekali-kali nyobain jadi panitia, seru tau.” Ucap Alan
“Males akh, mending gua tidur di kelas. Pasti bakal repot banget ngurusin anak-anak lain. Udah lu aja, Lan.” Jawab Pras yang langsung melengos pergi meninggalkan Alan dan Tomi. Walaupun Pras siswa yang pintar tapi ia sangat kurang dalam bersosialisasi. Baginya, hal-hal yang akan membuatnya repot akan sangat memalaskan.
ADVERTISEMENT
****
Hari kelulusan pun tiba. Alan, Pras dan teman-teman lainnya menyambut hari tersebut dengan gembira dan penuh suka cita. Sekaligus awal bagi mereka untuk terjun ke dunia yang sebenarnya atau lebih tepatnya awal bagi mereka untuk mulai keluar dari zona nyaman. Banyak sebagian dari mereka yang sudah merencanakan akan melakukan apa ke depannya dan ada saja yang masih bingung akan melakukan apa setelah lulus dari sekolah menengah atas.
Esok harinya, kabar duka menyelimuti keluarga Alan. Ayahnya Alan meninggal dunia yang dikabarkan karena penyakit paru-paru basah yang semakin parah. Alan kini harus menjaga ibu dan adik satu-satunya yang bernama Adam. Hal tersebut sudah menjadi kewajibannya untuk menggantikan posisi ayahnya dan ia harus siap dengan keadaan.
ADVERTISEMENT
Sembari merebahkan tubuhnya di atas Kasur, Alan menatap langit-langit pelapon kamarnya yang berwana putih kehitam-hitaman itu dengan tatapan hampa, kosong namun terkadang ramai. Setelahnya hal tersebut akan mengundang kantuknya untuk memasuki dunia yang berbeda.
Setelah lulus dari sekolah menengah atas, Alan tidak langsung daftar kuliah melainkan sibuk kesana kemari mencari informasi tentang lowongan pekerjaan. Alan tahu kondisi keuangan keluarganya tidak akan mampu untuk membiayai perkuliahannya, karena itu ia terpaksa menunda pendidikannya.
Berbeda dengan sahabatnya, Pras, yang langsung menerjuni dunia perkuliahan di kampus favorit. Sebenarnya Pras ingin menunda kuliahnya selama 2 tahun, namun orang tuanya melarang keinginan tersebut karena alasan Pras untuk menunda kuliah yaitu, ia ingin beristirahat sejenak dari pembelajaran, terkadang ia merasa bosan dengan hal tersebut. Karena hal itu Pras harus mau ataupun tak mau, senang ataupun tak senang harus tetap melanjutkan pendidikannya.
ADVERTISEMENT
Setelah beberapa kali mencoba melamar pekerjaan, Alan diterima sebagai pegawai mini market disuatu tempat. Ternyata dunia pekerjaan sangat berbeda dengan dunia sekolahan. Ada beberapa hal yang baru Alan temukan di dunia pekerjaan dan ada berbagai macam orang yang ia jumpai pula. Dulu, ruang lingkup dunia sekolahan bagaikan kolam renang, perairannya terbatas dan hal-hal yang dijumpai juga terbatas. Sedangkan, ruang lingkup dunia pekerjaan itu seperti lautan, perairannya yang sangat luas dan kemungkinan hal-hal yang dijumpai juga akan beraneka ragam di dalamnya.
Terkadang Alan sering bertemu dengan beberapa teman-temannya yang lain ketika tak sengaja berpapasan disuatu tempat. Ada saja dari mereka yang sudah terlihat sukses meraih mimpinya, mendapatkan pekerjaan yang layak, memiliki penghasilan yang sangat cukup, dan ada saja yang sudah sukses membangun rumah tangga. Melihat teman-temannya yang sudah memiliki perubahan dalam hidup mereka, membuat hati Alan sedikit tercubit dengan pedihnya kenyataan.
ADVERTISEMENT
Alan tetap selalu bersyukur atas keadaannya sampai sekarang. Karena sejatinya manusia itu dipandang dan memandang. Alan tak akan menghiraukan pola pandang orang lain terhadap dirinya, yang ia pentingkan saat ini agar tetap menjaga pola pikirnya tetap stabil. Alan yakin takdir setiap orang berbeda-beda. Pasti ada waktu dimana Alan memiliki masanya dan masa itu pasti akan dimiliki Alan.
****
Kembali disuasana dalam kamar, seperti biasa Alan yang selalu membaringkan tubuhnya di atas kasur sambil menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih kehitam-hitaman. Kali ini isi dalam pikirannya terekam bayangan ibunya yang bekerja keras untuk menutupi kebutuhan Alan dan Adam. Walaupun Alan bekerja, namun gajinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, karena itu ibunya pun bekerja juga sebagai penjual kue keliling.
