Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Lapas Jadi Tempat Pembuangan Sampah; Apa yang Salah?
12 Oktober 2024 20:47 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Andi Wijaya Rivai tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Suatu saat, jika anda berkunjung ke Lapas IIA Purwokerto, nggak ada salahnya mampir ke area bimker (bimbingan kerja) yang berada di bagian dalam, di depan blok hunian. Di area itu, anda akan menemui lahan yang dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah. Ya, saya mengajak anda untuk mampir ke tempat pembuangan sampah, bukan mampir ke ruang kepala pengamanan yang biasanya jadi tempat persinggahan. Anda nggak perlu khawatir bau tak sedap mengganggu jalur pernafasan. Anda juga nggak perlu risau dengan gangguan lalat yang biasa hidup di tumpukan sampah. Di tempat ini, bau tak sedap sampah sudah jadi barang langka. Kalua dalam bahasa banyumasan, langka itu artinya nggak ada.
ADVERTISEMENT
Kok bisa? Memang Lapas IIA Purwokerto sudah nggak nyampah lagi? Nggak menghasilkan sampah? Dapur lapas memang nggak menyisakan sampah sisa sayuran, sisa makanan? Lha wong dapur di rumah aja sampahnya banyak…
Jadi begini. Sampah tetap saja ada. Sisa sayur dari dapur masih tetap ada. Sisa makanan juga ada. Botol plastik bekas air kemasan, bekas bungkus kopi sachet, sampo, kertas bungkus sabun, tas kresek bekas bungkus makanan juga masih ada. Semua tetap ada, dibuang, ditampung di area bimker yang dijadikan area pengolahan sampah. Sampah-sampah itu dipilih, dipilah, dan diolah. Sampah organik, seperti sisa sayuran, makanan, yang biasanya jadi penyumbang bau tak sedap tempat sampah, ditumpuk dijadikan bahan makanan maggot. Sampah-sampah ini ludes jadi makanan maggot. Karena ludes, jadi nggak ada bau. Sebagian sampah jenis ini juga diolah; dijemur, disimpen, lama-lama berubah jadi kompos.
Sampah non organic, seperti botol plastik bekas dimasukkan karung plastik besar, ditumpuk sampai akhirnya dijual ke pengepul di luar. Plastik bekas bungkus kopi, tas kresek, dimasukkan ke mesin pencacah bantuan Pemda Banyumas. Hasilnya dibungkus dan dikirim keluar untuk jadi bahan bakar mesin pabrik. Ada sedikit sisa sampah, yang sudah nggak bisa diolah lagi, dimasukkan ke tungku buatan sendiri, dibakar. Sedikit asap hitamnya terbang bersama angin musim panas kota banyumas.
Karena pengolahan sampahnya sudah berjalan baik, bahkan mendatangkan keuntungan, bisa menghidupi napi yang jadi tenaga pengolahnya, maka Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas sudah menetapkan area bimker Lapas IIA Purwokerto sebagai kelompok pengolah sampah terpadu (KPST). Ada surat keputusannya yang diserahkan langsung oleh Bapak Sugiri Widodo, S.T., Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas, kepada Kepala Lapas. Bahkan menurut Pak Kadis, mungkin inilah satu-satunya lapas di Indonesia yang sudah jadi KPST, bukan hanya ngolah sampah dapurnya sendiri, tapi juga ngolah sampah dari dapurnya masyarakat di luar lapas. Memang sekarang TPST di sekitar kota Banyumas sudah mengirim 3 truk sampah setiap minggu untuk diolah oleh napi di dalam lapas. Sampah lapas masih kurang, jadi perlu kiriman sampah dari luar. Dengan kata lain, Lapas IIA Purwokerto sekarang sudah jadi importir sampah. Keren juga nie lapas, import sampah.
ADVERTISEMENT
Sisi lain, hampir setahun ini, Lapas IIA Purwokerto tidak pernah lagi mengeluarkan anggaran untuk membayar jasa pembuangan sampah. Jadi kalau ada yang mengecek anggaran sampah, lapas ini sudah nggak ada lagi, sudah dialihkan untuk membayar kegiatan lain. Cek saja kalau nggak percaya.
Jadi, suatu saat, kalau anda benar-benar mampir ke area pengolahan sampah di Lapas IIA Purwokerto, mungkin anda perlu sejenak ngopi dan ngobrol dengan napi yang kerja disana. Tanyakan saja mengapa mereka mau kerja jadi pengolah sampah. Umumnya mereka akan jawab kalau dari pekerjaannya itu mereka bisa menghasilkan sedikit uang; bisa untuk beli rokok dan kopi. Sedikit sisanya dikasihkan untuk sangu anak sekolah. Mungkin mereka juga akan jawab begini,"lebih baik hidup dari sampah, daripada kita hidup hanya dianggap sampah".
Terima kasih.
ADVERTISEMENT
Purwokerto, 11 Oktober 2024
Andi Wijaya Rivai