ADVERTISEMENT
Membayangkan itu semua membuat hatinya teriris. Alan mencoba memutar otak agar kebutuhan keluarganya tercukupi. Ia membuka layanan jasa edit video apa saja, karena kebetulan Alan menyukai dan hanadal dalam bidang pengeditan video. Setelah beberapa lama, layanan jasanya itu perlahan berjalan dengan baik. Banyak dari beberapa kalangan yang menggunakan jasanya, seperti, anak sekolahan, anak kuliahan, bahkan ada saja konten creator di media sosial yang menggunakan jasanya. Ia berharap tindakannya dapat menutupi kebutuhan keluarganya.
Hal tersebut ia lakoni sebagai kerjaan sampingan, karena ia juga bekerja sebagai pegawai mini market. Bukan hal yang mudah untuk melakukan pekerjaan sekaligus melakukan kerjaan sampingan secara bersamaan, hal tersebut akan menguras tenaga dan waktu. Perlahan tapi pasti, layanan jasanya tersebut berkembang sehingga menghasilkan pendapatan yang lumayan lebih. Walau terkadang keteter dengan dua pekerjaan yang dilakoninya itu, namun Alan selalu berusaha untuk bisa mengatasinya.
ADVERTISEMENT
“Tring..tring..tring..” terdengar panggilan handphone milik Alan berbunyi. Tertera nama Pras yang menelponnya.
“Halo. Iya, Pras. Ada apa?” ucap Alan setelah mengangkat handphonenya yang berbunyi tadi.
“Gua denger-denger lu buka layanan jasa edit video. Gua tau dari temen kampus, katanya editan lu keren-keren, banyak yang suka.” Ucap Pras dari sebrang sana.
“Iya, Pras. Sekalian buat nambah-nambahin uang jajan gua.” Jelas Alan.
“Kebetulan juga kan lu emang handal dalam ngedit video, mantep sih.” Ucap Pras yang turut senang. “Gua boleh pake layanan jasa lu gak? Kebetulan juga gua lagi banyak tugas, salah satunya harus buat video presentasi. Lu bisa gak ngeditin biar keliatan lebih keren?” tambahnya.
“Bisa ko bisa.” Jawab Alan dengan yakin.
ADVERTISEMENT
“Wah serius? Oke deh, nanti gua kirim video mentahannya. Gua males banget ngerjain begituan, puyeng gua. Udah mah tugas yang lain numpuk. Arrgghhh, jenuh banget gua. Untungnya ada lu, makasih ya.” Ucap Pras dengan gembira.
****
Sudah hampir 3 tahun setelah lulus dari sekolah. Kini layanan jasa edit videonya terus berkembang dan meningkat bahkan ada penawaran dari beberapa stasiun televisi yang merekrutnya menjadi tim editor mereka. Alan menerima tawaran dari salah satu stasiun televisi tersebut dan bergabung menjadi tim baru editor mereka. Selain sebagai editor, diam-diam Alan belajar menulis dan membuat tulisan, baik berupa naskah maupun scenario.
Karena kebutuhan keluarganya sudah terasa tercukupi, Alan memutuskan untuk melanjutkan untuk kuliah yang sudah ia tunda selama 3 tahun. Ia mengambil kelas karyawan dengan masuk jurusan multimedia. Alan akan fokus dan mengasah kemampuannya dibidang tersebut. Hal tersebut akan ia lakoni dengan tetap sambal bekerja sebagai tim editor di stasiun televisi yang merekrutnya kemarin.
ADVERTISEMENT
Disamping itu, Adam, adiknya sudah duduk di bangku sekolah menengah atas kelas akhir, dengan kata lain adiknya akan segera lulus. Disaat itu, Alan harus tetap mendampingi adiknya untuk melangkah, ia tak mau adiknya mengalami situasi yang sama seperti dirinya dulu. Alan juga membeli kios sederhana untuk ibunya berjualan kue sehingga ibunya tak perlu lagi berkeliling untuk berjualan. Sebenarnya Alan tidak mengizinkan ibunya untuk terus berjualan, ia menginginkan ibunya untuk istirahat saja di rumah. Namun, ibunya terus menolak, karena hanya berdiam diri di rumah hanya akan membuat badan terasa sakit. Ibunya ingin terus melakukan kegiatan yang disukainya yaitu membuat dan berjualan kue.
Ibunya Alan selalu bilang, ‘lakukanlah hal yang selalu kau sukai, tekuni, kembangkanlah, selagi hal tersebut memberi dampak positif dan tidak merugikan orang lain’. Kata-kata itulah yang selalu Alan ingat sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
Dengan selalu meneguhkan prinsipnya, Alan terus belajar menemukan dan mencoba hal baru. Dengan kemauan dan kemampuan yang dimilikinya, Alan yakin cepat atau lambat ‘masa’ itu akan menemuinya. Tak perlu pintar untuk jadi yang terdepan, tak perlu yang rupawan untuk jadi yang terpandang, namun perlu kemauan untuk jadi yang berhasil.